
SUAKAONLINE.COM – “Sejarah Hak Asasi Manusia, secara konstitusional itu tidak pernah sedetik pun kita sebagai republik kehilangan basis-basis HAM,” ujar Aktivis HAM, Haris Azhar dalam acara diskusi Histografi Kekerasan Negara di Aula Student Center (SC) UIN SGD Bandung, Rabu (13/2/2018). Diskusi dengan tema “Penyelesaian Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia yang Tak Jua Tuntuas” diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN SGD Bandung.
Haris memaparkan bahwa Indonesia telah mengenal dan mengadopsi hukum mengenai HAM sejak awal negara ini berdiri. Bahkan lebih dahulu dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang baru melahirkan deklarasi hukum HAM pada 1948, tiga tahun setelah PBB berdiri. Hal ini disebabkan oleh para pejuang di masa lampau yang bukan hanya bertarung dengan bambu runcing, melainkan dengan pikiran dan gagasan-gagasan yang melekat pada nilai kemanusiaan seperti Bung Hatta, Sjahrir dan lainnya.
Meski sudah menerapkan HAM sejak Indonesia berdiri, negeri ini tidak pernah terlepas dari peristiwa-peristiwa yang melanggar HAM itu sendiri. “Sejak dahulu negeri berdiri kita telah mengenal HAM, namun di saat yang bersamaan dan terjadi sampai hari ini. Selalu ada jarak, jarak antara nilai yang dituangkan diatas kertas dengan apa yang terjadi di dunia nyata,” ungkapnya.
Haris menambahkan, Indonesia memiliki beban sejarah yang luar biasa, sejarah tentang peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM, tentang kekerasan-kekerasan yang bahkan dilakukan oleh negara, disponsori oleh negara, atau dibiarkan oleh negara. Hingga saat ini, belum pernah ada kasus pelanggaran HAM yang dapat diselesaikan.
Orang-orang Indonesia membuat batasan-batasan sebab trauma terdahulu, trauma penderitaan saat masa penjajahan yang menghantui dan mempengaruhi pola pikir masyarakat. “Anda terancam masa depannya dengan keterbatasan, keterbatasan yang bukan muncul dari negara, melainkan dari psikologis dalam pikiran anda. Karena kita tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa kita telah berubah,” tambah Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tersebut.
Pengadopsian HAM tanpa disadari mengalami perubahan, termasuk dalam hal memilih dan bersuara. Seperti dalam berpolitik, kini semua orang dapat bebas dalam berpartai. Ia menegaskan, bahwa perubahan yang terjadi sejak masa lampau merupakan bentuk pengorbanan-pengorbanan pejuang terdahulu, yang bukan hanya memberi fasilitas melainkan juga makna kemanusiaan, keadilan dan kesejahteran.
Haris menambahkan bahwa negara dilahirkan untuk memenuhi hak asasi manusia, karena manusia merasa lemah satu diantaranya atau terhadap negara. Sesungguhnya HAM merupakan hal yang melekat pada diri masing-masing individu dan tidak dapat dikurangi oleh siapa pun termasuk negara. Manusia itu ada sisi lemahnya dan sisi kuatnya, untuk memastikan sisi lemahnya tidak menyebabkan dia menjadi buruk munculah Hak Asasi Manusia dan melekat pada manusia. HAM ini ada dalam rangka membela kelemahan manusia.
Kemudian Aktivis Aksi Kamisan, Feru Jaya mengungkapkan beberapa kasus-kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Kasus yang sering terjadi diantaranya adalah pembantaian, kekerasan atas perbedaan etnik, konflik antar identitas dan kasus-kasus lain yang belum pernah satu pun diselesaikan.“Bagaimana logikanya, ingin menyelesaikan kasus HAM, tapi orang yang ditunjuk untuk menyelesaikannya adalah pelaku HAM itu sendiri. Disitulah bagaimana kekuasaan tidak memadai kebebasan dari individu itu sendiridan kebebasan untuk menghargai orang lain.” pungkas Feru.
Reporter : Nurul Fajri
Redaktur : Lia Kamilah