Galeri

Ini Dia yang Dikatakan Guru Besar STF Driyarkara Tentang HAM

SAM_4282

Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Bidakara Jakarta, Frans Magnis Suseno berbagi pemahamannya mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), Senin (3/3).
Foto: Dinda Ahlul Latifah/Suaka

SUAKAONLINE.COM, JAKARTA — Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakarta Jakarta, Frans Magnis Suseno berbagi pemahamannya mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Konferensi Nasioanl yang digelar oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Selasa (3/3).

Frans memaparkan konsep HAM dari perspektif filosofis. Menurutnya, HAM diperuntukan untuk membela dan melindungi hak-hak manusia dari ketertindasan dan ketidakberdayaannya untuk melawan penyimpangan yang terjadi akibat kebijakan yang diskriminatif atau menyimpang.

“Manusia perlu perlindungan, manusia berhak mendapat atau tidak mendapat sebuah perlakuan tertentu. Manusia tidak sama dengan binatang, binatang bisa disembelih sedangkan manusia tidak. Manusia tidak boleh dijadikan sebagai sasaran atau tujuan, apalagi ditumbalkan dan dibunuh,” papar Frans dalam dialog terbuka mengenai HAM di hadapan peserta.

Frans pun mengutarakan pendapatnya mengenai wacana pluralisme. Dalam pandangan Frans, pluralisme bukan mengenai pembenaran suatu agama, melainkan mengenai penghormatan dan penghargaan pada agama lain.

Salah saru  peserta diskusi bertanya, seperti apakah batas nyata yang bisa membatasi seseorang dalam melakukan perbuatan yang didalihkan berdasarkan HAM, Frans pun menjawab dengan bijak bahwa HAM tidak bisa dijadikan legitimasi bagi seseorang untuk berbuat penyimpangan. Artinya segala perbuatan yang bertentangan dengan norma, kaidah, hukum dan merugikan orang lain tidak bisa dibenarkan meskipun atas nama HAM, karena ada batasan nyata atas itu, yaitu hak orang lain.

Frans pun menyatakan bahwa ia sangat berterima kasih pada Amien Rais yang telah memotori amandemen UUD 1945. “ Amandemen UUD 1945 adalah sebuah kemajuan yang besar. Menurut saya ada dua hal yang tidak boleh diamandemen, yang pertama adalah demokrasi, Indonesia adalah negara demokrasi dan tidak boleh dikuasai militer. Kedua adalah HAM, HAM harus ditegakan sebagai perlindungan bagi manusia lemah yang tertindas dan tidak memiliki daya pukul,” pungkas Frans.

Reporter : Dinda Ahlul Latifah/Suaka

Redaktur : Adi Permana

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas