Kampusiana

Mengkritisi Penggusuran Lewat Cerita Dhemit

Dhemit menjadi pementasan kedua dalam acara rangkaian milad Teater Awal yang ke-30 di Aula Abdjan Soelaeman, Selasa (19/9/2017). (Septian Setiawan/ Suaka)

 

SUAKAONLINE.COM – Genap berusia kepala tiga, Teater Awal menggelar rangkaian milad dengan tema ‘Tiga Dekade Mahakarya Tak Terbatas’. Tak tanggung-tanggung  tiga pementasan digelar selama empat malam berturut-turut, diawali dengan cerita  Kereta kencana garapan sutradara Amen Husein, Dhemit garapan Ekky Abeng dan ditutup oleh Juragan Hajat yang disutradarai Martinus.

Pementasan Dhemit atau yang dalam bahasa Indonesia berarti setan ini digelar di gedung Abdjan Soelaiman, Selasa (19/9/2017). Ekky Abeng sang sutradara mencoba mengkritik keadaan  sosial yang sekarang sedang marak yaitu penggusuran dengan menariknya kedalam perseturuan bangsa manusia dan bangsa Dhemit atau setan.

Dikutip dari catatan sutradara Dhemit, Ekky  mengaku menjadi sutradara adalah sebuah hal yang menarik. “Menjadi sutradara dalam sebuah pementasan merupakan suatu pengalaman yang menarik, dimana siapapun mampu melakukan  bahkan mungkin juga akan merasa tidak mampu,” ungkapnya.

Berawal disebuah desa terdapat pohon yang menjadi kediaman sang lurah Dhemit ingin coba digusur oleh seorang kontraktor licik yang selalu ditemai konsultan cantiknya, Suli. Karena merasa terganggu dengan kedatangan manusia yang akan mengancam keberlangsungan hidup para Dhemit, akhirnya genderewo dan setan yang lain mepunyai ide untuk menculik Suli dan menyanderanya walau tampaknya ini akan mendapat penolakan dari lurah jin karena merupakan tindakan tidak terpuji.

Sosok Suli yang oleh kontraktor dianggap tangan kanan dan bagian penting dari bisnis ini akhirnya berusaha diselamatkan dengan meminta bantuan dukun setempat walau harus melakukan perundingan alot dengan para Dhemit.

Dhemit akhirnya bersedia melepaskan suli dengan jaminan pohon prehnya tidak di tebang tapi ternyata si kontraktor ingkar dan tetap ingin menebang pohon. Ternyata keadaan berkata lain bukannya keuntungan yang ada tapi celaka yang akhirnya dirasakan si kontraktor karena kerakusannya mencaplok tanah yang ditinggali bangsa dhemit.

 

Reporter : Septian Setiawan

Redaktur : Dadan M. Ridwan

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas