SUAKAONLINE.COM, Infografis – Indonesia menjadi salah satu negara yang menyandang gelar penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Sebesar 2,1 ton per kapita karbon dioksida dihasilkan dari berbagai sektor, misalnya dari sektor transportasi. Untuk mengurangi emisi tersebut, pemerintah melakukan beberapa upaya di sejumlah bidang, contohnya menerapkan Car Free Day (CFD).
CFD ini sebagai kampanye untuk mengurangi tingkat pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Kegiatan ini bermula pada 25 november 1956 di Belanda yang dilaksanakan setiap hari minggu. Selain Belanda, pada 1995 Prancis memperingati Green Transport Week. Namun akhirnya, kegiatan ini diperingati setiap tanggal 22 September di seluruh dunia.
Di indonesia, kegiatan Car Free Day pertama kali dilaksanakan pada tahun 2001. Kemudian pada 2003 pelaksanaan kegiatan ini mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia. Lalu apakah pelaksanaan kegiatan ini efektif untuk mengurangi emisi karbon? Dikutip dari greeners.co, Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang merupakan inisiator CFD menilai kegiatan ini gagal dalam mengendalikan pencemaran udara karena dikelola sebagai pasar kaget.
Esensi CFD sebagai media penyampai pesan untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi, dengan beralih ke sepeda, berjalan kaki, dan menggunakan angkutan umum juga gagal. Menurutnya, pengalihan fungsi CFD menjadi pasar kaget ini menimbulkan berbagai polusi yang berasal dari genset SIM keliling, beberapa makanan yang dibakar, dan lain-lain.
Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat rata-rata kenaikan emisi karbon di indonesia sebesar 8 persen per-tahun. Pada COP26 november tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia harus mengembangkan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya. Dilansir dari tempo.com Damawan Prasodjo, direktur utama PLN juga mengatakan penggunaan mobil listrik bisa mengurangi emis karbon dioksida (CO2) hingga 50 persen.
Untuk mendorong transformasi tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk transportasi jalan. Dalam jangka panjang, transformasi ini dinilai akan meningkatkan kualitas lingkungan yang lebih bersih. Hal itu karena penggunaan kendaraan listrik menghasilkan tingkat emisi yang rendah.
Namun, meyakinkan masyarakat Indonesia untuk mulai menggunakan kendaraan listrik tentu tidak akan mudah ditambah pasokan kendaraan listrik masih sedikit dengan harga jual yang tinggi. Sebelumnya, Jokowi juga menyebut peralihan dari energi fosil ke energi ramah lingkungan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Peneliti: Zahra Nayla Febriani / Suaka
Sumber: Berbagai Sumber