Tabloid Suaka News Edisi XV 2005
Editorial
Kebenaran Relatif
Pada dasarnya, perbedaan merupakan dinamika kehidupan. Perbedaan bukan berarti menyuruh untuk saling menikam dan mencaci orang lain yang berbeda pandangan. Tapi, perbedaan harus disikapi dengan bijak dan legowo.(Mungkin) hanya orang bodoh yang menganggap kalau perbedaan itu membahayakan. Bukanlah perbedaan dalam berwacana itu bagian dari kekayaan ilmu pengetauan. Kalau jawabannya “Ya”, kenapa berwacana harus diakhiri dengan beragam ancaman?, kenapa juga mesti ada pihak yang disalahkan dan dimarjinalkan? Lalu, siapa yangbenar?.
Kebenaran yang ada saat ini hanyalah kebenaran relatif. Artinya, kebenaran yang benar menurutnya dan menurut golongan saja. Otomatis tak ada yang mau disalahkan. Dengan aneka macam alasan tentunya. Oleh karena itu, sulit untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Toh, masing-masing mempunyai apolohi dalam berucap dan bertindak. Terlebih ada perhitungan dahulu sebelummelaukan sesuatu. Maka dari itu, biarkan dinamika kehidupan berjalan diatas jalannya sendiri.
Walau sudah berjalan lama dan terkesan diendapkan, peristiwa 27 Agustus 2004 tidak boleh dilupakan dan diakhiri begitu saja. Sebab, permasalah. Itu bukanlah permasalahan lolal. Namun, sudah menjadi perbincangan nasional. Bahkan, ada sebagian orang yang menganggap kalau permasalahan itu sudah masuk ruang lingkup internasional. Lalu, wajarkah kalau masalah sebesar itu dihadapi dengan santai?
Memang masalah menjadi besar karena dibesar-besarkan. Dan masalah menjadi kecil bila dikecil-kecilkan. Tapi, permasalahan yang sempat mengguncang kampus ini bukan hanha persoalan besar atau kecil. Melainkan lebih pada pencitraan nama baik yang katanya mempunyai label Islam, tapi pada kesehariannya nauh dari nilai-nilai islami. Lebih parahnya lagi, ‘masyatakat luar’ mensinyalir kalau di kampus IAIN SGD Bandung terdapat benih-benih atheis. Karenanya sangat tidak wajar kalau belum ada tindakan kongkret yang dihasilkan tim inbestigasi IAIN Sunan Gunung Djati Bandung mengenai peristiwa tersebut.
Sayang, sungguh sayang bila ternyata tim yang dipercaya untuk memecahkan persoalan malah melakukan sikap diam terhadap perkembangan yang tengah ramai di kalangan masyarakat luar. Lalu, apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan tim tersebut? Entahlah
Pada edisi kali ini, kami mencoba menguguhkan laporan tentang itu. Termasuk sesuatu yang terjadi dibalik peristiwa 27 Agustus 2004. Tak ada niat lain dari kami selain memberi gambaran sederhana dalam memandang persoalan yang sempat membuahkan kontroversi.
Lainnya, ada beberapa tulisan yang perlu dismak. Salah satunya opini yang berbicara mengenai watak kita sebagai orang Indonesia. Tentunya, semua tersaji dalam rubrik-rubrik yang kami sediakan.
Terakhir, atas nama kemanusiaan kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas bencana yang terjadi di Nangroe Aceh Darssalam dan Sumatera Utara serta yang terjadi di luar Indonesia. Semoga rintihan, jeritan dan isak-tangis para korban gempa bumi dan gelombang tsunami berakhir cepat dan segera berubah menjadi senyuman. Bukankah setiap masalah mempunyai solusi? [Redaksi]