SUAKAONLINE.COM, Infografis – Pada Januari lalu, Kementerian Agama resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024. Secara garis besar, peraturan ini menekankan pentingnya penyediaan Akomodasi yang Layak (AYL) terhadap peserta didik penyandang disabilitas yang berada pada lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama. Mengacu pada peraturan tersebut, terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan agar dapat menyandang label “inklusif”.
Akomodasi yang dimaksud seperti penyediaan dukungan anggaran dan/atau bantuan pendanaan, penyediaan sarana dan prasarana, penyiapan dan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta penyediaan kurikulum. Selain itu, di dalam Pasal 24 disebutkan bahwa pemenuhan akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas juga perlu didukung dengan pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) pada jenjang pendidikan usia dini formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi keagamaan.
Pembentukan ULD di lingkungan perguruan tinggi sangat penting sebagai langkah awal bagi terjaminnya kenyamanan mahasiswa penyandang disabilitas, terlebih bagi kampus yang sudah mengaku sebagai kampus inklusif. Namun, pembentukan ULD di lingkungan perguruan tinggi keagamaan sebagai respon atas PM Agama No. 1 Tahun 2024 belum terealisasikan sepenuhnya. Sejauh ini, belum ada satu pun perguruan tinggi keagamaan yang membentuk ULD setelah keluarnya regulasi tersebut, kecuali UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memang sudah mendirikan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) sejak tahun 2007.
UIN SUKA Yogyakarta adalah kampus pelopor ramah disabilitas di lingkungan perguruan tinggi keagamaan jauh sebelum adanya regulasi nasional. Pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa disabilitas bersifat on-demand, artinya sesuai dengan permintaan mahasiswa, karena ada beberapa rekan disabilitas yang memilih untuk mandiri.
Langkah UIN SUKA Yogyakarta terhadap pemenuhan hak-hak mahasiswa disabilitas ini patut untuk dijadikan contoh, khususnya bagi kampus-kampus UIN yang sudah berkomitmen sebagai kampus inklusif. Padahal, menurut regulasi nasional yang ada, salah satu syarat kampus inklusif yaitu memiliki ULD sebagai pembuka kesempatan dalam memahami kebutuhan penyandang disabilitas.
Berkaca dari hal tersebut, hingga saat ini UIN SGD Bandung sama sekali belum terlihat adanya langkah nyata sebagai kampus inklusif, seperti membuat regulasi yang mengatur aksesibilitas mahasiswa penyandang disabilitas ataupun membentuk ULD. Tentu, hal ini menimbulkan pertanyaan terkait komitmen UIN SGD Bandung sebagai kampus inklusif yang terbuka bagi siapa pun.
Mengutip dari tabloid Suaka Edisi Oktober 2023, Rektor Rosihon Anwar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Rektor I pernah mengatakan bahwa Ia selalu menyinggung persoalan mengenai disabilitas ketika rapat pimpinan berlangsung. Namun, hingga saat ini UIN SGD Bandung belum memiliki Surat Keputusan (SK) Rektor yang mengatur persoalan terkait sarana dan prasarana untuk rekan-rekan difabel. Persoalan ini tentu tidak boleh dianggurkan begitu lama, mengingat jumlah mahasiswa penyandang disabilitas terus bertambah setiap tahunnya.
Peneliti: Eka Ahmad Rifa’i/Peserta Suaka Dedikasi
Redaktur: Ighna Karimah Nurnajah/Suaka
Sumber: jdih.kemenag.go.id, suakaonline.com