Fokus

Mengenal Revenge Porn

Ilustrasi oleh Nurul Fajri/Suaka

SUAKAONLINE.COM – Tindakan Revenge Porn sebagai bentuk kejahatan siber menggunakan media sosial sebagai ruang untuk mempublikasikannya. Kejahatan ini dilatarbelakangi oleh rasa dendam  pelaku terhadap korban, motif untuk mencemarkan nama baik atau merendahkan korban. Tidak jarang pula pelaku memeras koban dengan ancaman seperti akan mempublikasikan video/gambar pribadinya kepada orang-orang tertentu seperti orang tua,teman atau rekan kerja. Selain dari video dan gambar  kerap kali pelaku mempublikasikan informasi pribadi korban termasuk identitas diri,alamat bahkan tautan link ke profil media sosial korban.

Dampak dari Revenge Porn ini tak jarang korban setelah videonya beredar akan dijadikan sebagai objek seksual bersama dengan memanfaatkan birahi masyarakat. Dampaknya lainnya juga, kebanyakan masyarakat justru akan menyoroti korban utamanya perempun sehingga berujung pada adanya tekanan sosial yang tidak memihak pada korban. Tekanan tersebutlah yang tak jarang menimbulkan depresi atau bahkan bisa saja ada usaha untuk bunuh diri.

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia  Reverenge Porn merupakan perbuatan  melawan hukum. Perbuatan  yang terjadi jika sesorang  melakukan  pelanggaram terhadap hak orang lain atau melanggar kesusilaan maupun kepantasan yang layak dalam kehidupan bermasyrakat. Dari hal tersebut menyebabkan lahirnya akibat hukum berupa sanksi yang tidak dikehendaki oleh pelaku.

Di Indonesia sanksi atau hukuman mengenai tindakan Reverenge Porn di atur dalam 3 peraturan; Kitab  Undang -undang Hukum Pidana, ( KUHP ), UU Nomer 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU No 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan  atas UU Nomer 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam KUHPidana  terutama pasal 282 ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan di muka umum berupa tulisan, gambar, atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Sedangkan dalam UU Nomer 44 tahun 2008  tindakan memperbanyak serta penyebarluasan perbuatan yang mengandung unsur pornografi dipidana dengan pidana  paling singkat enam  bulan dan paling lama  dua belas tahun, serta pidana denda paling sedikit dua ratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah.

Pun dengan  UU Nomer 19 Tahun 2016 Pasal 45;tindakan mempublikasikan dan dapat diaksesnya informasi elektronik yang mengandung muatan  melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah. Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal  ini tidak sebatas terhadap tindakan

Sumber : naviri.org, jurnalperempuan.org

Keterangan: Artikel ini merupakan Laporan Utama 3 di Majalah LPM Suaka Edisi 2018.

Baca Fokus lainnya.

Fokus 1: Tindakan Prematur Menyikapi Pelecehan Seksual

Fokus 2: Kampus Minim Edukasi Gencar Eksekusi

Fokus 4:  Ikhaputri Widiantini: Kampus Harus Menjadi Tempat Bernaung yang Aman Bagi Mahasiswa

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas