Fokus

Menakar Jalannya Pembentukan Sema-U Berdasarkan Konstitusi

Ilustrasi oleh Nurul Fajri/SUAKA

Oleh Fadhila Rama

SUAKAONLINE.COM – Senat Mahasiswa (SEMA) tingkat Universitas sebagai lembaga legislatif tertinggi di kampus memiliki wewenang untuk membuat aturan serta landasan hukum guna mengatur aktivits kemahasiswaan di kampus. Pada bulan Maret tahun 2018 lalu, SEMA-U UIN Bandung sukses merumuskan Konstitusi Keluarga  Mahasiswa (KKM) UIN SGD Bandung. Peraturan ini bersifat definitif yang artinya sudah pasti/tidak bersifat sementara. Dengan disahkannya konsitusi ini berarti seluruh aktifitas kemahasiswaan dan segala bentuk regulasi tertulis; harus mengacu kepada konstitusi ini.

Baru-baru ini SEMA-U yang sudah habis masa kerjanya pada bulan September 2018 lalu dan harus segera lengser pun melakukan pembentukan kepanitiaan, yang terdiri dari panitia pengarah dan panitia pelaksana guna mengurusi seluruh persiapan pemilihan keanggotaan SEMA-U yang baru.

Landasan hukum yang digunakan jelas adalah KKM UIN Bandung dan secara lebih rinci dijelaskan dalam UU Senat Mahasiswa Universitas Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa. Dijelaskan pula bahwa seluruh sistem pemilihan pengurus Ormawa agar menyesuaikan dengan keputusan ini (BAB XIII tentang Ketentuan Peralihan pasal 23).

Hilangnya Demokrasi di Kampus

Dari kedaulatannya sudah pasti bahwa seluruh pelaksanaan aktifitas kemahasiswaan harus mengacu kepada Konstitusi ini. Dijelaskan pada pasal 20 Bab 9 tentang Sanksi bahwa apabila melanggar Konstitusi ini akan dikenakan sanksi berat berupa pembekuan organisasi mahasiswa.

Dari pasal per pasal yang tertuang dalam UU No. 2 tahun 2018 tentang Pemilihan Umum dijelaskan bahwa pemilihan anggota SEMA-U seharusnya dilaksanakan secara demokratis dan keterwakilan melalui Pemilihan Umum Mahasiswa. Sedangkan yang dimaksud dengan keterwakilan adalah proses pelaporan, penetepan dan pengesahan hasil-hasil pemilihan yang dilakukan dalam sebuah musyawarah dan atau persidangan, demokratis; adalah proses pemilihan pengurus dan atau pempinan ormawa yang dilakukan secara langsung dan terbuka.Hal ini dijelaskan dalam pasal 2 asas pemilihan.

Sesuai dengan yang tertuang dalam UU tersebut bahwa tujuan pemilihan pengurus Ormawa ini adalah terciptanya marwah demokrasi di dalam kepengurusan Ormawa. Dijelaskan pula bahwa pemilihan umum mahasiswa adalah sebagai perwujudan sistem Student Government yang demokratis dan berintegritas.

Dalam hal ini Riska Widiyanti selaku KPUM berdalih bahwa pemilihan umum mahasiswa tidak dilaksanakan dikarekan calon anggota SEMA-U yang pas dengan kuota, jadi tidak diperlukan pemilihan umum lagi.

Polemik Konstitusi

Untuk mencari informasi lebih lanjut, Suaka mewawancarai Dosen Ilmu Hukum Uu Nurul Huda. Ia menuturkan bahwa  dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan yang baik dan ideal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dan kecacatan dalam pembentukan norma. Salah satunya adalah asas formil dan asas materil.

“Asas formil terkait dengan prosedur pembentukan sementara asas materil terkait dengan substansi yang akan diaturnya. Asas ini menjadi pijakan dalam proses penyusunan perundang-undangan. Misalkan, pertama siapa lembaga yang berwenang, kedua apakah melibatkan pastisipasi mahasiswa, ketiga transparansi, keempat substansi pembuatan peraturan tersebut. Kalau materil menyangkut dari isi dalam peraturan perundang-undangan tersebut,” beber Uu, Rabu (10/04/2019).

Lanjutnya, apabila  mengenai situasi dan kondisi yang mempengaruhi dalam melakukan breakdown terhadap peraturan yang ada di bawahnya, ada yang disebut asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarki peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Undang-Undang (UU) dengan Ketetapan Sema-U, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.

“Daripada berlarut-larut dalam polemik seperti ini, saran saya adalah adakan uji publik setelah draft peraturan terkait keluar. Kalau perlu datangkan orang dari luar yang memang ahli atau kompeten di bidangnya. Kemudian undang elemen-elemen terkait entah itu delegasi dari tiap fakultas atau HMJ. Kemudian lakukan pembahasan bersama. Nanti dalam sesi pembahasan tersebut menampung rekomendasi-rekomendasi dari yang lain, lalu dipertimbangkan oleh SEMA-U. Dan SEMA-U kemudian memutuskan hasilnya. Pun kalau terjadi sengketa, ada prosedurnya yaitu hukum acara. Lembaga yang berwenang (Panitia Pengarah) wajib untuk menyelesaikan sengketa tersebut.”  tutupnya.

Redaktur:       Dhea Amellia

Baca Fokus lainnya di bawah.

Fokus 1: Polemik Pembentukan Senat Mahasiswa UIN Bandung

Fokus 2 :  Dalik Dibalik Pergerakan Sema-U

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas