Lintas Kampus

Kamisan Bandung, Jaminan Keselamatan dan Hak Buruh Belum Terpenuhi

Salah satu peserta aksi berorasi dalam Aksi Kamisan terkait solidaritas terhadap buruh yang belum mendapatkan hak Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/4/2024). (Foto: Khoirul Tamam/Magang).

SUAKAONLINE.COM- Aksi Kamisan Bandung melakukan aksi dengan tajuk “Menuju Mei Bulan Perlawanan dan Hari Perkabungan Buruh” di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/4/2024). Aksi ini dilakukan untuk mengkritisi pemerintah yang tidak memihak buruh sebagai masyarakat dan masih banyaknya hak buruh yang belum terpenuhi baik dari perusahaan maupun pemerintah.

Koordinator aksi, Bagas menyampaikan bahwa aksi ini dilakukan untuk mengenang para buruh yang sudah meninggal saat bekerja. Ia juga mengungkapkan, sampai saat ini masih banyak hak-hak yang belum diberikan perusahaan dan pemerintah kepada para buruh. Hak yang dimaksudkan yaitu jam kerja lebih dari 8 jam tapi dengan gaji yang kecil. Ia juga menilai bahwa masih banyak para buruh yang belum bisa menerima jaminan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

“Sejauh ini kita memandang bahwa pemerintah belum bisa memenuhi keinginan-keinginan dari para buruh. Itu terlihat dari bagaimana upah layak itu masih banyak tidak diterima oleh buruhnya. Bagaimana buruh dengan jam kerja panjang tapi diupah tidak sesuai dengan upah minimum di kota atau provinsi masing-masing,” katanya, Kamis (25/4/2024).

Salah satu peserta aksi sekaligus anggota dari Local Initiative for OSH Network (LION), Ajat Sudrajat menyoroti naiknya angka kecelakaan karena kerja. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, jumlah buruh yang mengalami kecelakaan saat bekerja pada tahun 2023 mencapai 370.747 orang. Menurutnya, dengan tinggi angka kecelakaan tersebut menjadi bukti pemerintah masih gagal dalam memberikan keamanan bagi para buruh.

“Angkanya justru semakin tinggi dan itu artinya bahwa pemerintah gagal, lagi-lagi gagal. Sama dengan pemerintahan sebelumnya mereka gagal untuk melindungi para pekerja. Paling mendasar, mereka para buruh tidak bisa lagi kembali pulang dalam keadaan selamat. Itu menjadi salah satu yang paling penting sebenarnya,” ungkapnya.

Di samping itu, Ajat juga menjelaskan bahwa keamanan dan keselamatan pekerja menjadi salah satu indikator perusahaan baik. “Jika kita bicara hak-hak pekerja itu ada upah, status kerja, dan hal-hal yang lain. Tapi sebenarnya pekerjaan yang sehat dan aman itu menjadi salah satu indikator penting keberhasilan atau seharusnya perbaikan dari hak para pekerja itu. Dan itu bisa menjadi salah satu indikasi apakah Perusahaan itu baik atau buruk,” jelasnya.

Namun, Ajat menyayangkan masih banyaknya pekerja buruh yang justru harus bekerja lebih dari 8 jam. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang-Undang pasal 77 ayat 2 poin b menyebutkan waktu kerja selama 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

“Kalau kita liat dari kesehatan buruh seharusnya buruh memiliki 8 jam kerja 8 jam sosialisasi 8 jam istirahat. Namun pada kenyataanya banyak yang melebihi jam kerja tersebut, buruh pun hanya bisa nurut karena takut kehilangan pekerjaannya sehingga apapun yang disuruh sama atasan, mereka nurut-nurut aja,” ucapnya.

Reporter: Khoirul Tamam/Magang

Redaktur: Nia Nur Fadillah/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas