SUAKAONLINE.COM, Bandung — Street Harassment atau pelecehan di jalanan merupakah suatu perbuatan yang sering dialami oleh perempuan. Bentuknya berupa menggoda dengan panggilan, mengedipkan mata, memberi komentar tentang tubuh kita, bahkan menyentuh salah satu tubuh perempuan. Berangkat dari pengalaman teman-teman perempuan yang kerap menjadi korban, Triasasuci beserta Praxis in Community dan komunitas-komunitas yang peduli terhadap perempuan menggagas 16 Hari Kampanye anti Kekerasan terhadap Perempuan, Selasa (25/11/2014).
“Umumnya korban dan pelaku tidak sadar bahwa ada sebuah pelecehan di jalanan, ya karena sudah dianggap biasa. Padahal dengan adanya pelecehan di jalan bisa mengakibatkan korban perempuan tidak percaya diri saat berada di ruang publik,” ungkap Trias dalam talk show ‘Nama Saya bukan Neng!’ di Balubur Town Square, Tamansari Bandung.
Sementara itu Andi Yentriani dari Komnas Perempuan memaparkan banyak sekali kekerasan yang terjadi dan dialami oleh perempuan. Kekerasan yang paling tinggi dialami oleh perempuan di Indonesia di ranah domestik seperti kekerasan dalam rumah tangga juga di ranah publik atau masyarakat.
Kekerasan publik seperti pelecehan di jalanan yang tidak disadari bahkan oleh perempuan itu sendiri. Antonius Sartono dari Trainer Mintra Perempuan mengatakan harus adanya kontrol terhadap diri, baik itu laki-laki maupun perempuan. Sehingga ada pemaknaan yang sama bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara.
“Jika melihat orang di jalanan memanggil manggil perempuan dengan sebutan ‘neng’ itu hal biasa apalagi di Jawa Barat yang berbahasa sunda. Tetapi jika membubuhi panggilan ‘neng’ dengan pikiran yang berbeda tentu ada makna yang berbeda misalnya untuk menggoda,” kata Antonius.
Untuk menyikapi pelecehan di jalan menurut Trias sebaiknya perempuan memiliki sikap yang tegas, sehingga pelaku pelecehan tidak melanjutkan aksinya. Selain itu pola pikir masyarakat tentang tubuh perempuan juga harus dibenahi. Relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan karena adanya budaya patriarki, mengharuskan tubuh perempuan menjadi perbincangan sehari hari dan menjadi objek yang ditatap.
Rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dimulai 25 November dan akan berakhir tepat pada hari HAM Internastional 10 Desember. Selain acara talkshow yang mengkampanyekan Stop Street Harassment yang acaranya tersebar di beberapa universitas selama 16 hari. Ada pula pengumpulan petisi untuk menolak berbagai kekerasan yang dialamai perempuan ditulis dalam selembar kartu pos yang nantinya akan diberikan kepada pemangku kebijakan.
Reporter : Ratu Arti Wulan Sari, Isthiqonita
Redaktur : Adi Permana