SUAKAONLINE.COM, Infografis – Kamu merasa Bandung semakin panas akhir-akhir ini? Bisa jadi bukan hanya perasaan. Kenyamanan kota tak hanya diukur dari megahnya infrastruktur, tetapi dari seberapa besar ruang bernapas yang dimilikinya. Sayangnya, di tengah laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang tak terkendali, keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung justru makin terpinggirkan. Padahal, RTH bukan sekadar penghias kota, melainkan penopang vital kualitas hidup masyarakat. Lantas, sejauh mana absennya RTH akan berdampak pada kehidupan warganya?
Penelitian Nawangsari dan Musaddun menegaskan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran vital dalam menopang keberlanjutan ekosistem kota. RTH berfungsi menyaring polusi udara, menjaga keanekaragaman hayati, serta melindungi cadangan air tanah, yang semuanya merupakan tiga elemen kunci dalam menentukan kualitas lingkungan hidup.
Lebih dari itu, Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga menghadirkan kenyamanan fisik dan mental bagi masyarakat yang sehari-harinya terpapar kepadatan dan kebisingan kota. Tanpa ruang hijau yang memadai, kualitas hidup warga ikut memburuk.
Masih dari penelitian yang sama, minimnya RTH terbukti berkorelasi dengan tingginya kadar polutan udara seperti karbon monoksida (CO) dan partikel debu. Temuan ini berasal dari studi kasus di Kota Semarang, namun relevansinya mencuat ketika melihat kondisi serupa yang kini juga dihadapi Kota Bandung.
Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terhubung, di antaranya kebijakan pemerintahan kota, perencanaan kawasan, aspek sosial, serta aspek ekologis yang terlibat di dalamnya. Adanya inkonsistensi dalam pelaksanaan peraturan daerah juga memperbesar jurang antara regulasi dan realisasi dalam upaya meningkatkan luas ruang terbuka hijau di Kota Bandung.
Menurut Nahla Rusiani dalam NUSANTARA: Journal of Science and Technology, pertumbuhan penduduk di Kota Bandung yang tidak selaras dengan kualitas infrastruktur menyebabkan berbagai masalah sosial dan lingkungan seperti banjir serta gangguan akibat sampah. Hal tersebut bisa diatasi dengan mengajak masyarakat untuk mengelola lingkungan melalui RTH.
Padahal, jika dikelola dengan baik, RTH bisa jadi jawaban dari berbagai problem perkotaan. LindungiHutan.com mencatat dua fungsi utama RTH, yaitu estetika dan sosial. RTH mempercantik wajah kota sekaligus menjadi ruang aman, nyaman, dan murah untuk berkumpul, berolahraga, bahkan mengekspresikan budaya.
Lebih lanjut, Juni Ekawati dalam Journal of Architectural Design and Urbanism menyebut bahwa penurunan kualitas udara di Bandung erat kaitannya dengan minimnya RTH dan meningkatnya dampak perubahan iklim. Salah satu dampaknya adalah urban heat island (UHI), yaitu ketika suhu di kawasan perkotaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya akibat dominasi beton dan aspal yang menyerap panas.
Studi ITB Journal of Geospatial menegaskan, bahwa terdapat hubungan antara tingkat kerapatan tumbuhan di suatu area (kerapatan vegetasi) dengan suhu permukaan. Jadi, berkurangnya RTH dapat menyebabkan suhu yang menjadi panas di kota Bandung.
Untuk mengatasi kurangnya RTH ini, Pemerintah Kota Bandung telah mengambil beberapa langkah, berupa pembangunan RTH di Hergarmanah dan pemanfaatan lahan kosong di Binong. Dengan upaya-upaya ini, diharapkan Kota Bandung dapat mencapai proporsi RTH yang ideal, hingga mampu mengurangi UHI, dan menyediakan sarana rekreasi bagi masyarakat.
Peneliti: Rafif Asya Andika dan Hasna Inasya/Magang
Redaktur: Sabrina Nurbalqis/Suaka
Sumber: Berbagai Sumber