
Salah satu buruh perempuan menyuarakan tuntutan hak-hak buruh wanita dalam aksi di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu (1/5/2024). (Foto: Zahra Zakkiyah/Magang)
SUAKAONLINE.COM – Buruh perempuan hadir dalam aksi gabungan serikat buruh se-Jawa Barat dalam rangka memperingati May Day yang dilakukan di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Kamis (1/5/2025). Mereka menyampaikan tuntutan hak-hak yang selama ini belum terpenuhi, seperti upah yang tidak sesuai, Pemutusan Hak Kerja (PHK), hak cuti khusus perempuan, dan sistem kontrak.
Buruh perempuan pun menyuarakan aspirasinya melalui orasi di tengah rangkaian aksi buruh ini. Perwakilan dari forum Dago Melawan, Etnis, menuturkan bahwa May Day bukan sekadar peringatan buruh, melainkan telah menjadi momentum perlawanan rakyat terhadap rezim penindas, yang mencakup ancaman PHK massal, undang-undang yang merugikan, dan upah dibawah minimum.
Salah satu mantan pekerja buruh pabrik tekstil, Meti Hermayanti, menyampaikan bahwa upah yang ia dapat tidak sebanding dengan kinerjanya, termasuk hak mendapatkan tunjangan hari raya (THR). “Kami waktu COVID itu menuntut THR mau dicicil empat kali, kami serentak aksi, langsung kami dirumahkan. Setelah itu saya bersama sepuluh orang kawan perempuan di-PHK,” ungkap Teti terkait pengalaman pahitnya di-PHK karena menuntut hak, Kamis (1/5/2025)
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa buruh perempuan semakin sulit mendapatkan izin cuti bekerja, khususnya cuti haid dan melahirkan. Padahal, hak-hak tersebut sebelumnya telah diperjuangkan sejak tahun 1998. Namun kini, hak cuti haid dan melahirkan terkikis dan semakin sulit didapat.
Ia juga menekankan bahwa perempuan membutuhkan perlindungan khusus, termasuk kemudahan dalam mengambil cuti saat menyusui atau melahirkan, namun hal tersebut seringkali tidak dipenuhi oleh perusahaan. Meti berharap agar pemerintah tidak hanya mendengar suara buruh, tetapi juga menindaklanjuti pemenuhan hak-hak yang hingga kini belum terealisasi.
Senada dengan itu, Sudajat dari Jaringan Indonesia untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (JIKK) menyampaikan bahwa banyak buruh perempuan tidak mendapatkan hak cuti haid maupun cuti hamil. Bahkan, beberapa di antaranya justru menghadapi PHK sepihak saat mengajukan cuti melahirkan. “Mereka dipaksa mengundurkan diri, padahal itu jelas-jelas melanggar aturan. PHK karena hamil itu seharusnya tidak boleh terjadi,” ujarnya, Kamis (1/5/2025)
Tak hanya itu, ia juga menekankan sistem kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing yang makin memperburuk kondisi buruh perempuan. Mereka menjadi takut menuntut haknya karena khawatir kontraknya tidak diperpanjang. Kondisi ini, menurutnya, membuat buruh perempuan terus-menerus bekerja dalam tekanan, tanpa kepastian kerja dan tanpa kesempatan merawat kesehatannya sendiri.
Ia berharap aksi ini menjadi ruang penting untuk menyuarakan kondisi nyata buruh, khususnya buruh perempuan serta mereka yang selama ini kesulitan menyampaikan suaranya di ruang publik. “Harapannya kami para buruh, bisa menyampaikan suara-suara di sini yang tidak bisa disampaikan, perempuan yang mendapat ketidakadilan,” ungkapnya.
Keresahan buruh perempuan atas ketidakadilan yang mereka alami terlihat jelas dalam orasi yang disampaikan oleh Aan Aminah. Ia menyoroti bagaimana hak-hak buruh, terutama perempuan yang sering diabaikan. “Hak-hak dan penindasan terhadap buruh akan terus kita lawan, sampai titik darah penghabisan!” tegasnya.
Reporter: Zahra Zakkiyah/Magang
Redaktur: Hanifah Flora Reine/Suaka