Oleh Tian Septiani*
Bias gender atau Gender bias (dalam bahasa inggris) nama lainnya adalah sexism, yaitu pandangan bahwa salah satu gender lebih inferior/rendah daripada gender yang satunya lagi. Bisa dibilang juga stereotyping terhadap laki-laki atau perempuan. Misalnya kalau laki-laki selalu agresif atau perempuan selalu lembut, itu namanya gender bias atau sexism. Padahal tidak semua laki-laki agresif dan tidak semua wanita lembut.(wiki + belajar Psikologi Sosial). Menurut saya Bias Gender adalah tidak adanya fokus pembahasan pada pria dan wanita karena adanya stereotype atau pelabelan awal yang terdapat dalam mindsite masyarakat. Banyak sekali hasil karya wanita yang tidak tercatat oleh sejarah. Wanita dianggap sempit dalam hal berpikir dan lebih mengandalkan perasaan dari pada logika. Sehingga dalam hal pekerjaan wanita sangat sulit untuk masuk dalam ranah publik. Ketika di rumah memasak adalah pekerjaan yang menjadi wajib untuk seorang istri namun ketika masuk dalam ranah publik kenapa memasak itu lebih di dominasi oleh laki-laki? Seolah-olah wanita tidak mampu untuk bersaing dalam ranah publik. Hal ini pun di benarkan oleh sebagian besar masyarakat. Seperti kebanyakan koki adalah laki-laki.
Dalam pembangunan, terdapat beberapa sebab yang menyebabkan bias gender, di antaranya yaitu: Pertama, Subordinasi yaitu adanya anggapan bahwa perempuan tidak mampu untuk memimpin maka perempuan ditempatkan pada posisi tidak terlalu penting. Hal ini di sebabkan karena perempuan itu irasional dan emosional. Kedua, Stereotype yaitu pelabelan terhadap kaum tertentu seperti laki-laki itu lebih kuat dari pada perempuan. Maka kesempatan wanita untuk sekolahpun dinomor duakan. Ketiga, Kekerasan yang menyerang integritas mental fisik seseorang. Keempat, Women Exclusion dan Seclusion yaitu Women Exclusion sebagai kebijakan yang memperjuangkan masalah “meminggirkan kaum perempuan” dalam berbagai aspek. Kebalikannya Women Inclusion yaitu keberadaan perempuan dianggap penting, karena dilibatkan sebagai faktor produksi. Sedangkan seklusi (seclusion) yaitu muncul dari adanya pemahan budaya setempat seperti wanita harus berada dirumah. Kelima, Diskriminasi Perempuan yaitu yang membedakan posisi perempuan yang lebih cenderung pada posisi subordinat. Keenam, Home Workers atau Home Based Worker yaitu wanita bekerja untuk orang lain namun tetap berada di rumah dan yang terakhir, Marginalisasi dan Eksploitasi Perempuan yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh penafsiran beberapa aspek seperti kebijakan negara, keyakinan dan tradisi, tafsir agama dan atau asumsi ilmu pengetahuan.
Sebagian besar koki menganggap wanita itu tidak mampu untuk melakukan pekerjan ini karena pekerjaan ini sangat membutuhkan tenaga yang kuat serta kecepatan yang tinggi. Hal ini pun di benarkan oleh pendapat salah satu koki yang bekerja di salah satu restoran terkenal yaitu Agus, dia mengatakan “bahwa wanita itu tidak mampu untuk menjadi koki utama dalam arti menghidangkan main course karena pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang extra untuk mengangkat alat-alat masak yang besar, selain itu pekerjaan ini juga membutuhkan kecepatan yang luar biasa karena untuk mengejar waktu sehingga sulit sekali untuk di lakukan oleh perempuan yang tidak mempunyai tenaga cukup besar”. Biasanya perempuan itu lebih di tempatkan untuk menghidangkan dessert karena pekerjaan ini lebih mudah, tidak membutuhkan tenaga besar untuk mengangkat perlatan masak yang besar dan lebih membutuhkan ketelitian yang identik dengan wanita.
Namun hal ini di bantah oleh Ketua KOMNAS Perempuan Yuniyanti Chuzaifah ia mengatakan “bahwa pada saat ini perempuan banyak sekali yang menjadi Koki utama. Sebetulnya bukan pada masalah wanita atau laki-laki tapi lebih menekankan pada keahlian.” Dalam dunia bisnis keahlian adalah menjadi hal yang utama. Di sinilah yang menentukan mampu atau tidaknya seseorang untuk bersaing dalam dunia bisnis. Pada saat ini wanita juga banyak yang sekolah chef, Kemudian menjadi ahli dalam memasak maka perempuan pun mampu untuk bersaing dalam dunia bisnis. Wanita tidak hanya dibatasi dengan mampu atau tidaknya mengangkat peralatan masak yang besar tapi ketika ia mempunyai keahlian untuk memasak ia cukup untuk memberikan instruksi pada assistennya. Hal itu pun di benarkan oleh Andi, KOMNAS Perempuan.
Setelah melihat hal tersebut, wanita tidak hanya mampu melakukan pekerjaan yang mudah namun saat ini banyak sekali wanita yang mampu untuk melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Bahkan perempuan lebih teliti dan tekun dalam bekerja. Menurut saya saat ini yang menjadi masalah adalah pendidikan. Untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki perempuan butuh keahlian. Sedangkan keahlian itu di dapatkan dari hasil kita sekolah. Sekarang yang menjadi masalah di negara kita yaitu sebagian masyarakat indonesia masih menomor duakan peluang perempuan untuk bersekolah. Sebelum kita memperjuangkan bagaimana peluang perempuan di dalam dunia bisnis. Pertama kita harus memperjuangkan kesempatan pendidikan untuk perempuan setelah hal itu berhasil, maka hak untuk perempuan mendapatkan kesempatan bekerjapun akan lebih mudah di terima oleh masyarakat dan kemampuan perempuan pun akan diakui.
*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UIN Bandung, aktif di SUAKA sebagai Sekretaris