Siaran Pers

TAJI Kecam Perampasan Kamera dan Pemukulan Terhadap Jurnalis oleh Polisi

 

(Dok. Pikiran rakyat)

Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI) mengecam tindakan aparat kepolisian Polrestabes Bandung yang menghalangi jurnalis saat meliput aksi penolakan Rumah Deret di Kantor Walikota Bandung, Jalan Wastukencana Kota Bandung, Kamis siang (12/4). TAJI juga mengecam tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap massa aksi.

Aksi kekerasan tersebut menimpa Jurnalis Pers Mahasiswa Suaka Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Muhammad Iqbal, yang sedang melakukan tugas jurnalitstiknya. Saat itu, Iqbal sedang meliput aksi penolakan pembangunan Rumah Deret di Gerbang Kantor Walikota Bandung, Kamis siang (12/4). Di lokasi, Iqbal mengambil gambar beberapa anggota polisi tengah menyeret sejumlah peserta aksi.

Namun, saat tengah mengambil gambar, Iqbal ditarik oleh seorang anggota polisi. Anggota polisi yang diketahui dari Polrestabes Bandung itu langsung meminta kartu pers Iqbal. Saat itu juga Iqbal langsung memperlihatkan kartu persnya. Namun, polisi tersebut malah menarik Iqbal masuk ke dalam truk dalmas. Di sana Iqbal malah diintimidasi.

“Polisi itu minta kamera, dia minta foto-foto yang diambil saya dihapus. Tapi saya tolak. Polisi itu malah semakin menekan dan membawa saya masuk ke dalam truk. Di dalam truk saya diintimidasi,” kata Iqbal.

Iqbal meneruskan, polisi itu semakin menekannya. Akhirnya, foto-foto hasil jepretan Iqbal dihapus. Polisi itu pun menyita kartu pers dan mengambil foto muka Iqbal.

Tak hanya sampai situ, polisi tersebut melakulan kekerasan dengan cara menonjok wajah Iqbal sebanyak dua kali. Hingga pelipis wajah Iqbal saat ini mengalami memar.

“Saya kan posisi di dalam pos, abis solat ashar, sudah ada dua orang terkapar di dalam pos, lalu datang yang ketiga dan di ditendang oleh oknum saya coba melerai. Tapi saya jadi sasar polisi. Polisi bilang kamu pers yang tadi?. Apaan kamu! Terus saya bilang saya pers pak, saya pers. Ditonjok lah saya dua kali,” ujarnya.

Kelakuan polisi tersebut jelas telah melanggar Undang-undang Pers Nomor 40 Nomor Pasal 8, yang menyebutkan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya.

Selain itu, dalam UU Pers Pasal 18 menyebutkan, pihak yang menghalang-halangi tugas seorang jurnalis masuk dalam pelanggaran hukum pidana.

“Itu bentuk pelanggaran hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta,” ujar juru bicara TAJI, Ari Syahril Ramadhan Kamis (12/4).

Selain itu, TAJI juga mengecam tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap massa aksi. Menurut Ari, tindakan tersebut merupakan pemberangusan terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.

“Tiga massa aksi mengalami tindak kekerasan sehingga harus mendapatkan perawatan medis di RS Sariningsih,” terang Ari.

Untuk Itu, Tim Advokasi Jurnalis yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Jawa Barat dan Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung menyatakan sikap:

1.Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis.
2.Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk menghormati dan melindungi jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik.
3.Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil.
4.Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk menghormati dan melindungi hak publik untuk menyampaikan pendapat.

Narahubung:
Ari Syahril Ramadhan 087824412391
Hardiansyah 081373240557

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas