Lintas Kampus

Absen dari Undangan Kelompok Rentan, Komitmen Cagub Jabar Dipertanyakan

Perwakilan peserta kelompok rentan menyampaikan kekecewaan mereka terhadap ketidakhadiran para Calon Gubernur (Cagub) pada kegiatan Ngariung “Merancang Demokrasi Inklusif: Menguatkan Suara Kelompok Rentan di Jawa Barat” di The Jayakarta Suites Hotel & Resort, Kota Bandung, Kamis (21/11/2024). (Foto: Muhamad Ardio Nauly/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Ruang dialog antara masyarakat kelompok rentan dengan Calon Gubernur (Cagub) Jawa Barat dilaksanakan pada Kamis (21/11/2024) yang berlokasi di The Jayakarta Suites Hotel & Resort, Kota Bandung. Kegiatan kolaborasi antara SETARA Institute dan Koalisi ASPIRASI Jawa Barat ini bertujuan untuk menyerap keresahan masyarakat marginal dan menggantungkan harapan baru kepada calon pemimpin Jawa Barat. Namun disayangkan, keempat cagub tersebut ramai-ramai absen dari undangan.

Peneliti SETARA Institute, Merisa Dwi Juanita mengungkapkan kekecewaannya karena pihaknya telah melakukan persiapan untuk menyelenggarakan kegiatan ini dari beberapa bulan lalu. Bahkan, satu jam sebelum kegiatan berlangsung, beberapa paslon masih menjanjikan akan menghadiri kegiatan tersebut.

“Ada semacam pengabaian total kalau saya bisa bilang. Ternyata memang di akhir masa kampanye, gak menjadi prioritas kelompok marginal di Jawa Barat ini. Padahal, kalau misalkan menurut data ini mereka harusnya tahu, teman-teman di sini berkumpul tuh biar tahu kualitas mereka dalam memimpin akan gimana, bukan hanya sebagai dulang suara,” tegas Merisa, Kamis (21/11/2024).

Selanjutnya, Fasilitator Koalisi ASPIRASI Jawa Barat, Risdo Maulitua menyampaikan secara rinci mengenai ketidakhadiran keempat cagub. Untuk paslon nomor urut 01 (Acep Adang dan Gita Dwi) menyebutkan akan hadir, akan tetapi tidak ada. Kemudian, Jeje Wiradinata dan Ronal (paslon 02) memberi kabar satu jam sebelum acara akan hadir, tetapi kemudian menyebutkan akan pulang ke kampung halaman karena alasan kesehatan.

Hal serupa disampaikan oleh cagub bernomor urut 03 yang menyebutkan akan hadir dengan diwakili oleh Ilham Habibie, tetapi beberapa jam sebelum kegiatan berlangsung dikabarkan sedang sakit. Terakhir, pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan setiawan mengkonfirmasi kehadiran, akan tetapi tidak ada kejelasan.

“Maksudnya kan kita pakai jalur resmi ya. Kalau memang gak bisa kan bisa bilang dari kemarin. Dibatalkannya beberapa jam sebelumnya dan kita sudah nanya lagi ke timsesnya, apakah akan ada yang mewakili, tapi tetep gak bisa,” keluh Risdo, Kamis (21/11/2024).

Absennya keempat cagub tersebut kemudian disoroti oleh salah satu perwakilan kelompok disabilitas, Dinda Salsabila. “Kami yang mengikuti kegiatan ini dari tiga hari ke belakang mengatakan sangat kecewa, karena kami merasa telah mempersiapkan segalanya. Kami akan memberikan apapun yang disampaikan, tapi saya secara pribadi sebagai warga asli Jawa Barat merasa sangat kecewa,” ujarnya.

Dialog antara masyarakat kelompok rentan dengan keempat cagub Jawa Barat ini pun tidak terlaksana. Acara ini kemudian diisi oleh forum yang berisi tuntutan-tuntutan beberapa panelis yang memiliki fokus kajian di bidang disabilitas, gender,  agama dan kepercayaan, serta akademisi. Tuntutan tersebut berisi pembahasan seputarb permasalahan yang ada di Jawa Barat.

Pembentukan PERDA baru untuk penyandang disabilitas

Salah satu narasumber dari Organisasi Penyandang Disabilitas (OPENDIS) sekaligus Ketua Cahaya Inklusi, Dudi Rahimi menyampaikan bahwa saat ini ia tengah melakukan penyusunan Peraturan Daerah (PERDA) mengenai disabilitas. Regulasi tersebut bertujuan untuk memperbarui beberapa hal yang sudah tidak relevan di peraturan yang lama.

Dudi berharap ia dapat menyampaikan progresnya secara langsung kepada keempat Cagub agar dibersamai dalam perumusan, juga agar mengetahui sejauh mana pengetahuan dan komitmen dari keempat paslon terhadap persoalan yang dirasakan masyarakat disabilitas di Jawa Barat.

“Kami sedang berupaya menyusun perda disabilitas yang baru, karena pernah sebelumnya yaitu pada perda No.7 Tahun 2013 tentang Penyandang disabilitas sudah tidak relevan sekali, karena sudah banyak perubahan yang terjadi, hal ini kami ingin sampaikan kepada para calon yang nanti nya akan berkomitmen untuk meimplementasikan perda ini,bahwa kami sedang menyusun untuk menjadi Perda, ” ungkapnya.

Jawa barat sendiri menjadi provinsi dengan populasi disabilitas yang tinggi. Yaitu sebanyak 35.953 jiwa pada 2021 dan melonjak dua kali lipat pada 2022 hingga mencapai 72.565 jiwa. Mengacu pada data yang disajikan oleh BPS tersebut, maka seyogyanya pemerintah memberikan perhatian khusus guna memastikan hak-hak penyandang disabilitas terpenuhi.

Represifitas terhadap Kelompok Minoritas dan Penghayat Kepercayaan

Beralih ke pembicara kedua, Pembina JAKARTARUB, Wawan Gunawan menjelaskan secara merinci persoalan keberagaman agama yang masih mendapat sentimen negatif di kalangan masyarakat. Beberapa diantaranya ialah pelarangan aktivitas keagamaan, sulitnya izin rumah ibadah, dan regulasi yang diskriminatif terhadap kelompok agama minoritas. Serangkaian persoalan tersebut menyebabkan kelompok minoritas sering kali merasa terpinggirkan dan tidak terlindungi.

Menurut Wawan, perlindungan terhadap penghayat kepercayaan harus sangat diperhatikan oleh pemerintah karena hak kebebasan beragama merupakan hak paling dasar yang dimiliki oleh setiap individu. Negara memiliki berkewajiban untuk memastikan bahwa setiap warga negaranya, tanpa memandang latar belakang agama atau kepercayaan, dapat menjalankan keyakinannya dengan aman dan bebas dari diskriminasi.

“Hak kebebasan beragama itu menjadi hak paling dasar,harus dijamin sejak dalam kandungan tugas pemerintah harus menghormati,melindungi dan memenuhi. Bahkan kalau ada agama yang dibuat tadi malam itu harus dilindungi oleh pemerintah,” ungkap Wawan Gunawan.

Kekerasan pada Perempuan Masih Menjamur

Tidak berbeda jauh dengan yang dirasakan perempuan di Jawa Barat, hingga saat ini angka kekerasannya masih mencuat. Mencatut data yang dimuat oleh SIMFONI-PPA, terdapat 23.532 Jumlah kasus  kekerasan seksual di Indonesia dan  2.214 diantaranya berada di Jawa Barat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan para aktivis perempuan dan gender, pasalnya beberapa kebijakan yang dirumuskan pun kerap kali tidak berpihak kepada mereka.

Seperti yang disampaikan oleh pembicara mengenai isu perempuan, anak, dan ragam gender, Diana Handayani. Ia sangat menyayangkan saat ini keterwakilan perempuan di Jawa Barat masih belum mencapai 30 persen, “Representasi perempuan di Jabar hanya mencapai 22,6 persen,” lugasnya.

Diana menyebutkan bahwa dalam beberapa hal ia merasa tidak puas dengan treatment yang diberikan pihak pemangku kebijakan. Pasalnya, ungkapan-ungkapan tersebut mayoritas tidak berpihak kepada perempuan, “Postulatnya saja bilang bahwa pemberdayaan perempuan adalah mengubah pola perilaku perempuan. Nah jadikan environment ini harus dibangun,” lanjutnya.

Permasalahan Baru dari Pembangunan Infrastruktur

Keluhan yang sama pula disampaikan oleh pembicara terakhir yang merupakan Pemimpin Redaksi ]Bandung Bergerak, Tri Joko Her Riadi. Ia membicarakan secara gamblang mengenai pembangunan infrastruktur di Jawa Barat yang cenderung membuat kelompok rentan baru.

Persoalan tersebut disebabkan oleh kerusakan alam dari pembangunan, sehingga banyak kawasan yang terdampak seperti kekeringan, tertutupnya mata air, ,banjir yang semakin memperburuk kondisi kehidupan masyarakat, terutama bagi kelompok miskin dan penyandang disabilitas.

Sebagai contoh pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang telah menggusur lahan pertanian masyarakat,sehingga para petani menghadapi masalah baru karena kehilangan lahan mereka. Hal ini menimbulkan masyarakat rentan baru yang diakibatkan, sehingga masyarakat kehilangan mata pencaharian mereka.

Joko juga membahas terhalangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sehingga dalam pelaksanaan Proyek Strategi Nasional (PSN) seringkali terdapat tumpang tindih kepentingan. “Dengan mudah kepentingan di daerah ini dikangkangi oleh pemerintah pusat,” ucap Joko.

Terakhir, acara ditutup dengan pembacaan delapan tuntutan yang diwakili oleh beberapa kelompok rentan. Salah satu tuntutan meminta agar pemerintah mendorong pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan mengenai isu kebebasan beragama, kesetaraan gender, dan disabilitas. agar memastikan kebijakan yang akan dihasilkan dapat relevan dengan kelompok rentan.

Reporter: Muhamad Ardio Nauly & Ighna Karimah Nurnajah/Suaka

Redaktur: Zidny Ilma/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas