Hukum dan Kriminal

Pembunuhan Jurnalis Palestina: Penjajahan atas Kebebasan

Pizaro Gozali menjelaskan standar ganda yang sering dilakukan media Barat antara pemberitaan jurnalis Amerika dengan jurnalis Palestina dalam Zoom Meeting, Senin (16/5/2022).

SUAKAONLINE.COM – Jurnalis Islam Bersatu (JITU) menyelenggarakan diskusi publik terkait pembunuhan jurnalis Palestina, Shireen Abu Akleh, dan pembahasan arah geopolitik Israel melalui Zoom Meeting, Senin (16/5/2022). Dalam diskusi tersebut, JITU menghadirkan tiga pembicara, di antaranya Hardjito (Jurnalis Aljazeera), Pizaro Gozali (Jurnalis Anadolu Agency & Pengamat HI), dan Iqwan Sabba (Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Jawa Barat).

Sebagai pemantik diskusi, Iqwan Sabba menyebutkan bahwa sejak 2006 hingga saat ini terdapat lebih dari 800 kasus kekerasan terhadap pers. Seorang jurnalis senior media Aljazeera ditembak dibagian kepala oleh Zionis Israel di Kota Jenin, Tepi Barat Palestina, Rabu (11/5/2022). “Kasus ini mungkin akan selalu terjadi apabila institusi pemerintah, khususnya aparat, tidak memahami bahwa pers memiliki jaminan perlindungan hukum,” tegas Iqwan, Senin (16/5/2022).

Ia memaparkan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis menjadi perhatian khusus, bahwa kekerasan terhadap jurnalis harus segera diakhiri. “Apa yang harus kita lakukan yaitu kita harus melakukan pemahaman hukum bahwa pers dilindungi oleh Undang-undang,” ungkapnya.

Selanjutnya, Pizaro Gozali mejelaskan bahwa kasus pembunuhan Shireen Abu Akleh merupakan korban pembunuhan jurnalis ke-45 yang didalangi oleh Zionis Israel sejak tahun 2000. Ia memaparkan alasan para zionis menyerang dan membidik nyawa pers dan warga sipil dengan dalih mereka adalah teroris.

“Zionis Israel telah lama mengincar pers dan jurnalis. Mereka itu sudah diinstruksikan untuk membunuh seluruh warga sipil, termasuk pers dengan dalih terorisme. Dan mereka itu tidak peduli,” ungkap Pizaro tentang tujuan pembunuhan pers di tanah Palestina.

Opresi terhadap kebebasan pers ditunjukkan dengan intimidasi, kekerasan, teror, dan pentargetan kepada jurnalis yang ingin membuka mata dunia tentang penjajahan atas Palestina. Maka dari itu, jurnalis Palestina yang turun meliput di wilayah perang telah memiliki sertifikasi war training atau disebut juga dengan sertifikat jurnalis perang.

Nyatanya, jaminan perlindungan hukum terhadap pers dan pelatihan perang bagi jurnalis tidak cukup untuk membentengi Shireen dan jurnalis lainnya yang dibunuh oleh Zionis dan sekutunya. Pers benar-benar menjadi ancaman yang besar bagi tentara zionis dibanding warga sipil. Bahkan disebutkan pers-lah yang lebih baik mati duluan.

Dilain sisi, Hardjito mengutip alasan seorang Zionis Israel selalu menjadikan pers sebagai target utama penembakan. “Pena kalian (pers) itu membangkitkan orang untuk mengumpulkan solidaritas dan membangkitkan semangat untuk melawan kami,” ungkapnya

Sebagai pengingat untuk rekan jurnalis, Pizaro dan Hardjito juga menambahkan apa yang harus dilakukan media Indonesia terhadap Palestina sebagai bentuk solidaritas. Pahamilah bahwa konstitusi NKRI menolak penjajahan atas suatu bangsa, dan saat ini Palestian sedang dijajah. Seperti hanya dulu Indonesia, negara manapun yang dijajah, berhak dan harus hukumnya untuk melawan penjajah.

Reporter : Anisa Hanifah/Magang

Redaktur : Yopi Muharam/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas