
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kesadaran Aksi Mahasiswa UIN (KAMU), melakukan aksi masa di depan Gedung O. Djauharuddin AR, Rabu (16/5/2018). Aksi ini bertujuan untuk menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sudah terjadi berturut-turut beberapa tahun kebelakang. (Yosep Saepul Ramdan/ Suaka)
SUAKAONLINE.COM – “Revolusi! Revolusi! Revolusi!,” terdengar teriakan penuh semangat dari depan Gedung O. Djauharuddin AR. Suara itu berasal dari puluhan mahasiswa yang melakukan aksi masa yang tergabung dalam Aliansi Kesadaran Aksi Mahasiswa UIN (KAMU), sembari membawa banner bertuliskan seruan penolakan terhadap kenaikan UKT.
Aksi ini merupakan bentuk kesadaran mahasiswa atas kenaikan nominal UKT setiap tahunnya serta bertambahnya kelompok kategori nominal UKT pada tahun ajaran 2018 yang asalnya lima kategori menjadi tujuh kategori pembayaran.
Komandan Lapangan aksi tersebut, Muhammad Iqbal Awaluddin menjelaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk reaksi dari mahasiswa yang mempertanyakan dasar pertimbangan kenaikan UKT tiap tahunnya. Dia mengungkapkan jika peningkatan angka UKT ini dialokasikan untuk fasilitas, dia mempertanyakan bukti ril peningkatan fasilitas tersebut.
Lebih lanjut Iqbal mengungkapkan bahwa mekanisme pengklasifikasian tidak jelas. Dia beranggapan bahwa tidak adanya poin beban tanggungan saat verifikasi itu menyebabkan tidak sesuainya mahasiswa menempati kelompok kategori UKT. Dia pun sedikit mengkritik soal penjaringan kelompok kategori dengan sistem aplikasi yang tidak akurat, sehingga ada mahasiswa yang menjadi korban karena penghasilan orang tua yang tidak sesuai dengan kategori yang didapat.
“kita meminta transparansi atas apa yang dilakukan, atas apa yang dilakukan kebijakan oleh birokrasi. Nah, transparansinya kita sudah tau bahwa sejak dua angkatan (2016-2017) tidak ada transparansi pada mahasiswa” ungkapnya, Rabu (16/5/2018).
Mengamini apa yang diungkapkan Iqbal, salah seorang peserta aksi yang enggan menyebutkan identitasnya mengungkapkan bahwa posisi kampus saat ini tidak berpihak terhadap rakyat miskin, Dengan pengkategorian uang kuliah yang begitu tinggi. Lebih lanjut dia beranggapan bahwa pendidikan yang merupakan hak bagi setiap anak bangsa tidak nyata di kampus ini.
Pria yang berpostur tinggi ini pun mengkritik terhadap hadirnya aparat diranah kampus. Dia mengungkapkan bahwa tak seharusnya polisi atau militer tidak berhak masuk ke ranah-ranah sipil sebagaimana termaktub dalam undang-undang.
“UU no. 12 tahun 2012 pasal 8 ayat 3 menekankan secara terang-terangan dan terbuka bahwa pendidikan tinggi mesti bebas, mimbar akademik didalam kampus mesti bebas. Persoalan hari ini polisi masuk kampus, dua mobil polisi ada didalam kampus letaknya merupakan intervensi yang nyata” pungkasnya, Rabu (16/3/2018).
Dalam aksi ini, Aliansi KAMU memberikan 11 poin tuntutan;
- Menolak kenaikan nominal UKT untuk angkatan 2018
- Transparansi kebijakan dan anggaran UKT/BKT selama 3 tahun terakhir
- Menuntut revisi ulang kategori UKT dari mulai angkatan 2016-2017 secara objektif dengan pertambahan poin verifikasi; beban keluarga dan gaji bersih orang tua
- Kembalikan ketetapan UKT pada KMA 289 tahun 2016 untuk angkatan 2017 dan 2018
- Hapus SK Rektor tentang drop out terhadap mahasiswa yang telat dua semester membayar UKT
- Penyediaan ruang publik untuk mimbar akademik
- Hapuskan peraturan tentang kewajiban bagi mahasiswa PBA (Pendidikan Bahasa Arab) untuk belajar di Pesantren Gomblay
- Pindahkan pemusatan mahasiswa Bidik Misi ke Ma’had Aly (Ma’had Kampus)
- Hapuskan jam malam yang menjadi penghambat kreativitas mahasiswa
- Tindak tegas pelecehan seksual terhadap mahasiswi oleh dosen atau tenaga pengajar dengan mengeluarkan SK pemberhentian
- Hentikan komersialisasi terhadap penggunaan fasilitas kampus oleh mahasiswa, dan tindak tegas praktek pungli yang dilakukan dosen ataupun pegawai.
Reporter : Yosep Saepul Ramdan
Redaktur : Muhamad Emiriza