SUAKAONLINE.COM – Kamis, 18 Januari 2007, Aksi Kamisan pertama kali digelar di sebrang Istana Negara. Pakaian hitam, payung hitam, michrophone, spanduk dan flayer berisi catatan nama korban dan pelaku pelanggaran HAM masih menjadi ciri khas setiap kali Aksi Kamisan digelar. Tepat hari ini, 18 Januari 2024, Aksi Kamisan tetap berpijak memperingati yang ke-17 tahun, sudah 802 kamisan dilalui.
Bukan tanpa alasan, mereka yang tergabung di Aksi Kamisan berdiri bersama para korban merawat ingatan dan menuntut pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu. Selama 17 tahun, secara konsisten peserta Aksi Kamisan menyuarakan tindakan represi yang dilakukan negara terhadap masyarakat.
Tragedi 1965-1966, peristiwa Tanjung Priok, tragedi Semanggi I-II, tragedi Trisakti, peristiwa penembak misterius, pembunuhan Munir, penghilangan aktivis, dan masih banyak lagi merupakan catatan hitam masa lalu yang belum terselesaikan hingga kini. Belum lagi, catatan hitam baru-baru ini terjadi, seperti; tragedi Kanjuruhan, aksi demonstrasi reformasi dikorupsi, sampai pelanggaran atas nama pembangunan menambah beban yang harus diselesaikan pemerintah.
Pelanggaran atas Nama Pembangunan
“Apakah pembangunan strategi nasional sudah pro terhadap rakyat? belum, nyatanya banyak sekali pelanggaran terjadi seperti perampasan ruang hidup mengatasnamakan pembangunan nasional,” sahut perwakilan dari LBH Bandung, Maulida saat orasi di pelataran Gedung Sate.
Maulida menjelaskan begitu banyak perampasan ruang hidup yang dilakukan oleh negara atas nama pembangunan nasional. Ia mengatakan pembangunan yang sering digaungkan pemerintah, seperti Kereta Cepat Jakarta Bandung, merampas lahan masyarakat yang terdampak, seperti lahan pertanian hingga sumber daya alam.
“Selain itu banyak sekali pembangunan strategi nasional yang di bandung, di Jawa Barat ini, teman-teman. Apakah semua pembangunan ini sudah pro rakyat atau belum? Bahkan tidak ada satupun pembangunan yang pro terhadap rakyat,” lanjut Maulida berorasi.
Salah satu musisi Kota Bandung, Herry Sutresna yang ikut dalam Aksi Kamisan menyebut semakin dipercepatnya pembangunan strategi nasional, berarti mempercepat juga penindasan kepada masyarakat. Ucok, begitu ia dikenal melanjutkan bahwa pelanggaran atas nama pembangunan terjadi karena disahkannya UU Omnibus law yang memberi karpet merah bagi pengusaha.
“Selama prosedur-prosedur yang selama ini membuat banyak warga ditindas, haknya itu masih ada. Apalagi dengan omnibus law itu dikasih karpet merah artinya begitu, jadi dalam waktu ke depan, bukan waktu yang jauh banget, dalam waktu dekat itu sekarang sedang dalam proses skala besar perampasan hak-hak warga,” ujarnya di sela-sela Aksi Kamisan.
Negara tak Acuh, Pelanggaran Terus Terjadi
Pelanggaran HAM seperti peristiwa Rempang menjadi salah satu memoar yang melekat di ingatan masyarakat. Sebelum peristiwa rempang masih banyak lagi peristiwa pelanggaran lainnya, seperti; Halmahera, Wadas, Kulon Progo, Dago Elos, Kampung Bayam sampai Papua. Belum lagi tiga petani Pakel dan warga Rempang yang dikriminalisasi karena mempertahankan ruang hidupnya.
Hal tersebut dikatakan oleh salah satu peserta Aksi Kamisan, Ojan yang mengatakan negara tak acuh dalam menyelesaikan pelanggaran HAM. Selama Aksi Kamisan ini berlangsung sebut Ojan, pemerintah masih mempunyai tugas untuk menyelesaikannya.
Ojan menyayangkan, bukannya menyelesaikan permasalahan, pemerintah malah memberi jabatan kepada pelaku HAM. Ia menyebut sebanyak tujuh presiden berganti, penyelesaian HAM tidak pernah terjadi. Ojan mengatakan semua janji presiden dalam menuntaskan pelanggaran hanya janji belaka saat Pemilu dan menjadi omong kosong saat menjabat.
“Pada akhirnya yang diucapkan sama presiden, baik itu janji ketika Pemilunya, janji ketika mereka menemui keluarga korban itu hanya janji omong kosong belaka, karena juga di kabinet pemerintahannya sendiri baik itu di presiden sebelumnya maupun sekarang nyatanya terduga pelakunya tuh masih berkuasa dan masih menjabat di jabatan pemerintahan,” tegasnya.
Di sisi lain, Ucok menyebut banyaknya pelanggaran HAM di Papua terjadi karena pendekatan yang tidak mengedepankan dialog. Menurutnya, pendekatan militer dalam persoalan Papua malah membuat pelanggaran HAM terus terjadi. “Udah jelas suara Papua harus dikasihin sama (orang -red) Papua, dialog artinya, bukan kemudian pendekatan militer,” tutur Ucok.
Aksi Kamisan bukan komoditas politik
Belum lama ini, isu HAM dianggap sebagai alat komoditas untuk menyerang salah satu calon presiden. Hal tersebut menyeret nama Aksi Kamisan yang dianggap menjadi isu lima tahunan ketika kontestasi politik. Pernyataan tersebut dibantah oleh Ucok. Ia mengatakan kepentingan orang-orang yang menyeret Aksi Kamisan akan selalu ada.
“Buzzer-buzzer politik itu ya kepentingannya udah jelas, yang harus diperjelas adalah gaung isu dari kawan-kawan aksi kamisan ini,” ujarnya. Ia melanjutkan lebih penting menyuarakan dalang di balik pembunuhan Munir, ketimbang menanggapi buzzer politik yang tidak ada urgensinya.
Senada dengan Ucok, Ojan mengungkapkan tidak usah memedulikan narasi yang digaungkan bahwa Aksi Kamisan dicap sebagai alat komoditas politik. Apalagi menurutnya, orang yang memberi cap Aksi Kamisan sebagai alat jualan politik tidak pernah ikut dalam Kamisan.
Lebih dari itu, Ojan mengatakan selama tidak adanya penyelesaian kasus HAM, peserta Aksi Kamisan akan selalu ada. “Siapa pun yang menguasai pemerintahan saat ini atau di masa yang akan datang, buktinya pelanggaran HAM akan terus ada, tetapi akan ada juga orang-orang yang terus melawan, yang akan terus memperjuangkan hak-hak dasar manusia bakal terus ada,” tuturnya.
Ia juga melanjutkan Aksi Kamisan menurutnya merupakan sebuah momen pengingat sebagai episentrum perlawanan kepada negara yang akan terus dilakukan hingga pemenuhan hak-hak korban terpenuhi. Ojan menuturkan akan berhenti mengikuti agenda Aksi Kamisan jika negara memenuhi janjinya untuk menuntaskan pelanggaran HAM.
“Akan tetap berdiri terus di aksi kamisan kalau emang hak-hak korban dan penuntasan pelanggaran HAM-nya belum dilakukan, ya bakal terus bikin aksi kamisan aja,” tegasnya.
Di sisi lain, Ucok berharap ada regenerasi yang terus melanjutkan Aksi Kamisan untuk merawat ingatan dan menagih janji pemerintah untuk segera menuntaskan pelanggaran HAM. “Emang harusnya kawan-kawan yang lebih muda, supaya apa, bukan hanya soal energi, tapi juga momen pengingatnya, isunya, itu pindah dari generasi satu ke generasi lain,” tuturnya.
Reporter: Yopi Muharam/Suaka
Redaktur: Mohamad Akmal Albari/Suaka