Lingkungan dan Kesehatan

Duka di Balik Tawa Pengungsi Banjir Baleendah

Kondisi Posko Pengungsian Inkanas, Baleendah pada hari Selasa (6/3/2018). Terlihat pakaian dan perabotan berceceran di ruang tempat beristirahat para pengungsi korban banjir Desa Andir.(Dhea Amellia/Magang)

SUAKAONLINE.COM- Suara gelak tawa disertai sesimpul senyuman manis nampak menghiasi wajah mereka yang mungil dan polos. Sembari duduk berjajar pada anak tangga, bocah itu  besenda gurau dengan teman sebayanya . Berbekal mainan berupa balon, ekspresi dan sorot mata yang terpencar seolah nampak tidak ada beban yang sedang dirasakan.

Selasa itu yang merupakan hari efektif untuk melaksanakan pembelajaran di sekolah. Tak seharusnya mereka berdiam diri di Posko Pengungsian di Gedung Institut Karate-Do Nasional (Inkanas) yang berlokasi di Jalan Balesarakan No.1 Baleendah, Kabupaten Bandung. Namun, Banjir yang merendam kediamannya memaksa mereka untuk rehat sejenak dari rutinitas sehari-harinya sebagai seorang siswa sekolah dasar.

Salah satu dari anak-anak itu adalah Rizky. Ia yang duduk di bangku kelas 4 SD tersebut menceritakan bahwa sejak dua hari terakhir dirinya tidak berangkat sekolah untuk belajar seperti biasanya. Kondisi sekolah yang tengah terendam banjir dengan tinggi sekitar selutut anak seusianya, membuat pembelajaran diliburkan untuk sementara. “Sekolahnya kebanjiran, kata temen mah sekarang banjirnya setuur (selutut-red) jadi diliburin,” ceritanya pada Suaka, Selasa, (6/3/18).

Rizky juga mengatakan, perlengkapan untuk sekolah seperti seragam dan buku pelajaran ikut terendam oleh banjir, sehingga tidak bisa dipakai. Tidak hanya itu, rumah tempat dirinya tinggal pun tidak luput jadi sasaran banjir. Kondisi ini memaksa ia beserta kaka perempuan dan ibunya yang semula tinggal di Desa Andir, tinggal sementara di Pengungsian.

Selama dirinya berada di posko pengungsian beberapa penyakit seperti  demam serta gatal-gatal terkadang dirasakan olehnya. Beruntung ada petugas puskesmas yang mengawasi kesahatan para penghuni Posko. “Suka ada dari puskesmas datang buat ngobatin sama meriksa, aku oge pernah disuntik waktu itu pas diperiksa,” tuturnya.

Meski dalam keterbatasan, kegembiraan tetap mampu diperoleh. Kehadiran relawan yang sesekali datang ke posko pengungsian, membuat ia dan teman-temannya bisa tetap tersenyum dan tertawa lepas dibalik kondisi yang ada. Meski hanya sekedar mengajak bermain kucing-kucingan dan ular-ularan akan tetapi hal itu jadi hiburan dan kebahagiaan tersendiri bagi mereka saat di posko pengungsian.

Harapan yang Tak Muluk – Muluk

Di sudut lain posko pengungsian, terlihat wanita paruh baya tengah duduk bersantai di sudut ruangan yang penuh dengan ceceran pakaian dan perabotan. Dia adalah Teti, Ibu rumah tangga yang ikut mengungsi di Posko Pengungsian Inkanas. Ia beserta keluarganya telah mengungsi selama 12 hari terhitung sejak 22 Februari lalu. Banjir merendam rumahnya setinggi dua meter.

Teti dengan tatapan sayunya mengungkapkan ingin cepat kembali ke tempat tinggalnya di Desa Andir, karena ada beberapa keluhan dan permasalahan yang ia dan warga lain rasakan di posko, seperti penyakit diare yang bisa mengancam kapanpun hingga kebutuhan sembako yang jumlahnya masih sangat minim.

Diujung pembicaraan, Teti mengungkapkan harapan yang tak muluk-muluk.. “Saya mah gak mau muluk-muluk kaya harus relokasi gitu, cuman mau Sungai Citarum sama Sungai Cisangkuy dikeduk dan dibersihin,” pungkasnya.

Nampak jelas di balik senyuman dan ekspresi bahagia para pengungsi, terdapat duka yang menyelinap karena hari-hari yang dilalui belum lagi sama seperti sedia kala. Mereka merindukan rutinitas sehari-harinya. Namun, keadaan masih memaksa untuk tinggal sementara di posko hingga situasi aman dan layak untuk ditempati kembali.

Reporter : Dhea Amellia/Magang

Redaktur : Nizar Al Fadillah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas