Infografik

Doxing: Bentuk Melukai Kebebasan Berpendapat

SUAKAONLINE, Infografis – Perkembangan teknologi saat ini memberi kemudahan akses, kelengkapan data, dan kebebasan berpendapat melalui media sosial. Namun dalam pemanfaatannya, teknologi tidak selalu memberi dampak positif, tetapi juga memunculkan kejahatan jenis baru yang disebut cyber crime. Salah satu jenis cyber crime yang menjadi ancaman kebebasan berpendapat bagi masyarakat ialah doxing.

Dropping documents atau doxing merupakan suatu tindakan cyberbullying yang harus diwaspadai. Kegiatan mencuri data ini dapat terjadi karena pelaku doxing merasa tersinggung atas kesalahan yang dilakukan korban. Selain itu, pelaku secara sengaja ingin menjatuhkan reputasi korban. Pelaku doxing bukan hanya dari kalangan peretas profesional, tetapi bisa juga dari kalangan masyarakat biasa yang menguntit media sosial korban lalu disebarkan tanpa adanya persetujuan.

Adapun batasan mengenai data pribadi, telah diatur dalam UU No. 27 Tahun 2022 yang membagi data pribadi menjadi dua jenis, yaitu umum dan spesifik. Data pribadi umum meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan dan agama. Sedangkan data pribadi yang bersifat khusus diantaranya ialah orientasi seksual, catatan keuangan, catatan kejahatan dan pandangan politik seseorang. Apabila seseorang menyebarkan nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon atau foto pribadi, maka hal tersebut sudah termasuk ke dalam tindakan doxing.

Doxing kemudian dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu deanonymizing merupakan jenis doxing yang mengungkapkan identitas seseorang yang sebelumnya tidak menggunakan nama asli, sehingga identitasnya dapat diketahui oleh publik. Lalu, targeting jenis doxing yang mengungkapkan informasi korban secara spesifik. Terakhir, delegitimizing yakni mengungkap hal sensitif atau intim mengenai korbannya.

Korban atau sasaran utama dari cyberbullying ini diantaranya aktivis, politikus dan jurnalis yang mengangkat topik-topik sensitif di internet. Pada 2019 lalu misalnya, Victor Koman seorang aktivis HAM yang vokal dalam membela Rakyat Papua mendapat intimidasi mulai dari pembocoran data hingga ancaman pembunuhan. Kasus tersebut mengindikasikan media sosial yang menjadi sarana bebas berpendapat, kini justru tidak lagi memberikan ruang aman bagi penggunanya.

Upaya yang dapat ditempuh oleh masyarakat untuk menghindari serangan doxing diantaranya  yakni menggunakan kata sandi atau PIN yang kuat dalam setiap akun sosial media, menggunakan username yang berbeda-beda pada setiap platform sosial media agar tidak mudah dilacak, hindari oversharing dalam membagikan aktivitas di internet, gunakan autentikasi multi-faktor untuk menyulitkan peretas dalam memperoleh data pribadi, terakhir yaitu selalu hapus akun sosial media yang tidak lagi digunakan.

Peneliti: Ighna Karimah Nurnajah/Magang

Sumber: bpsdm.kemenkumham.go.id, narasi.tv, Kompas.com.

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas