Epaper

Tabloid Suaka News Edisi V 2003

Tabloid Suaka News Edisi V 2003

Editorial

Fitrah

momentum-edisi-5-xii-2003Usai sudah kita menjalani ritualitas keagamaan semala sebulan penuh. Di bulan itu semuanya dituntut total untuk mengabdikan diri pada sang Kuasa. Tak hanya itu, momen seperti itu merupakan fase untuk lebih mengenal diri.

Melatih kepekaan terhadap fenomena sosial yang tengah berkembang di masyarakat adalah hal pokok. Salah satunya perkara anak jalanan yang sampai saat ini, belum dapat ditangani secara tepat. Perkara sosial ini tentunya harus menjadi perhatian seluruh pihak, sebab jika tidak akan menjadi bibit persoalan yang semakin sulit untuk diselesaikan.

Tentunya kita tidak tahu apa yang mereka inginkan dan pikirkan bila kita sendiri tidak mau mendekatinya. Boleh jadi kita tengah bersenang-senang atau berbahagia berkumpul di tengah-tengah keluarga. Dan disaat yang sama pula merekapun tengah menantikan kebahagiaan itu. lalu ada apa antara kita dan mereka? Seolah-olah kitapun tidak memperdulikannya? Karena kita terkadang menganggap mereka bukanlah siapa-siapa.

Lalu dimana letaknya Islam sebagai ajaran rahmatan lilalamin yang selalu dikumandangkan oleh para cendikia, ulama, mahasiswa atau siapapun yang mengakudirinya muslim? Karenanya bukanlah keresahan moral yang kian menurun. Llau bagaimana nilai puasa selama sebulan penuh itu dapat bermakna? Jawabnya tentu ada pada diri kita masing-masing.

Saat inilah kita perlu membuktikan hasil selama sebulan itu, salah satunya dengan peduli pada saudara-saudara kita yang hidup tidak menentu dijalanan, apa yang bisa kita lakukan untuk saat ini untuk mereka, maka lakukanlah! Apakah pantas kita menyandang gelar manusia yang kembali ke fitrahnya sementara hati dan pikiran kita menafikan atas realitas yang sebenarnya? Lantas apa yang dinamakan kembali ke fitra itu?

Perhatikan apa yang mereka lakukan ketika teriknya mentari, guyuran hujan, cacian, kekurangan gizi dan seabrek permasalahan yang mereka hadapi harus ditanggung sendiri. Dengan minimnya segi finansial dalam menutupi semua kebutuhan tersebut, jangankan untuk semua itu, buat sesuap nasi saja mereka harus pontang-panting tak ada cara lain kecuali mengadu nasib dengan kerasnya kehidupan kota dijalanan. Mengemis, mengamen, atau memungut sampah merupakan pekerjaan mereka sebab bisa jadi ada orang yang memanfaatkannya.

Tentunya sebagai mahasiswa, apalagi adak didik IAIN, persoalan ini setidaknya tidak harus dilirik dengan sebelah mata. Disinilah IAIN harus mampu membuktikan bahwa dirinya sanggup menangani persoalan-persoalan itu. Berhentilah berpikir untuk kepentingan diri dan kelompok. Sebab mereka tentunya butuh perhatian, jika tidak mereka dapat meresahkan.

Dengan demikian setidaknya perjalanan puasa sebulan penuh yang lalu lebih bermakna lagi. Lalu apa makna hari raya begi mereka? Kembalikah kita ke fitrah yang sebenarnya? Pada edisi kali ini, kami mencoba menyuguhkan fenomena itu dalam suasana Idul Fitri. Selamat menyimak.[Redaksi]

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas