SUAKAONLINE.COM – “Kota Tacloban di Filipina menghasilkan sembilan puluh ton sampah per hari yang di bawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), seratus lima ton dibiarkan di tempat umum, dan lima ton untuk kompos. Setelah Zero Waste diterapkan, hasil sampah jadi berkurang yaitu hanya enam puluh ton yang diangkut ke TPA, lima ton dibiarkan di tempat umum dan sebagian besarnya dipakai untuk kompos” ujar direktur eksekutif Global Aliance for Incinerator Alternatives (GAIA), Froilan Grate dalam diskusi isu lingkungan yang berdampak pada Indonesai dan negara-negara Asia, di Sekretariat Aliansi Jurnalis Indpenden (AJI) Bandung, Cibeunying, Kamis (11/07/2019).
Froilan menjelaskan bahwa program Zero Waste ini sudah berkembang di empat negara yaitu, Indonesia, Malaysia, India, dan Filipina. Dimana, program ini sudah ada di dua puluh lima kota, diantaranya Bandung, Cimahi, dan Soreang. “Cerita yang sama itu bukan hanya di Filipina, juga sudah ada di tiga negara yaitu India, Indonesia, Malaysia dengan kota bebas sampah, yang sudah ada di Indonesia diantaranya adalah Bandung, Cimahi, dan Soreang,” tuturnya.
Tak hanya itu, Froilan juga menjelaskan, tujuan dibentuknya GAIA ini adalah untuk ekonomi hemat bahan, dimana semua sampah bisa digunakan kembali, diperbaiki dan di daur ulang. GAIA juga menentang incinerator dan tempat pembuangan akhir. “GAIA memiliki tujuan untuk bisa mendaur ulang kembali sampah, GAIA juga menentang incinerator atau pembakaran sampah dan tempat pembuangan akhir karena di negara saya di Filipina punya aturan nasional mengolah sampah sejak dari rumah dan melarang penggunaan incinerator,” ungkapnya.
Selain itu Yobel Novian Putra dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) memaparkan permasalahan sampah di kota Bandung karena terlalu fokus membuang sampah pada TPA. “Permasahalan yang terjadi adalah kebergantungan kota pada TPA, bukan pada sumber sampah. Tanpa mengolah yang ada di sumber dan semua di tumpuk di TPA dan dikenalah dengan Bandung lautan sampah,” ujar Wakil Koordinator Kampanye Kebijakan Organik YPBB.
TPA Sarimukti yang ada di Kabupaten Bandung Barat adalah tempat bermuaranya sampah yang ada di Kota Bandung dan Cimahi. Kurang lebih ada seribu dua ratus Ton sampah perhari yang dibuang kesana. Hal ini menjadikan beban biaya yang ditanggung Pemerintah Kota Bandung sangat besar, untuk satu ton sampah memerlukan biaya operasional sebesar Rp. 50.000. Jika ada seribu duaratus ton sampah, Pemerintah Kota Bandung mengeluarkan dana operasional sampah sebesar Rp.60.000.000/hari hanya untuk membuang dan mengumpulkan sampah
Tetapi, ada permasalahan yang lebih besar tentang sampah, yaitu teknologi pembakaran sampah menjadi energi yang bisa mengancam kesehatan. “Sampah itu jika dibakar bisa menghasilkan energi dan bekas pembakaran itu menjadi abu, nah abu ini sangat beracun demikian pula jika ada emisinya yang keluar dari pembakaran dan meyebar luas kemana-mana. Ini semua hanya akan menghasilkan permasalahan yang lebih besar,” pungkasnya.
Kemudian Yobel menjelaskan konsep Zero Waste ini, bisa menjadi solusi permasalahan sampah yang sedang terjadi dimana-mana, dengan pengumpulan sampah yang terpilah, dan pemanfaatan sampah menjadi bio gas ataupun kompos. “Teknis yang dilakukan dalam konsep Zero Waste ini adalah dengan memilah sampah dan mengelolanya sesuai jenis sampah yang dibuang, yang pada akhirnya akan menjadi bahan yang berguna seperti bio gas dan kompos,” tutur Yobel.
Diakhir diskusi, GAIA dan YPBB mengajak semua masyarakat, khususnya masyarakat Kota Bandung untuk mengkampayekan program Zero Waste, dengan cara mengurangi sampah pelastik dan selalu mengolah sampah yang ada di rumah agar bisa dimanfaatkan kembali dan mengurangi sampah yang akan dibuang ke TPA.
Reporter : Aldy Khaerul Fikri
Redaktur : Dhea Amellia