Hukum dan Kriminal

Perempuan Menuntut Keadilan

Salah seorang massa dari Komite Aksi Hari Perempuan Internasional (HPI) Bandung Raya, berorasi diatas mobil komando Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dalam aksi memperingati Hari Perempuan Internasional di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (8/3/2018).(Shania Anar/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Komite Aksi Hari Perempuan Internasional (HPI) Bandung Raya yang tergabung dari beberapa organisasi dan komunitas mahasiswa Bandung dan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), berkonsolidasi melakukan aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (8/3/2018). Aksi tersebut, selain bentuk memperingati Hari Perempuan Internasional, juga menuntut keadilan kepada pemerintah khususnya bagi kaum perempuan dari berbagai sektor di Indonesia.

Massa aksi menuntut penghapusan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya akan menyengsarakan rakyat, serta menuntut penyelesaian persoalan-persoalan perempuan dari berbagai sektor yang mengalami penindasan dan penghisapan oleh sistem yang saling berkaitan yakni feodalisme, kapitalis birokrat, dan imperialisme.

Ada sepuluh tuntutan yang diserukan oleh Konfederasi KASBI, beberapa diantara adalah harus dicabutnya Peraturan Pemerintah mengenai penangguhan upah (Inpres no. 9/2014) yang merupakan sumber diskriminasi upah perempuan, stop Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruh perempuan hamil dan berikan jaminan keamanan terhadap buruh perempuan di tempat kerja atau di tempat umum, serta tolak RUU KUHP.

Salah satu seorang massa dari Komite Aksi HPI Bandung Raya, Nadya Alfi mengatakan, massa menyerukan tuntutan lain kepada pemerintah khususnya bagi kaum perempuan yang tidak hanya berfokus pada sektor buruh, tetapi pada sektor pertanian, pendidikan, kaum miskin kota dan sebagainya.

“Permasalahan secara umum juga masalah perempuan, karena kita terdiri dari beberapa sektor, kita menginventariskan beberapa isu-isu seperti disektor pendidikan, mahalnya biaya kuliah setelah diterapkannya UKT atau BKT memunculkan masalah baru khususnya bagi kaum perempuan,” ujarnya berapi – api. “Bahkan sampai ada kasus yang pernah saya dengar, karena gak bisa bayar kuliah ada seorang mahasiswi rela menjual dirinya.”

Dalam aksi ini, salah seorang massa aksi, Ajeng sangat disayangkan masih banyak kebijakan pemerintah yang memicu pendiskriminasian terhadap kaum perempuan di negara Indonesia. Diantaranya Perpu Ormas, UU MD3, RKUHP, hingga PP No. 60 tahun 2007, yang akan membatasi kebebasan kaum perempuan untuk berorganisasi dan berserikat, “Di Negara yang katanya demokratis ini masih banyak kebijakan yang merugikan perempuan. Negeri demokrasi masih mendiskriminasi perempuan,” serunya.

Lemahnya Pengawasan Pemerintah Terhadap Buruh Perempuan

Konfederasi KASBI dalam orasinya mengemukakan, hak-hak buruh perempuan hanya sekedar diatas kertas saja. Banyak kaum buruh perempuan menjadi korban atas penindasan yang dilakukan oleh pengusaha nakal, hal ini dikarenakan pengawasan negara yang sangat lemah. Tidak sedikit buruh perempuan yang diputus kontrak atau di PHK karena hamil. Bahkan buruh perempuan menjadi tumbal upah murah dengan adanya diskriminasi upah di sektor padat karya yang merupakan unggulan ekspor dan penyumbang devisa negara.

Tidak hanya berorasi, Konferedasi KASBI juga mempersembahkan sebuah teatrikal yang diangkat dari kisah nyata. Seorang buruh perempuan yang bekerja di salah satu pabrik di Bandung. Teatrikal ini menceritakan, kisah pilu seorang buruh perempuan yang sedang hamil besar, yang mendapatkan penindasan dari tempat ia bekerja. Aksi teatrikal ini ditujukan agar semua orang sadar, bahwa masih adanya penindasan yang dilakukan oleh pihak pabrik terhadap kaum buruh perempuan.

 

Reporter : Shania Anwar/Magang

Redaktur : Nizar Al Fadillah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas