SUAKAONLINE.COM – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengundang penolakan di berbagai tempat di Indonesia. Beberapa pasal dianggap mengancam kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berdemokrasi. Ancaman itu dapat berdampak kepada seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali yang bergelut dalam bidang pers.
Salah satunya bentuk seruan aksi penolakan terhadap RKUHP terjadi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, pada Sabtu (20/8/2022). Ketua AJI Bandung, Agustinus Tri Joko dalam aksi tersebut mengatakan advokasi mengenai pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP sudah mencapai level nasional. “ Jadi ini advokasinya tuh level nasional ya temen-temen. AJI Indonesia itu tergabung dalam aliansi untuk mengkritisi RKUHP ini,” ujarnya, Sabtu (20/8/2022).
Kemudian dari pihaknya, AJI Indonesia, dan aliansi jurnalis lainnya telah menyurati DPR secara serentak agar tidak terburu-buru dalam melakukan pengesahan. Hal tersebut dilakukan setelah kajian AJI dan pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan 19 pasal yang dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Joko melanjutkan seharusnya karya dan produk jurnalistik tidak dikenakan pidana, sedangkan dalam RKUHP terancam untuk dipidanakan. “Kerja pers itu mestinya payungnya adalah Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999. Itu lex spesialist artinya itu hukum yang khusus, hukum yang istimewa,” lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa pers mahasiswa (persma) merupakan bagian dari pers. Itulah mengapa AJI menjadi organisasi profesi yang menerima persma menjadi anggotanya. “Aliansi Jurnalis Independen itu kan mengakui persma sebagai bagian dari pers. Kerja-kerja yang dilakukan oleh persma itu diyakini oleh AJI sebagai kerja juga jurnalistik,” lanjutnya.
Maka Joko menghimbau kepada persma agar terus mengawal isu ini hingga ke depannya. Ia beranggapan RKUHP yang menjadi pengancam langsung terhadap pers, juga menjadi ancaman bagi kalangan persma.
Salah satu pengurus Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) Raja Ilham mengatakan bahwa pihak persma sangat terancam oleh RKUHP ini. “Ya kita liat aja kita sebagai warga negara Indonesia pun dengan adanya itu, dibelenggu kebebasan berekspresi kita. Nah, kita yang sebagai warga Indonesia aja dibelenggu, apalagi kita yang notabenenya sebagai pers mahasiswanya,” ujarnya.
Meski demikian, Raja tetap berharap bahwa Persma tetap menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin menulis dan menjadi jurnalis. “Semoga kita semakin maju dan semakin solid, semoga mengeluarkan produk-produk jurnalistik yang kritis, gak hanya sebagai penyebar informasi,” pungkasnya.
Reporter : Muhammad Fajar Nurohman/Magang
Redaktur : Fuad Mutashim