Hukum dan Kriminal

Membangunkan Marsinah, Membangunkan Indonesia

Marsinah kagum dengan smartphone, pada penggalan adegan dalam pementasan Membangunkan Marsinah yang digelar Studi Teater Unisba (Stuba) dan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) Universitas Islam Bandung (Unisba), Minggu (15/5/2016) di area parkir utama Unisba. Marsinah mengandai-andai bila di tahun 1993 ia memiliki smartphone, dengan mudahnya ia menyuarakan dan mengajak para buruh se-Indonesia untuk berjuang bersama menuntut hak buruh. (Galih Muhammad/ Magang)

Marsinah kagum dengan smartphone, pada penggalan adegan dalam pementasan Membangunkan Marsinah yang digelar Studi Teater Unisba (Stuba) dan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) Universitas Islam Bandung (Unisba), Minggu (15/5/2016) di area parkir utama Unisba. Marsinah mengandai-andai bila di tahun 1993 ia memiliki smartphone, dengan mudahnya ia menyuarakan dan mengajak para buruh se-Indonesia untuk berjuang bersama menuntut hak buruh. (Galih Muhammad/ Magang)

SUAKAONLINE.COM, Bandung, — Dua puluh tiga tahun silam Sidoarjo bahkan Indonesia, gempar dengan tewasnya seorang buruh wanita secara misterius. Adalah Marsinah seorang buruh PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong yang hilang dan ditemukan tewas pada 8 Mei 1993.

Namanya memang tak banyak dikenal dan seolah hilang dalam ingatan masyarakat saat ini. Memang keberanian dan perjuangannya sebagai aktivis buruh lah yang lebih santer terdengar daripada namanya. Kini 23 tahun berlalu, kasus kematiannya pun belum terungkap.

Bertepatan dengan hari kematian Marsinah, Studi Teater Unisba (Stuba) dan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik Universitas Islam Bandung (Unisba) ‘menghidupkan’ kembali Marsinah. Mereka hidupkan Marsinah lewat pementasan monolog Membangunkan Marsinah, Minggu (15/5/2016) di area parkir utama Unisba.

“Acara Membangunkan Marsinah merupakan upaya kami untuk membumikan semangat perjuangan buruh Marsinah kepada masyarakat, khususnya mahasiswa,” ujar produser produki Reggi Kayong Munggaran pada konferensi pers usai pementasan.

Menurutnya pun melalui seni menjadi cara terbaik untuk mengenalkan sejarah dan mengenang Marsinah. Sosok Marsinah, lanjut Reggi perlu dikenalkan pada masyarakat khususnya mahasiswa, jangan sampai mereka menjadi amnesia sejarah.

“Saat kami mendiskusikan Marsinah, ternyata mahasiswa ada yang tanya siapa Marsinah? Setelah dijelaskan mereka juga bertanya, apa benar orde baru sekejam itu? Dari sana kami berinisiatif untuk membangunkan Marsinah,” ungkap Reggi lirih.

Memunculkan sosok Marsinah, lanjut Reggi yang kasusnya kedaluarsa alias ditutup tanpa alasan itu menunjukkan Indonesia belum merdeka. Indonesia masih terbelenggu otokrasi pemerintah.

Bagi Reggi membangunkan Marsinah bukan hanya sekedar mengenalkan sosoknya saja, melainkan juga membangunkan mahasiswa yang pasif. “Lebih jauh membangunkan kesadaran dan kepekaan terhadap situasi yang terjadi di negeri ini,” jelas Reggi.

Pementasan yang disutradarai Sugeng Riyadi, sosok Marsinah yang diperankan Shella Karina, banyak mempertanyakan fenomena saat ini. Marsinah mempertanyakan kemerdekaan Indonesia. “Aku baca koran dan mendapati berita Salim Kancil Tewas Dibunuh, aku kira kemerdekaan sudah didapat saat ini,” kata Marsinah (Shella).

Masih ada, lanjutnya memberikan penderitaan pada orang lain demi uang. Ini tak membuktikan Indonesia telah merdeka. Dan demokrasi hanya slogan semata. “Kalau begitu, masih sebelas dua belas sama zaman saya,” ujar dengan aksen jawa kental.

Marsinah terus membaca koran. Kian banyak pula Marsinah menemukan kasus serupa yang menimpa dirinya, seperti pembunuhan wartawan Udin Bernas, hilangnya 13 aktivis menjelang reformasi 1998, dan lumpur lapindo.

Ia pun muntah di hadapan penonton dengan sengaja. Marsinah mengaku mual melihat ketidakadilan ini. ”Aku memuntahkannya di depn kalian, agar kalian tahu seberapa menjijikannya mereka yang tak bertanggungjawab dan agar kalian juga yang membersihkannya,” ujarnya.

Monolog ini mengakhiri acara Membangunkan Marsinah yang digelar dari tanggal 9 – 15 Mei 2016. Rangkaian acara yang telah digelar antara lain, pameran lukisan, pameran buku, Wanggi Hoed, Metha, Mimi Fatma, Ayefeelsix, Ucok eks Homicide, dan Forum Teater Kampus Bandung.

Reporter: Ridwan Alawi

Redaktur: Edi Prasetyo

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas