SUAKAONLINE.COM, — Sampah plastik menjadi masalah lingkungan yang membutuhkan solusi. Hingga saat ini, masalah sampah plastik belum teratasi. Berbagai kebijakan untuk mengurangi sampah plastik pun telah dicanangkan pemerintah, salah satunya kebijakan kantong plastik berbayar yang sudah diterapkan di beberapa usaha ritel di Indonesia.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan menjelaskan bahwa sampah plastik memiliki jenis yang beragam. Yakni sampah organik, sampah non-organik, dan sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika sampah tidak dikelola dengan benar dampaknya akan memperburuk kualitas air, tanah bahkan udara.
Tak sedikit kondisi air sungai yang tercemar sampah rumah tangga hingga limbah. Akibatnya masyarakat tidak dapat memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Dulu air sungai dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun saat ini, jika digunakan kualitasnya sangat buruk karena tercemar sampah sehingga berdampak buruk bagi kesehatan, bahkan bisa menimbulkan bibit penyakit,” ujar Dadan, Jumat (4/3/2016).
Pendiri Sekolah Pengolahan Sampah Jatibaru, Cilengkrang, Bandung Wawan mengatakan, penguraian sampah plastik butuh ratusan tahun. “Plastik mengandung Polivenil Klorida (PVC), makanya sampah plastik sifatnya sulit terurai dan beracun,” terang Wawan. Disini, lanjutnya dalam sehari sampah plastik yang tertampung sekitar dua sampai tiga becak motor.
Hal senada dirasakan ketua pengelola Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Legit RT 01 RW 01 Cipadung, Kota Bandung, Iis Haryati. Katanya dalam sehari jumlah sampah hampir mencapai 1 kwintal sampah plastik, itupun setelah dipilih. “Dari tempat sampahnya sendiri memang tidak dipilah, jadi kami pilah kembali,” kata Iis saat ditemui dilokasi TPS, Kamis (3/3/2016).
Dokter Umum Puskesmas Ciampea, Bogor Barat Eka Ayu Wandita mengatakan dampak sampah plastik bagi kesehatan berpotensi tinggi menimbulkan kanker, iritasi pada saluran pencernaan, serta dapat menggangu sistem endokrin. Zat aditif pada plastik dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi berpotensi lahir cacat.
Eka menambahkan manajemen sampah harus diperbaiki. Seperti halnya pengelompokan sampah berdasarkan jenis sampah. “Mereka juga manusia, meski pekerjaannya mengambil sampah. Tetapi, mereka punya rasa jijik dan punya indera pencium sama seperti kita, maka perlu dihargai,” tambah Eka.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat menangani masalah sampah secara serius. Pemerintah hendaknya andil dalam mengedukasi dan memberi fasilitas pengelolaan sampah. Menurut Dadan yang menjadi masalah hingga saat ini, karena tidak adanya kebijakan atau upaya 20 tahun sebelumnya untuk penanganan sampah. “Sampah ke depannya akan ditentukan hari ini,” ujarnya.
Kantong Plastik Berbayar
Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang kantong plastik berbayar terus diterapkan di berbagai kota di Indonesia yang dimulai pada toko ritel modern. Kebijakan serupa telah diterapkan di 14 negara di Asia, 31 negara Eropa, dan 7 negara di Afrika.
Di Tanah Air, ada 17 kota yang mulai menerapkan kebijakan tersebut, yakni Ambon, Balikpapan, Banjarmasin, Bogor, Kendari, Makassar, Malang, Medan, Tangerang, Tangerang Selatan, Banda Aceh, Bandung, Depok, Jayapura, Pekanbaru, Semarang, dan Surabaya. Rencananya, uji coba gelombang kedua selanjutnya akan diikuti 23 Kabupaten dan Kota.
Namun, masyarakat belum sepenuhnya mengetahui kebijakan kantong plastik berbayar. Beberapa pembeli di pasar Ujungberung, Bandung mengaku belum mengetahui kebijakan tersebut. “Saya belum tahu kalo ada penerapan kantong plastik berbayar, tidak ada sosialisasi dari pemerintah,” ujar salah satu pembeli, Eneng.
Kebijakan ini diatur dalam Surat Edaran KLHK Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor: S.1230/PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Dalam surat edaran tersebut, minimal harga satu kantong plastik adalah Rp 200.
Guru besar Ilmu Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung, Anton Athoillah mengatakan dalam surat edaran tersebut menjelaskan arah kebijakan pemerintah dalam pengurangan sampah, khususnya sampah kantong plastik, yakni penerapan kebijakan kantong plastik berbayar di seluruh pasar modern di Indonesia. Kebijakan ini menjadi salah satu strategi menekan laju sampah kantong plastik.
Wilayah Bandung sendiri mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengurangan Kantong Plastik. Namun, sejauh ini belum ada data statistik efisiensi Perda tersebut. Walhi pun mengakui belum melakukan pemantauan dan survei terkait Perda ini. “Walhi belum melakukan survei. Sehingga kita belum dapat memberi penilaian. Kita belum observasi ke ritel-ritel,” ungkap Dadan.
Asisten Manajer Borma Cipadung Ahmad Sahrudin pun mengapresiasi program yang dicanangkan pemerintah ini. Menurut Sahrudin efektivitasnya harus diuji terlebih dahulu dalam beberapa waktu. “Harga masih relatif murah, sehingga keefektifan mengurangi jumlah sampah masih terbilang kurang,” ujarnya saat ditemui Suaka, Kamis (3/3/2016).
Kebijakan ini memang masih diberlakukan di ritel modern namun lambat laun di pasar tradisional pun akan diterapkan. Empat pedagang di pasar Ujungberung juga mengapresiasi serta mendukung pengurangan sampah plastik, namun mereka pun dilema karena pembeli enggan membayar biaya tambahan untuk kantong plastik, Jumat (4/3/2016).
Salah satunya pedagang sayuran, Rita mengatakan tahu tentang kebijakan tersebut melalui televisi, bukan dari pemerintah secara langsung. “Untuk penerapan di pasar belum, soalnya banyak pembeli yang tidak mau dimintai biaya tambahan untuk bayar kantong plastik,” ungkapnya.
Alokasi Dana
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian LHK Sudirman mengatakan dana penjualan kantong ini dititipkan ke peretail. Uang itu, kata dia, dihitung bersama-sama dengan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat. “Nanti digunakan untuk kebersihan, sarana, prasarana, dan sebagainya. Bukan ke KLH dan pemerintah daerah,” ucapnya pada Tempo.
Melalui video telekonferensi, Wali kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan kantong plastik berbayar dapat mengurangi penggunaan plastik. Ia pun memprediksi nilai ekonominya bisa menghasilkan Rp 1 miliar per hari. Sebesar Rp 360 miliar per tahun, kata dia, bisa dipakai untuk membeli truk sampah dan lainnya. “Ada nilai ekonomi yang luar biasa,” tuturnya.
Meski demikian, jika dibandingkan dengan jumlah sampah plastik yang terkumpul setiap harinya, harga tersebut dianggap tidak sebanding. “Dengan adanya peraturan baru yang diharapkan kepada masyarakat untuk berfikir sebelum mereka membuang plastik. Namun saya rasa untuk harga yang di tetapkan di wilayah kita ini sangat murah sekali,” ujar Wawan.
Sahrudin pun menilai harga ini terlalu murah. Angka Rp 200 masih belum menimbulkan efek jera pada masyarakat. Lain jika, lanjutnya harga yang diterapkan minimal Rp 15 ribu, pasti akan membuat masyarakat berfikir ulang saat membeli kantong plastik, mengingat di wilayah Bandung program ini masih dalam tahap percobaan.
Anton juga membandingkannya dengan Kota Balikpapan. Ketentuan, lanjutnya yang mengatur bahwa harga Rp 200, adalah harga minimal, berarti masing-masing daerah bisa memberlakukan harga yang lebih daripada itu.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur menerapkan penggunaan kantong plastik berbayar pada beberapa pasar modern dengan harga jual Rp 1500/kantong plastik. Salah satu pasar modern yang menerapkan kantong plastik berbayar adalah Giant.
Batasi Produksi Plastik
Sulitnya proses penguraian sampah plastik, pihak Borma Cipadung memberikan solusi pengganti kantong plastik dengan tas berbahan non-plastik (Tote Bag). Tote Bag tersebut akan dihargai Rp 15.000, dengan harapan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
Produsen kantong plastik memang akan mengalami penurunan produksi jika penggunaan kantong plastik dibatasi. Namun ini menjadi peluang baru bagi produsen kantong plastik atau pembuat kantong dari plastik daur ulang lainnya. Supaya produsen tidak terpaku dengan pembuatan kantong plastik. “Karena kami juga bekerjasama dengan produsen, kami tidak akan memutuskan begitu saja,” kata Sahrudin.
Menghilangkan sampah plastik memang tidak mungkin. Menekan masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik pun tak cukup. Eka Ayu pun menyarankan agar produksi kantong plastik dibatasi. “Jalan terbaik untuk saat ini, dengan mendaur ulang sampah plastik,” ujarnya.
Reporter: Awallina Ilmiakhanza, Edi Setio, Laura Hilmi, Muhammad Machally/Magang
Redaktur: Ridwan Alawi