
Aktivis Aksi Kamisan Bandung menggelar aksi dengan tema “Catatan Berdarah Institusi Prexixixi” di Taman Pasupati, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (4/7/2024). (Foto: Dandi Muhammad Hanif/Magang).
SUAKAONLINE.COM – Aksi Kamisan Bandung kembali digelar sebagai protes atas kekerasan, penyiksaan, kriminalisasi, dan lambatnya penanganan berbagai kasus oleh aparat kepolisian di Taman Pasupati, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (4/7/2024). Aksi yang turut dihadiri oleh beberapa mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Bandung ini bertajuk ”Catatan Berdarah Institusi Prexixixi”.
Salah satu penggiat aksi Kamisan, Zan menjelaskan bahwa tema aksi kali ini difokuskan pada kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Salah satunya menanggapi kejadian yang menimpa seorang anak kecil di Sumatera Barat yang diduga terbunuh oleh aparat kepolisian. Ia juga menyoroti bahwa kekerasan oleh aparat kepolisian bukanlah hal baru yang terjadi dan beberapa kali didapatkan oleh masyarakat.
”Kami merespon kejadian di Sumatera Barat di mana seorang anak kecil diduga terbunuh oleh aparat kepolisian. Tak hanya itu, bahkan catatan dari KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan -red) mencatat hanya dalam kurun waktu satu tahun, ada sekitar 600 lebih kasus kerasan yang melibatkan aparat kepolisian,” kata Zan.
Salah satu peserta aksi, Ajat Sudrajat mengatakan sebagai penyintas yang pernah menjadi korban kekerasan oleh aparat negara, ia menyampaikan pihak kepolisian kerap memihak pada orang-orang yang memiliki kekuasaan bukan pada masyarakat. Dirinya juga memberikan kritikan terhadap kinerja Polri yang selalu melakukan kekerasan dengan dalih menjaga keamanan dan ketertiban.
”Saya adalah penyintas yang pernah menjadi korban bagaimana alat negara seperti polisi TNI melakukan hal-hal yang melanggar hukum atas nama menjaga ketertiban tapi mereka menggunakan cara-cara kekerasan yang mana seharusnya mereka berpihak kepada masyarakat,” ucapnya kepada Suaka.
Perihal melakukan kekerasan untuk keamanan, itu terjadi pada warga Dago Elos. Salah satu warga yang turut hadir dalam aksi kamisan, Dhea menceritakan kronologi saat tanggal 14 Agustus 2023, ia bersama warga Dago Elos lainnya melakukan laporan sengketa tanah dengan Muller bersaudara kepada Polrestabes Bandung. Namun, laporan tersebut ditolak. Saat melakukan negosiasi dengan polisi di Jalan Ir. H. Juanda atau Jalan Dago tiba-tba ada tembakan gas air mata yang dilemparkan ke ruas jalan.
Tak hanya itu, polisi juga merangsek masuk rumah warga dan melakukan tindakan refresif dengan mendobrak pintu rumah warga. “Kami sudah melapor tiga kali ke kepolisian dan selalu ditolak. Mereka malah menyerang warga secara brutal dengan meluncurkan beberapa gas air mata serta mendatangkan banyak polisi yang masuk ke dalam pekarangan rumah warga,” ujar Dhea.
Di samping itu, dirinya juga berharap agar selalu ada perubahan serta keadilan yang segera ditegakan bagi warga Dago Elos dan masyarakat lainnya yang ikut merasakan dan menjadi korban kekerasan aparat TNI dan Polisi. “Semoga enggak hanya orang-orang yang pada akhirnya harus menerima dulu kekerasan dari polisi ataupun dari pihak manapun gitu, pemerintahan apalagi, untuk bersuara di kamisan ini. Harapan untuk berubah selalu ada, tetapi sampai saat ini semuanya masih sama,” tutupnya.
Reporter: Dandi Muhammad Hanif/Magang
Redaktur: Nia Nur Fadillah/Suaka