Lintas Kampus

Vakansi: Sisi Lain Kolong Jembatan Pasupati

 

[Suakaonline]-Pesantren Kolong Nurul Hayat yang berada di Jl,Cihampelas Bandung tepat dibawah Flyover Pasupati telah berdiri sejak tahun 2011. Didirikan oleh Rifqi Basyarahil, pesantren ini  merupakan wadah atau tempat kumpulan anak jalanan yang bermukim, belajar dan bermain.


Di Pesantren ini ada sekitar dua puluhan anak jalanan yang putus sekolah karena himpitan ekonomi. Tak sedikit juga dari mereka yang ditinggal oleh orangtuanya sehingga mereka memilih tinggal di Pesantren Kolong Nurul Hayat untuk melepas lelah dan berbagi aktivitas dengan teman lainnya.


Meski  hidup dan tinggal di bawah kolong Flyover Pasupati yang berukuran 4x5m, banyak aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan di Pesantren ini, khususnya kegiatan baca tulis Al-Quran.


Rifqi Basyarahil, pengagas Pesantren Kolong Nurul Hayat yang mempunyai profesi sebagai pemilik penerbitan buku, berharap anak-anak asuhnya di bawah kolong jembatan yang notabene muslim tersebut tidak buta aqidah dan al-Quran, serta tidak buta bembaca, menulis dan berhitung.


“Minat dan bakatnya terakomodir dan terkontrol dengan adanya pesantren ini,” ujar Rifqi, Kamis (11/04).


Harapan serupa datang dari salah seorang donator sekaligus guru baca tulis Al-Quran di Pesantren Kolong Nurul Hayat, Ida. Ia mengatakan bahwa dengan membina dan membekali akhlak yang baik maka anak-anak yang hidup terlantar mempunyai bekal aqidah yang kuat. Ia pun memiliki keinginan untuk mendirikan madrasyah yang layak untuk anak-anak jalanan.


“Agar mereka bisa hidup nyaman dan aman dibandingkan hidup di bawah fy over,” kata Ida saat ditemui di waktu yang sama.


Salah satu penghuni Pesantren Kolong Nurul Hayat Surya Kustian yang ditinggal pergi oleh kedua orangtuanya, telah hidup di Pesantren Kolong Nurul Hayat sejak tahun 2011 lalu bersama kakak kandungnya.


Di usianya yang sangat muda, Surya bekerja sebagai pengamen di stopan Cihampelas. Alasan ia  memilih hidup di jalanan adalah karena himpitan ekonomi yang menimpanya.


“Dengan mengamen saya bisa hidup, meskipun saya mempunyai banyak saudara namun saya tidak bisa bergantung hidup kepada mereka, karna kita sama-sama memperjuangkan hidup masing-masing,” ujar bocah berusia 12 tahun tersebut saat ditemui di pesantren.


 

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas