SUAKAONLINE.COM, Infografis—Sidang isbat merupakan ajang putusan atas hasil hisab maupun laporan rukyat dari seluruh titik observasi hilal di Indonesia. Sidang ini memberi kemantapan bagi umat muslim dalam melaksanakan ibadah, karena keputusan yang diambil dalam sidang isbat ini mempertimbangkan banyak aspek, sehingga pelaksanaannya menjadi kiblat mayoritas masyarakat dalam memutuskan datangnya bulan baru.
Melansir dari laman Kementerian Agama RI (Kemenag), sebelum Indonesia merdeka, penentuan bulan puasa masih dibebankan kepada ketua adat masing-masing daerah. Hingga pada tahun 1962, sidang isbat pertama kali diadakan. Pada periode tersebut, sidang diisi dengan paparan dari ulama, ahli, serta beberapa pandangan dari organisasi Islam dalam mengambil keputusan.
Beranjak ke tahun 1970, Kemenag secara resmi membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) yang bertugas di bawah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dengan berlandaskan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972. BHR kala itu beranggotakan para ulama, ahli, organisasi dan instansi terkait.
Memasuki periode pemerintahan Presiden Gus Dur, BHR terancam dibubarkan dengan alasan tidak mampu menjalankan tugasnya dalam hal penyeragaman hari raya Islam. Sehingga saat itu penentuannya terpecah. Beberapa kelompok melakukan pengamatan secara langsung terhadap hilal, serta kelompok lainnya melakukan perhitungan secara keilmuan astronomi.
Hingga menginjak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, BHR kembali bertugas dengan mengawinkan antara pengamatan langsung dengan penghitungan astronomi dalam penentuannya. Hingga saat ini, peran BHR masih bertahan dalam menyeragamkan penentuan awal bulan Islam, termasuk penentuan bulan suci Ramadan dan Idul Fitri.
Pelaksanaan sidang isbat dibagi ke dalam tiga tahap, tahap pertama merupakan pemaparan posisi hilal yang telah diteliti di berbagai titik pantau. Setelahnya memasuki tahap pemaparan pendapat dari masing-masing perwakilan peserta, kemudian diakhiri dengan persetujuan dan melakukan konferensi pers mengenai Keputusan Menteri Agama yang telah disepakati.
Ketika pelaksanaannya, sidang isbat turut mengundang Tim BHR, perwakilan ormas Islam, instansi terkait seperti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta perwakilan dari beberapa negara tetangga.
Berbagai pembaharuan turut mewarnai prosesi penentuan hilal. Salah satunya ketika diadakan pertemuan MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) pada tahun 2016. Pertemuan ini membuahkan kesepakatan baru mengenai kriteria tinggi bulan yang sebelumnya dua derajat, menjadi tiga derajat.
Penerapan sidang isbat seringkali mengundang perbedaan pendapat antara anggota ormas Islam, karena beberapa pihak menetapkan awal bulan yang berbeda dengan keputusan yang ditempuh pemerintah. Kendati demikian, sidang isbat hingga kini masih terus berjalan dan dijadikan momentum sakral dalam penentuan hari-hari besar umat muslim.
Peneliti: Fitri Lestari/Magang
Redaktur: Ighna Karimah Nurnajah/Suaka
Sumber: Kemenag.go.id, ramadan.tempo.co