SUAKAONLINE.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung bersama Sahabat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Sawa Walhi Jabar) dan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Universitas Pendidikan Indonesia (UKSK UPI) mengadakan nonton bareng dan diskusi di Kantor LBH Bandung, Jl. Kalijati Indah, Antapani, Kota Bandung, Sabtu (9/12/2023). Kegiatan ini mengangkat tema “Kedudukan Perempuan dan Budaya dalam Perjuangan Ekologi”.
Pemateri dari UKSK UPI, Rahma Husna menyampaikan materi perspektif ekofeminisme yang mendorong partisipasi perempuan dalam menyelamatkan lingkungan. Hal ini dimulai saat masa komunal primitif setelah nomaden dilakukan pembagian kerja, laki-laki berburu dan perempuan menjaga alam dengan bertani. Rahma berujar, alam dan perempuan memiliki kesamaan, yaitu ditindas sekaligus menjadi hal keramat dan suci.
“Contoh Srikandi Kendeng, di daerah Kendeng pertanian mau diubah menjadi pertambangan, tetapi tokoh perempuan di sana berhasil menjadi garda terdepan dalam penyelamatan dan mereka 12 orang perempuan sampai menyemen kaki mereka di depan istana. Satu minggu setelahnya tidak ada respon dari pemerintah dan satu orang diantaranya meninggal,” ujar Rahma dalam pemateriannya, Sabtu (9/12/2023).
Jika dilihat dari perspektif budaya, agama dan kepercayaan, pemateri dari Sahabat Walhi Jabar, Risam menjelaskan perihal periodisasi antara agama dan lingkungan. Pertama, homo religius yaitu agama melihat alam sebagai suatu yang sakral. Kemudian homo ekonomikus, alam semesta dilihat sebagai untung rugi. Lalu, homo ekologikus, merawat lingkungan berdasarkan keprihatinan. Terakhir, homo ekoreligius, berasal dari paham keselamatan agama.
Saat pematerian, Risam menambahkan banyaknya penggundulan hutan serta eksploitasi terhadap lingkungan karena kebebasan demokrasi dan manusia memandang dirinya lebih unggul dari makhluk lain (antroposentris). “Jika kita lihat literatur agama, khususnya agama Islam itu rahmatallilalamin untuk alam bukan rahmatallinnas. Kalau rahmatallinnas sebatas manusia, tentu agama menghalalkan eksploitasi. Tapi, agama itu rahmatallilalamin,” katanya
Di samping itu, salah satu peserta sekaligus mahasiswa UIN SGD Bandung jurusan Ilmu Politik semester lima, Fariz Abiyyu mengatakan bahwa kebudayaan dan kepercayaan yang ada di Indonesia sangat mempengaruhi kelestarian alam. Berbicara tentang kepercayaan yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, salah satunya Sunda Wiwitan, Fariz menilai bahwa kajian dari Sunda Wiwitan juga memiliki pengaruh terhadap alam.
“Ada satu kepercayaan di Sunda Wiwitan itu bahwasannya alam itu sebagai tuhan mereka, mereka hidup dari alam dan hidup untuk alam. Bukan dari kepercayaan Sunda Wiwitan mempengaruhi alam tapi dari kajian-kajian yang ada dalam Sunda Wiwitan yang mengarah ke alam” ujar Fariz saat diwawancara Suaka.
Lebih lanjut, Faris atau yang lebih akrab disaba Abi ini sangat menyayangkan tindak tanduk pemerintah yang dianggap tak acuh terhadap alam dan hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Setali dengan Abi, pemateri dari LBH Bandung, Dalwa menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin dan memenuhi kepentingan rakyat, salah satunya hak atas tanah yang menjadi Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pemateriannya, Dalwa menyampaikan ada tiga kewajiban negara terhadap HAM, yaitu melindungi, menghormati, dan memenuhi. Turun tangan melindungi hak warga dari penggusuran, kemudian menghormati hak warga jangan ikut merampas, serta memenuhi aturan hukum dan administrasi yang berpihak pada rakyat. “Alih-alih melakukan tiga hal tadi, negara masih menjadi aktor utama dalam pelanggaran hak atas tanah di Indonesia,” tutupnya.
Selain diskusi, acara ini juga melakukan nonton bareng film “Semes7a” yang menceritakan mengenai tujuh tokoh inspiratif dari tujuh provinsi di Indonesia, yaitu Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, DI Yogyakarta dan Jakarta. Tujuh tokoh inspiratif tersebut melestarikan dan menjaga alam dengan agama, kebudayaan dan kepercayaan di daerah mereka masing-masing.
Reporter: Nia Nur Fadillah/Suaka
Redaktur: Mohamad Akmal Albari/Suaka