Tabloid Suaka News Edisi IX 2004
Editorial
Rektor
Beberapa pekan lalu nama rektor sudah berganti. Tentunya kita berharap dengan pergantian nama rektor itu setidaknya membawa kabar segar. Tak hanya itu harapan kita bukanlah sekedar berganti nama saja. Memang namanya berbeda. Jika hanya sebatas berganti nama tentu tak ada sesuatu yang berbeda. Alias sama saja. Memangnya lagi dari rektor yang satu ke yang lainnya adalah sebuah estafet. Kendati demikian tak sekedar estafet saja.
Peningkatan mutu lulusan dan tenaga pengajar alias kualitas dosen adalah hal yang paling pokok untuk segera diatasi. Ini menyangkut masa depan, bukan. Siapa lagi kalau bukanr rektor sebagai pemegang kebijakan yang memiliki peran penting. Karenanya, ketegasan dan sikap tak pandang bulu merupakan harapan darinya. Sebab itu dengan jabatan abrunya tak semestinya mengedepankan kepentingan yang semestinya tak perlu ada.
Tuntutan demi tuntutan yang dialamatkan kepada pimpinannya adalah yang wajar dan pantas. Sebab bermula dari tuntutan itulah kita akan berharap. Setidaknya dapat didengar. Bukan hanya dilirik sebelah mata. Karena itu ada tiga hal yang harus segera diwujudkan oleh sebuah perguruan tinggi dan ini lazim juga tak asing bagi kita, namun nyatanya hanyalah sekedar pelipur lara. Pendidikan, penelitian dan juga pengabdian adalah beban yang harus dipikul oleh setiap perguruan tinggi.
Optimalisasi misi perguruan tinggi bukan hanya sebatas slogan semata. Pendidikan adalah harus dan untuk mencerdaskan bukan untuk merendahkan. Sebab pendidikan tak sekedar mengajarkan sebuah teori, laku moral dan sikap adalah yang masih terlupakan. Kalau demikian jadinya apa esensi dari pendidikan?
Pada mulanya, sebelum jadi semuanya terkadang menjnjikan. Namun membuktikannya paling penting untuk setiap pemimpin. Karena itu, tiba saatnya rektor sekarang untuk dapat membuktikan semua apa yang dulu dilontarkan. Sementara itu, tuntutan yang datang meskipun itu dari cleaning service adalah wajib untuk diperhatikan. Bukan hanya sebatas itu. menganggap enteng, spele, kecil dan menganggap berat sekalipun adalah cara berpikir yang mesti dibuang jauh-jauh, terlebih sang komandan baru.
Kendati demikian, tak jarang harapn itu selalu sinkron dengan kenyataan. Kenyataan memang realitas tak bisa kita hindari apa lagi berlari. Boleh jadi yang dianggap baik belum tentu baik kenyataannya atau sebalinya. Lalu apa hanya berharap tanpa adanya upaya? Benar tak selamanya antara harapan dan kenyataan bisa sejalan lurus.
Jika demikian, persoalan yang hari ini menjadi pekerjaan yang belum terselesaikan oleh para pendahulunya, tentu butuh langkah cerdas dari orang cerdas. Bila tak selamanya antara harapan terwujud?
Rektor sekarang tentunya memiliki peran yang sangat penting dan menentukan terhadapt institusi yang dikomandainya. Baik dan tidaknya sangat bergantung pada langkah-langkahnya dalam mewujudkan segala impian yang dulu ditawarkan. Lalu sanggupkah membuktikannya? Membuktikan, memang adalah hal yang tak semudah membalikan telapak tangan. Lebih sulit lagi jika tak ada keinginan untuk mebutktikannya. Menjadi pemimpin memang sangat rentan dengan sikap yang sewenang-wenang dalam mengambil setiap kebijakannya. Bila tak demikian suarakan apa yang sebenarnya terjadi. Ini penting.
Pada edisi kali ini kami mencoba menyuguhkan segelincir harapan itu untuk rektor barunya. Karena itu jangan sia-siakan. Kesempatan hanya datang sekali saja, dan tak mungkin datang dalam keadaan sama. Disamping itupun ada bebrapa rubrik yang perlu disimak.[Redaksi]