Kampusiana

Minim Transparansi, Tumpang Tindih Koordinasi KKN Moderasi Beragama

Ilustrasi: M. Shibgoh Kuncoro P./Suaka

SUAKAONLINE.COM – Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Moderasi Beragama yang dinaungi oleh Rumah Moderasi Beragama (RMB) berjalan tanpa sosialisasi resmi. Beberapa mahasiswa mengaku baru mengetahui informasi program melalui jalur informal. Sementara itu, pernyataan berbeda dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) dan RMB mengenai pihak yang bertanggung jawab atas penyebaran informasi menimbulkan tanda tanya terkait koordinasi internal pelaksana.

KKN Moderasi Beragama merupakan program nasional Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia yang bertujuan menanamkan nilai toleransi, inklusivitas, dan moderasi beragama di masyarakat. Sebagai agenda strategis, publikasi dan seleksi peserta idealnya dilakukan secara terbuka dan merata. Namun, sejumlah temuan di lapangan menunjukkan perlunya evaluasi terhadap aspek transparansi dan pemerataan informasi.

Salah satu peserta KKN Moderasi Beragama di Ciwidey, Alya (bukan nama sebenarnya) mengaku pertama kali mengetahui program tersebut bukan dari pihak kampus. Informasi awal ia peroleh dari pesan yang beredar di grup angkatan. Tak ada sosialisasi resmi atau pengumuman terbuka dari institusi.

“Aku pertama kali tahu itu dari grup angkatan. Waktu itu ada yang nge-chat di grup, bilang kalau yang mau ikut KKN Moderasi di Ciwidey boleh japri. Nah, aku japri orang itu, terus dari situ baru tahu kalau ternyata KKN Moderasi yang dimaksud itu dinaungi Rumah Moderasi Beragama. Tapi kalau soal sosialisasi formal dari kampus, itu nggak ada sama sekali,” ujar Alya saat diwawancarai melalui WhatsApp dengan Suaka, Jum’at (13/06/2025).

Alya melanjutkan bahwa informasi mengenai program tersebut disampaikan secara singkat dan tanpa penjelasan memadai. “Di grup hanya ditulis ‘KKN Moderasi CWD’ tanpa ada penjelasan lanjutan. Kalau nggak tanya secara pribadi, ya nggak akan tahu detailnya. Banyak teman bahkan nggak sadar kalau itu bagian dari program nasional,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan mahasiswa Fakultas Ushuluddin yang juga menjadi peserta, Albert (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan bahwa komunikasi tentang program dilakukan secara informal menjelang pelaksanaan. “Dari Rumah Moderasi saya dapat kabar, ke teman-teman lain juga infonya baru muncul di H-berapa sebelum KKN. Sebelumnya nggak ada pemberitahuan dari kampus,” ungkap Albert kepada Suaka,  Minggu (15/06/2025).

Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa akses informasi hanya tersedia bagi mereka yang berada dalam jaringan komunikasi informal, seperti grup angkatan atau kenalan pribadi. Tidak ada kanal informasi resmi seperti media sosial kampus, website LP2M, instagram RMB atau pengumuman fakultas yang digunakan sebagai medium penyebaran.

Dua Unit Kampus Saling Lempar Tanggung Jawab

Saat Suaka meminta keterangan, Direktur Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN SGD Bandung, Usep Rostandi, menyebut bahwa tanggung jawab sosialisasi program berada di tangan LP2M, bukan pihaknya. Ia menegaskan bahwa Rumah Moderasi hanya bertanggung jawab terhadap substansi program, seperti materi moderasi beragama, pelatihan nilai-nilai pluralisme, dan penguatan wawasan kebangsaan.

Usep Rostandi menerangkan bahwa pihaknya hanya bertugas menjelaskan substansi program Moderasi Beragama. “Dari kami hanya menjelaskan seputar isi program moderasi beragama. Tapi kalau soal sosialisasi teknis ke mahasiswa, itu wewenangnya LP2M,” ujar Usep saat diwawancarai Suaka, Rabu (04/06/2025).

Namun pernyataan berbeda muncul dari pihak LP2M. Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat LP2M, Aep Kusnawan mengungkapkan bahwa setelah terjadi perubahan lokasi pelaksanaan KKN dari Sukabumi ke Kabupaten Bandung, seluruh urusan teknis, termasuk perekrutan dan publikasi, menjadi tanggung jawab Rumah Moderasi Beragama (RMB).

Ia menjelaskan bahwa pada awalnya program KKN Moderasi Beragama dirancang bersama antara LP2M dan Rumah Moderasi. Namun setelah terjadi perubahan lokasi, seluruh pelaksanaan diserahkan sepenuhnya kepada Rumah Moderasi. “Awalnya memang kami rancang bersama. Tapi setelah berubah lokasi, semuanya di-handle oleh Rumah Moderasi. Kami hanya memfasilitasi aspek administratif dan akademik,” jelas Aep,  Rabu (04/06/2025).

Pernyataan yang saling bertolak belakang ini memunculkan dugaan adanya tumpang tindih koordinasi internal antara dua unit penting kampus. Situasi ini diperparah oleh tidak adanya satu pintu informasi yang jelas, sehingga mahasiswa tidak mengetahui kepada siapa mereka seharusnya bertanya atau memperoleh informasi resmi.

Sosialisasi yang Seolah-olah Tertutup

Kondisi minimnya penyampaian informasi berdampak pada pemahaman mahasiswa terhadap program KKN Moderasi Beragama. Banyak yang merasa kebingungan karena tidak mendapatkan penjelasan utuh sejak awal. Alya, salah satu peserta, mengaku kecewa. Ia mengetahui program hanya dari ajakan teman tanpa penjelasan resmi. Selama proses, ia merasa kurang siap dan tidak memahami arah kegiatan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa program disampaikan secara tergesa dan tertutup.

Ia mengujarkan bahwa “Menurut aku pribadi, penyebarannya masih kurang optimal. Bisa dibilang bukan sosialisasi. Karena real-nya ya cuma japri-japrian, bukan disebarkan secara umum. Penjelasannya juga umum banget, jadi kita nggak benar-benar tahu detailnya,” ujar Alya.

Bahkan dalam pengakuannya, Alya menyebut informasi program sengaja tidak disebarluaskan secara terbuka karena alasan keterbatasan kuota. Namun pendekatan tertutup ini menimbulkan pertanyaan etis. Mahasiswa mempertanyakan transparansi dan aksesibilitas program yang seharusnya inklusif. Keterbatasan kuota bukan alasan untuk membatasi informasi. Justru keterbukaan penting agar semua mahasiswa memiliki kesempatan yang setara.

Lalu ia mengaku “Kalo dari yang aku dengar, infonya itu sengaja nggak disebar luas karena kuotanya terbatas. Tapi tetap aja, ya harusnya diumumkan terbuka dulu, nah lalu diseleksi kalau memang kuotanya beneran sedikit. Jangan seolah ditutup-tutupi,” tutupnya.

Bukan hanya Alya, Albert pun menjelaskan bahwa penyebaran informasi KKN Moderasi Beragama disesuaikan dengan keterbatasan kuota peserta. “Yang saya dengar memang karena kuotanya terbatas, jadi penyebaran informasinya dibatasi juga. Tapi tetap saja, informasinya seharusnya disampaikan lebih awal,” jelas Albert.

Meskipun bertujuan menanamkan nilai-nilai moderasi yang inklusif dan terbuka, penyampaian informasi terkait program KKN Moderasi Beragama dinilai masih belum merata. Sejumlah mahasiswa mengaku mengetahui program ini hanya melalui jalur informal, seperti pesan di grup angkatan atau ajakan pribadi. Hingga kini, belum ditemukan adanya sosialisasi resmi dari pihak kampus, sehingga program tersebut terkesan disampaikan secara tertutup.

Reporter: Guntur Saputra/Suaka

Redaktur: Rafi Taufiq/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas