SUAKAONLINE.COM- Massa aksi yang terdiri dari berbagai serikat buruh se-Jawa Barat menggelar aksi dalam rangka memperingati May Day yang dilaksanakan di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu (1/5/2024). Aksi ini mengangkat berbagai isu yang masih menjadi permasalahan bagi buruh dan belum terselesaikan oleh perusahaan maupun pemerintah.
Salah satu pengurus Federasi Serikat Buruh Militan (F-Sebumi), Syaiun menerangkan bahwa berbagai isu yang masih menjadi problematika perburuhan menjadi tuntutan dalam aksi ini, dengan harapan perusahaan maupun pemerintah memberi perhatian pada hal tersebut diantaranya problematika perburuhan kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, batas usia, dan lain sebagainya.
Syaiun juga berpendapat bahwa, para pengusaha di masa sekarang lebih memilih untuk memberikan batas minimum usia yang pada akhirnya para pekerja dipaksa untuk mengikuti aturan karena tersandera kebutuhan. “begini, pengusaha sekarang lebih mempekerjakannya yang mau dan ini dibikin agar kemudian buruh ini tersandera satu kebutuhan pokok yaitu hidup, yang akhirnya batas maksimum itu rancu lah tidak sesuai dengan undang-undang yang ada begitu, ” ungkapannya, Rabu (1/5/2024).
Di sisi lain Ketua Federasi Serikat Buruh Nasional (F-Sebumi), Aminah menekankan mengenai pemberian tugas dan pekerjaan yang sesuai dengan usia. Pemberian batas maksimum usia dalam penerimaan kerja bisa membatasi produktivitas masyarakat ketika usia lanjut, sedangkan banyak masyarakat yang masih memiliki banyak tanggungan dan kebutuhan saat usia lanjut.
“yang kami harapkan dari pemerintah itu sendiri menyediakan lapangan pekerjaan sesuai usia, contoh yang sudah tua ya mereka berikan dong pekerjaan yang tidak berat jadi disesuaikan dengan usia mereka supaya mereka juga tetap produktif, tidak hanya di rumah dan menunggu umur habis. Semuanya masyarakat Indonesia bisa melakukan sesuatu dan tidak hanya menjadi beban negara, karena saat ini usia kerja itu dibatasi maksimal 35 tahun, ” katanya.
Aminah juga menjelaskan bahwa kesejahteraan pekerja bukan hanya dilihat dari besaran upah yang diterima, Pada praktiknya banyak pekerja yang mendapat upah besar namun kehilangan hak nya, Jam kerja yang ditambah dan libur yang tidak diberikan. “Bahkan kita melihat dari besaran upah tetapi hak kawan-kawan banyak yang tidak ditunaikan, banyak juga yang upahnya besar tapi hak libur dan lembur mereka masih diambil oleh perusahaan, ” ungkapnya.
Selain itu, ternyata diskriminasi gender masih menjadi persoalan yang perlu diberi perhatian lebih. Pasalnya, banyak perusahaan yang masih mengkotak-kotakan pekerja berdasarkan gender, dan menganggap bahwa laki-laki unggul dalam bidang pekerjaan tertentu dibanding perempuan, bahkan perempuan dianggap tidak harus memiliki upah yang besar karena bukan kepala keluarga keluarga.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Komite Persiapan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif (Sindikasi) Bandung, Baskara Hendarto. “Ya perempuan yang dianggap bukan kepala keluarga itu hanya dianggap sebagai pelengkap saja, sehingga upah yang diterima terkadang tidak sebesar laki-laki. Apalagi di beberapa sektor kan kayak mesin gitu dianggap sebagai spesialisasi laki-laki jadi kalau ada perempuan ya dianggapnya tidak sesuai, ” ungkapnya.
Tuntutan lain datang dari peserta aksi, Baskara Hendarto juga mengeluhkan terkait hunian layak yang tak dapat perhatian dari perusahaan dan pemangku kebijakan. Menurutnya, perusahaan tidak memperhatikan besaran upah yang diberikan dengan harga properti yang terbilang tinggi. Sehingga banyak dari kelas pekerja yang sampai menumpang demi mendapatkan tempat tinggal.
“Ya kami mah yang penting bisa tinggal dengan layak, meskipun kecil ya minimal sirkulasinya lancar gitu, nah sekarang kan pembangunan properti diserahkan ke swasta yah jadi banyak penggelembungan harga properti pada akhirnya, kita juga sekarang upah hanya cukup untuk bertahan hidup aja gitu, bahkan buat cari tempat tinggal layak ya susah dengan upah segini sampe pada akhirnya beberapa harus menumpang, ” tutupnya.
Reporter: Rafi Taufiq/Suaka
Redaktur: Zidny Ilma/Suaka