
Husein bin Ja’far Al Hadar menyampaikan materi mengenai “Menemukan Jalan Cinta Ilahi melalui Hijrah dan Self Healing” di Aula Gedung Anwar Musaddad, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Minggu (2/11/2025). (Foto: Intan Nurfatimah/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSSMoRA) UIN SGD Bandung menggelar Dialog Cafe bertajuk “Menemukan Jalan Cinta Ilahi Melalui Hijrah dan Self Healing” di Gedung Anwar Musaddad, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Minggu (2/11/2025). Dialog ini menyoroti masalah hijrah dan self healing yang sedang trending.
Ketua Umum CSSMoRA, Muhammad Faraby Thahrurrasyid, dalam sambutannya mengatakan gelaran acara ini merupakan hasil kolaborasi CSSMoRA dengan Rumah Moderasi Beragama UIN SGD Bandung. Ia menyebut acara ini bertujuan untuk menjadi wadah bagi mereka yang hendak menemukan jalan hidup yang bermakna. “Melalui dialog kegiatan cafe ini kami harap tercipta ruang diskusi terbuka dan penuh makna,” jelasnya.
Sementara itu Steering Committee, Amalia Mufidah menjelaskan tema ini dipilih karena relevan dengan semangat CSSMoRA yang telah berdiri selama dua belas tahun. Ia menilai bahwa tajuk dialog yang dipilih relevan dengan kehidupan anak muda saat ini. “Kami ingin menghadirkan diskusi yang tidak hanya berkutat di lingkungan pesantren, tetapi juga menyentuh isu yang dekat dengan anak muda,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya mengundang Habib Husein Ja’far Al Hadar atau yang sering disapa Habib Ja’far sebagai narasumber dalam dialog cafe kali ini. Selain karena selaras dengan tajuk dialog, Habib Ja’far dinilai sebagai salah satu tokoh moderat serta digandrungi anak muda. “Karena Habib Ja’far termasuk orang yang moderat, namanya juga tenar di anak-anak muda sekarang makannya ini bisa menggaet lebih banyak audiens,” jelasnya.
Dalam ceramahnya, Habib Ja’far menyoroti pentingnya moderasi beragama dan kesehatan mental dalam kehidupan modern. Berdasarkan riset Kompas pada 2024 mencatat 32 juta masyarakat Indonesia mengalami gangguan mental yang menurutnya, hal ini merupakan akibat dari pengajaran agama yang salah selama ini. “Agama bisa menjadi sumber ketenangan, tetapi juga bisa jadi sumber stres jika diajarkan dengan doktrin ketakutan, Islam yang diajarkan dengan cinta kasih akan menjadi solusi bagi masalah mental seharusnya,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa moderasi beragama adalah kunci dalam menjaga keseimbangan spiritual dan emosional. Moderasi itu tidak berarti acuh tak acuh dalam menghadapi persoalan yang ada, tetapi harus mengambil sikap apakah mendukung ataupun menolak asalkan diniai secara proporsional. “Moderasi itu bukan berarti kita tidak boleh memihak, kita harus memihak kepada yang benar tetapi dengan cara bijak dan penuh kasih,” tegasnya.
Pada tiga puluh menit terakhir ceramahnya, Ia menyinggung masalah yang sering dibicarakan anak-anak muda zaman sekarang, yaitu hijrah dan self healing. Ia menyoroti banyak kasus bunuh diri lantaran tidak menemukan self healing-nya sendiri sehingga merasa dirinya tidak bermakna. Menurutnya, kunci mengatasi frustasi dalam hidup adalah menemukan makna hidup itu sendiri. “Kuncinya bagaimana kita memaknai hidup yang apa adanya menjadi hidup yang ada apanya,” tuturnya.
Menyoal hijrah, ia menyebut bahwa hal itu bukan sekadar perubahan tempat dan style pakaian semata, melainkan konsistensi untuk terus berbenah menjadi pribadi yang lebih baik. Indikator kita hijrah adalah tidak merisaukan segala sesuatu yang akan terjadi pada diri sendiri. “Hijrah itu terus bergerak mencari makna hidup dan out put-nya anda tidak akan khawatir dengan masa lalu dan masa depan anda,” tuturnya.
Di akhir ceramahnya, ia mengajak sekaligus mengingatkan pentingnya self healing. Orang cerdas akan berfikir bagaimana caranya mengubah tatanan dunia, namun hal tersebut mungkin berbeda dengan seorang bijak akan merubah diri sendiri karena itulah esensi dari self healing. “Healing itu menemukan makna diri kita untuk mereflesikan makna hidup kita,” tutupnya.
Reporter: Muhamad Seha/Suaka
Redaktur: Mujahidah Aqilah/Suaka
