
Bagian Umum, Fathujaman saat berdialog dengan Satuan Pengaman (satpam) yang menolak untuk menandatangani surat pernyataan telah menerima fasilitas satpam di depan Gedung O. Djauharudin AR, Kamis (9/2/2017). (SUAKA/ Muhammad Iqbal)
SUAKAONLINE.COM – Hujan baru saja reda, puluhan satpam UIN Bandung sedang berkumpul di pelantaran belakang Aula Abdjan Soelaiman. Sekitar pukul 10 pagi para Satuan Pengaman (satpam) terlihat gusar. Beberapa melontarkan kekesalannya sampai ada yang dituduh provokator. “Saya yang pertama menolak waktu disuruh tandatangan surat pernyataan itu, terus saya dianggap provokator,” ucap salah satu satpam Alit Yuliadi, Kamis (9/2/2017).
Setelah terkumpul puluhan satpam, datang koordinator Office Boy, keamanan kampus dan Personalia PT. Masadenta. Anda selaku pihak ketiga yang mengurus Office Boy dan Satuan Pengaman untuk membicarakan secara internal di dalam aula, mengenai masalah pemaksaan penandatangan penerimaan seragam satpam yang sempat terjadi pada pagi hari tadi (Kamis) dan beberapa hari lalu (Selasa, Rabu).
Pihak perusahaan mengatakan bahwa antara perusahaan dan satpam harus saling bekerjasama untuk masalah ini. Karena sebelumnya perusahaan sudah berbaik hati menyembunyikan identitas satpam yang belum tersertifikasi Gardapratama, sertifikasi khusus untuk satpam. Namun setelah dibuka sesi tanya jawab salah satu satpam mengatakan, “kalau kami tidak menandatangan surat itu, ya sudah yang tidak mau menandatangani, keluar!,” dengan lantangnya. Dan semua satpam yang di dalam aula keluar, tak tersisa satu pun.
“Kami tersinggung, masa tadi dia (pihak PT Masadenta) bilang kalian itu karyawan perusahaan bukan karyawan UIN, jadi dia bilang (PT Masadenta) punya hak buat mengeluarkan dan punya personil yang baru,” ujar Alit geram. Padahal, seingatnya saat daftar menjadi satpam melalui pihak UIN. “PT Masadenta cuman jadi pihak ketiga dalam urusan gaji dan sistem pembagian kerja,” ujarnya lagi.
Setelah puluhan satpam keluar aula. Pada pukul 11 siang mereka menuju ke depan Rektorat kampus, berharap ada kejelasan. “Sekarang meminta kejelasan, kan kita sudah menyatakan tidak akan menandatangani, otomatis keluar, nah kita sekarang mau minta kejelasan ke pak rektor,” ucap Asep Alamsyah.
Masalah ini bermula ketika salah satu satpam yang bertugas di gedung Al-jamiah ditanyai oleh anggota Badan Pengawas Keuangan (BPK), yang kebetulan sedang mengaudit keuangan kampus, Sabtu (4/2/2017). Salah satu satpam Nova Narayana dengan rekannya, ditanyai mengenai fasilitas dan gaji yang diterima. “Dapat topi satpam tidak? Apa gaji satpam bener Rp. 2.375.000?,” ujar Nova meniru perkataan anggota BPK tersebut. Karena dia merasa belum pernah menerima, Nova mengatakan “tidak pak,” ujarnya menjawab pertanyaan anggota BPK tersebut. Dan dia melihat anggota BPK tersebut menyoret beberapa poin yang ada disebuah lembaran.
“Nah awalnya dari situ, terus besoknya (Rabu dan Kamis) kami dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan bahwa menerima fasilitas (seragam pegawai), kami tahu dari situ,” ujar Zuli Satpam yang bertugas di Fakultas Psikologi.
Alit menolak karena dalam surat itu tertera bahwa satpam telah menerima 1 pakaian pdh, 1 pakaian pdl, 1 pakaian safari, kelengkapan seragam; sepasang sepatu, emblem, topi, kaos kaki, nametag, senter dsb. Alit merasa tidak menerima maka dia enggan untuk menandatangani surat tersebut. Gara-gara itu dia dianggap provokator.
“Masa kita seperti disuruh untuk berbohong cuman buat uang Rp100.000 dan menerima seragam. Padahal nyatanya cuman satu pdh (seragam hitam-putih) itu tahun kemarin. Tahun sekarang polos tanpa emblem dan harus pake uang sendiri, beli ke CIP, Rp.15.000,” ujar Zuli.
Pihak PT Masadenta pun punya alasan, bahwa surat pernyataan itu dikarenakan beberapa dokumen yang di al-jamiah tahun 2016 hilang dan harus segera dibuatkan yang baru. Maka dari itu pihak PT Masadenta berinisiatif untuk meminta satpam menandatangani surat pernyataan seragam satpam.
Setelah menunggu selama 4 jam dari pukul 11.00 hingga 15.00 WIB, akhirnya Kepala Bagian Umum , Fathujaman datang menemui puluhan satpam yang duduk di depan gedung rektorat. Sebelumnya hadir juga Rektor, Mahmud dan asistennya. Namun karena sedang ada tamu maka bagian umum diperintahkan untuk menemui satpam. “Semuanya oy, kumpul ka dieu (kumpul ke sini),” ujar salah satu satpam plontos memerintah rekannya.
Fathujaman menyatakan bahwa kampus sudah menyerahkan sepenuhnya kepada PT Masadenta untuk mengelola dan membayar jasa satpam, sesuai dengan hasil lelang. “Apakah itu mau berapa berapanya, itu biar lebih jelasnya tanyakan ke pihak Masadenta. Termasuk SOP (Standard Operational Procedure)-nya harus gini, aturannya harus gini, kemudian juga kaitan dengan tata tertib muatannya sudah ada dicantumkan di sana (di Masadenta). Itu boleh nanti bisa dilihat,” ujar Fathujaman.
Sanggah salah satu satpam lagi, “Makannya ini anggota ingin tahu kontrak kerjanya UIN sama PT Masadenta. Karena UIN ini pemerintahan bukan perusahaan. Mohon maaf kita harus terbuka. Jangan ada penyimpangan-penyimpangan, kalo ada itu mungkin ada keperluan pribadi,” ujarnya
Tak cukup, satpam pun mempertanyakan soal gaji yang didapatnya. Informasi yang didapat dari BPK, gaji satpam itu untuk tahun 2017, Rp. 2.375.000. Tetapi yang diterima pada bulan pertama adalah Rp. 2.050.000, gaji ini sama dengan tahun 2016.
Menanggapi pernyataan satpam yang tidak kondusif maka Fathujaman mengambil sikap, pada hari senin dia akan mengundang pihak Masadenta untuk melakukan audiensi dengan satpam. “Baik baik. Kami akan mengundang Masadenta untuk duduk bersama, hari Senin yah,” saran Fathujaman.
Reporter : Muhammad Iqbal
Redaktur : Dadan M. Ridwan