SUAKAONLINE.COM, Infografis – Sejak awal kepemimpinannya pada 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membawa harapan baru bagi penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang telah lama terabaikan di Indonesia. Dilansir dari cnnindonesia.com, Jokowi secara tegas berjanji untuk menuntaskan sejumlah kasus besar pelanggaran HAM yang masih menjadi luka terbuka dalam sejarah bangsa. Janji ini memberikan optimisme di tengah masyarakat, terutama bagi korban dan keluarga korban yang sudah bertahun-tahun menanti keadilan.
Pada awalnya, janji Jokowi terkait HAM terdengar sangat kuat. Namun, setelah beberapa tahun, janji ini terasa “berkarat”. Mengutip dari kontras.org Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat bahwa dalam lima tahun perdana Jokowi, belum ada masalah HAM masa lalu yang dituntaskan secara tuntas. Penuntasan pelanggaran HAM di Indonesia masih didominasi oleh mekanisme rekonsiliasi atau jalur non-yudisial, yang dinilai tidak efektif oleh banyak pihak.
Di Papua, yang menjadi wilayah dengan sejarah panjang konflik dan pelanggaran HAM, Jokowi berjanji untuk mengutamakan pendekatan pembangunan dan dialog ketimbang kekerasan. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menekankan pentingnya kehadiran negara melalui pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan untuk menyelesaikan akar permasalahan di Papua. Janji ini juga mencakup upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah tersebut, termasuk dugaan kekerasan oleh aparat keamanan.
Namun, dalam prakteknya, pendekatan keamanan tetap dominan di Papua, dan pelanggaran HAM terus terjadi, terutama dalam operasi militer yang ditujukan untuk menumpas kelompok-kelompok separatis. Seperti kasus Paniai (2014), penyelesaian hukumnya berjalan sangat lambat. Kasus Paniai, yang melibatkan penembakan warga sipil oleh aparat keamanan, akhirnya dibawa ke Pengadilan HAM, tetapi hasilnya mengecewakan banyak pihak, karena hanya sebagian kecil dari pelaku yang diadili.
Salah satu janji besar Jokowi dalam penanganan kasus pelanggaran HAM adalah pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004. Di awal kepemimpinannya, Jokowi berjanji untuk membuka kembali penyelidikan kasus ini dan menuntut keadilan bagi Munir. Namun, hingga saat ini, pengungkapan kasus tersebut terkesan stagnan. Beberapa pelaku yang sudah diadili dianggap hanya bagian dari rantai bawah, sementara dalang utamanya tidak pernah diungkap secara jelas.
Janji Jokowi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat tidak dapat dilepaskan dari realitas politik di Indonesia. Salah satu faktor yang sering diangkat adalah kekuatan militer dan elit politik yang masih memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu melibatkan aparat keamanan, sehingga langkah untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut selalu terhambat oleh kekuatan politik yang mempertahankan status quo.
Janji penanganan pelanggaran HAM oleh Presiden Jokowi seringkali menjadi janji yang berkarat. Penanganannya masih didominasi oleh jalur non-yudisial yang tidak efektif. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat secara tuntas, diperlukan komitmen yang lebih serius dari pemerintah, termasuk penyelesaian melalui jalur yudisial dan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara adil dan bijaksana
Sumber : komnasham.go.id, voaindonesia.com, cnnindonesia.com, kontras.org
Peneliti : Khoirul Tamam/Suaka
Redaktur : Faiz Al Haq/Suaka