Hukum dan Kriminal

Solidarity for Gamma: Refleksi Kasus Pelanggaran HAM dan Represif Polisi

Peserta aksi menyampaikan orasi yang menentang kepolisian dalam aksi kamisan di Tugu UIN, Kampus 1 UIN SGD aku, Kamis (5/12/2024). (Risalatul Hasanah/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Sejumlah mahasiswa UIN SGD Bandung gelar aksi bertajuk “Solidarity for Gamma” di depan Tugu Kujang, Kamis (5/12/2024). Aksi ini sebagai bentuk refleksi atas kasus-kasus pelanggaran HAM khususnya kepada kasus Gamma yang diduga ditembak oleh aparat kepolisian pada 24 November lalu.

Salah satu mahasiswa yang mengikuti aksi, Apiw mengatakan alasannya untuk melakukan aksi ialah sebagai aksi solidaritas kepada kasus penembakan Gamma dan sebagai bentuk menolak lupa kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi akibat ulah oknum aparat kepolisian.

“Walaupun aku sama keluarga aku atau teman-teman aku ngerasain kekerasan aparat kepolisian, tapi sewaktu-waktu kita bisa saja merasakan kekerasan tersebut,” ungkapnya saat diwawancara, Kamis (5/12/2024)

Berdasarkan pernyataan Kasubdit 3 Jatanras Ditreskrimum Polda Jateng AKBP, Helmi mengatakan kasus ini berawal dari kumpulan anak-anak yang melakukan ajak tawuran di media sosial dan alat komunikasi. Namun saat di TKP, tawuran tersebut tidak jadi dilakukan karena salah satu lawan membawa senjata tajam, salah satu lawan mundur sehingga terjadi kejar-mengejar.

Anggota kepolisian yang mengejar dari arah berlawanan dipepet oleh tiga buah motor hingga melampir ke arah bahu jalan. Anggota kepolisian menembakkan peluru peringatan ke arah jam (11). Diduga tembakan kedua polisi yang mengenai tubuh Gamma. Pada proses ekshumasi ditemukan proyektil bersarang di bawah usus sehingga dapat dipastikan meninggalnya Gamma terjadi akibat penembakan.

Apiw menilai terdapat kejanggalan pada kasus yang terjadi oleh Gamma. Informasi yang simpang siur membuat ia beranggapan terjadinya suatu permainan politik antara pihak kepolisian dengan pihak komisi III. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan oleh pihak kepolisian bukanlah kejadian yang asli.

“Karena negara memainkan semua itu. Ibaratkan polisi ini menjadi alat untuk melindungi kapitalisme dan penindas-penindas yang ada di negara,” tambahnya.

Disamping itu, salah satu masyarakat yang mengikuti aksi, Abdurrohman menyampaikan keresahannya kepada aparat kepolisian yang menurutnya tidak sesuai dengan tugas aparat kepolisian. Pernyataan tersebut didasarinya oleh kasus-kasus kekerasan aparat kepada masyarakat yang kian bertambah.

“Kalau saya baca di laman Kontras, terdapat 622 kasus yang melibatkan anggota kepolisian, memang itu hanyalah oknum, tapi kalo dikumpulkan bisa jadi markas besar,” ujarnya kepada Suaka, Kamis (5/12/2024).

Ia berharap kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian dapat diselesaikan dengan adil dan tuntas. “Karena ya tuh udah meninggal kan emang nggak mungkin gitu ya buat hidup lagi. Tapi adalah keadilan-keadilan yang emang harus bisa didapat oleh keluarganya,” tambahnya.

Reporter: Mujahidah Aqilah/Suaka

Redaktur: Zidny Ilma/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas