Lintas Kampus

May Day 2025, Aspirasikan Hak yang Tak Kunjung Dapat

Salah satu orator aksi menyampaikan aspirasinya dalam rangka Hari Buruh Internasional di Taman Cikapayang, Dago, Kota Bandung, Kamis (1/5/2025). (Foto: Nurul Hikmah Azzahro/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Ratusan buruh se-Jawa Barat menggelar aksi peringati Hari Buruh Internasional (May Day) dilaksanakan di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Kamis (1/5/2025). Aksi ini menjadi sarana bagi para buruh untuk mengaspirasikan berbagai masalah terkait pemenuhan hak buruh yang dinilai masih terabaikan.

Aksi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dengan orasi di mimbar bebas sebagai pembuka ruang mereka untuk melontarkan aspirasi. Salah satu orator menyampaikan keresahannya terkait pesangon yang tak kunjung ia dapatkan haknya. “Sudah dijelaskan dalam peraturan pemerintah, namun tetap tidak kami dapatkan” ucapnya, Kamis (1/5/2025) .

Orator juga menambahkan, uang pesangon yang sudah tertera ketentuannya serta sudah jelas kepastian hukumnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang seharusnya menjadi perhatian bagi perusahaan di atasnya untuk memenuhi hak-hak buruh sesuai dengan ketentuan di pasal tersebut, khususnya bagi buruh pensiun dan buruh yang dikenai Pemutusan Hak Kerja (PHK).

Perihal lain disampaikan oleh salah satu massa aksi, Aminah, ia menjelaskan pendapatnya mengenai sistem pekerja kontrak atau pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dianggap menyulitkan tenaga kerja sebab tidak memberikan jangka waktu kerja yang panjang sehingga berpotensi maraknya pengangguran.

“Hal itu terjadi karena adanya sistem pekerja kontrak, orang yang baru lulus sekolah yang tidak tahu sistem kerja kontrak akan diam saja yang penting dapat kerja. Sistem kontrak akan berpotensi maraknya pengangguran, baru tiga bulan saja sudah dikeluarkan, karena biasanya sistem kerja kontrak hanya berlangsung selama tiga bulan saja,” ujarnya saat diwawancara.

Lebih lanjut, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Ikbal Tawakal mengungkapkan dalam orasinya terkait permasalahan durasi kerja serta uang lembur yang tidak diberikan. Hal ini menjadi persoalan yang sama di tahun lalu. “Jam kerja yang masih melebihi dari 8 jam juga para buruh yang dipaksa lembur tapi tidak dibayar, kalau di bayar jumlahnya sangat sedikit, ” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa hak-hak yang diterima oleh jurnalis belum sepenuhnya terpenuhi, khususnya dalam pemberian upah minimum yang dinilai tidak sebanding dengan resiko yang harus dihadapi. “Selain itu banyak hak normatif yang belum didapatkan para jurnalis, yaitu hak cuti-baik cuti sakit, atau cuti hamil bagi perempuan. Juga hak yang terkait dengan kesehatan tidak bisa diabaikan begitu saja,” katanya.

Permasalahan yang dialami buruh saat menyampaikan aspirasinya bukan hanya tentang materi seperti pesangon, sistem Tunjangan Hari Raya (THR), gaji tak sesuai, hingga sistem pemberian kerja yang dinilai berpotensi maraknya pengangguran. Namun juga hak-hak atas keselamatan pekerja dan hak-hak atas buruh perempuan juga menjadi sorotan dalam aksi yang diselenggarakan.

Selain menggaungkan aspirasi mereka lewat orasi di mimbar bebas, berbagai rangkaian kegiatan seperti Posko Curhat Buruh, Konsultasi Hukum, hingga Musik yang menjadikan aksi peringatan ini bukan hanya sebagai wadah seni ekspresi diri, namun juga memberikan layanan advokasi jalur litigasi.

 

Reporter: Nurul Hikmah Azzahro/Magang

Redaktur: Mujahidah Aqilah/Suaka

 

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas