SUAKAONLINE.COM, Infografis – Kota menjadi tujuan utama penduduk desa untuk mencari kehidupan yang lebih baik karena banyaknya modal dan kesempatan kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 56 persen masyarakat Indonesia tinggal di perkotaan, diperkirakan akan meningkat menjadi 66,6 persen pada 2035. Namun, apakah lonjakan urbanisasi ini sebanding dengan tingkat kelayakhunian kota-kota besar?
Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) menafsirkan kota layak huni atau livable city sebagai gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan tempat untuk beraktivitas. Kelayakhunian dapat dilihat dari berbagai aspek fisik seperti fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll. Kemudian aspek non-fisik yang dapat ditinjau dari hubungan sosial, aktivitas ekonomi.
Most Livable City Index (MLCI) merupakan sebuah penelitian terkait kota layak huni yang dikeluarkan IAP. Penelitian pertama kali dilakukan pada 2009 dan terus berulang setiap 3 tahun berikutnya. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui tingkat kenyamanan sebuah kota untuk dihuni oleh masyarakat.
Untuk menentukan kelayakhunian kota-kota di Indonesia pada 2022 lalu, IAP menganalisa 52 kota di 32 provinsi. Hasil rata-rata indeks nasional pada tahun tersebut adalah 69 poin, meningkat apabila dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan pada 2017, yakni hanya mencapai 62 poin. Skor tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kualitas di berbagai kota dalam kurun waktu lima tahun.
IAP membagi hasil survei ke dalam 3 tier, yaitu top tier city (kota dengan indeks kelayakhunian di atas rata-rata), average tier city (kota dengan indeks kelayakhunian rata-rata), dan bottom tier city (kota dengan indeks kelayakhunian di bawah rata-rata). Adapun kota-kota yang konsisten menjadi top tier cities sejak 2009 hingga 2022, yaitu Solo, Yogyakarta, Malang, dan Balikpapan.
Menariknya, status kota metropolitan dan nilai per kapita suatu kota tidak berkaitan dengan tingkat kelayakhunian wilayah tersebut. Sebut saja DKI Jakarta dan Surabaya yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) per kapita terbesar, tapi berada pada kelompok average tier city. Di samping itu, kota-kota dengan penduduk di atas 2 juta jiwa yang tidak termasuk top tier city seperti Medan, Bandung, dan Makassar, masih berjuang menjadi kota yang layak huni.
Semakin tinggi tingkat urbanisasi, semakin besar pula masalah yang akan ditimbulkan. Mulai dari sulit mencari lahan permukiman layak huni, harga barang meningkat, kualitas udara kian memburuk, mengundang bencana alam, bahkan meningkatkan risiko penyakit seperti depresi, skizofrenia dan kesepian hingga dua kali lipat.
Kota yang layak huni adalah hak setiap penduduk, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Untuk itu, pemerintah perlu berupaya menciptakan pemerataan pembangunan. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya terpaku pada kota besar sebagai satu-satunya pilihan, tetapi juga bisa mengembangkan pedesaan dan meningkatkan kelayakhuniannya.
Peneliti: Mahayuna Gelsha/Suaka
Redaktur: Ighna Karimah Nurnajah/Suaka