Oleh Muhammad Iqbal & Elsa Yulandri
Suaka berhasil mewawancarai empat mahasiswi korban pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen, dua di antaranya mahasiswa aktif dan dua alumni, berasal dari dua fakultas yang berbeda. Korban di antaranya AS, BB, CL dan DK. Kami mendapati perlakuan yang kurang menyenangkan dari ketua jurusan (kajur) salah satu korban, di mana ia ditekan untuk mencegah Suaka untuk tidak menerbitkan tabloid. Padahal, selaku tumpuan terakhir di jurusan yang bisa dipercaya oleh mahasiswanya justru menjadi batu pengganjal adanya penyelesaian.
SUAKAONLINE.COM — Pukul setengah 11 di Desember lalu, dua anggota Suaka menemui Ketua Jurusan (kajur) AS. AS merupakan korban pelecehan seksual oleh salah satu oknum dosen yang mengajar di kelasnya. Kami mencoba mengonfirmasi beberapa laporan, karena dirinya merupakan orang yang menerima laporan AS, saat kami mewawancarai AS beberapa minggu sebelumnya. Menurut keterangan AS, kajurnya menyarankan untuk tetap fokus kuliah dan mengganti kartu ponsel.
Ia menyangkal, dirinya tidak melakukan tindakan apa-apa. Ia telah memberikan saran agar menenangkan diri dulu dan langsung melapor kepadanya bila terjadi sesuatu. “Nanti kalo misalkan nilai kamu C bilang aja ke Bapak,” ujar AS menirukan perkataan sang kajur.
Namun, sang kajur tidak menyangkal sudah banyak yang lapor kepadanya mengenai perilaku salah satu oknum dosen kepada mahasiswinya. “Gak lebih dari sepuluh,” katanya. Ia sudah tahu siapa yang kami maksud tanpa kami beritahu, nama korban dan pelaku, karena menurut pengakuan kajur dari semua pelapor, AS menceritakan kronologis dengan jelas.
Kejadian yang dialami AS terjadi pada 2016, namun hingga awal 2018 oknum dosen tersebut belum dikenai sanksi apapun. Kajur beralasan, AS tidak memberikan bukti saat itu, AS hanya menceritakan saja. Tetapi, sekiranya ada bukti ia siap untuk membawa masalah ini ke rapat dekanat.
Wawancara pun berakhir, kami langsung menuju sekretariat Suaka. Tiba-tiba AS mengirim pesan kepada salah satu dari anggota Suaka yang ikut mewawancarai kajur. AS meminta untuk menahan tabloid Suaka agar tidak diterbitkan. Amat mencurigakan. Salah seorang yang pernah mewawancarai AS langsung menghubunginya.
Menurut pengakuan AS, setelah kami selesai mewawancarai kajur, AS yang sedang berada di kelas dipanggil oleh kajur menuju ruangannya. Di ruangan kajur, ia diperintahkan untuk menahan Suaka agar tidak menerbitkan tabloid yang bersangkutan dengan jurusannya apalagi masalah pelecehan seksual. Bahkan beasiswanya pun diungkit-ungkit, hingga dianggap tidak tahu terima kasih.
Kami belum bisa menemui AS pada hari itu. Teman AS yang mengetahui itu langsung mendatangi Suaka ke sekretariat. Ia menyampaikan bahwa AS ditekan oleh kajurnya. AS menangis kala selesai dari ruangan kajurnya. Ia terus diteror oleh staf di jurusan, menanyai apakah sudah disampaikan dan bagaimana laporannya. Kami dan teman AS menyarankan agar kontak yang menghubunginya diblokir. Dan beberapa hari selanjutnya tidak ada lagi yang mengontak AS.
Saat itu kami tidak melanjutkan liputan karena fokus pada perlindungan narasumber. Beberapa bulan berlalu, akhirnya pada 11 Maret 2018 AS bersedia tetap menjadi narasumber kami. Ia mengharapkan agar kejadian yang pernah ia alami tidak terjadi pada teman dan adik kelasnya.
Amat tidak disangka, padahal saat wawancara, sang kajur mengaku akan menengahi. “Dalam hal ini saya hanya sebagai mediator, saya tidak memihak pada dosen dan bukan berarti tidak mempercayai mahasiswi yang melapor kepada saya. Secara psikologis dan akademis wajar kalau saya memihak pada dosen. Tapi secara kebenaran tidak, kalau memang salah ya saya bongkar, itu prinsip hidup saya,” ucap kajur tersebut saat diwawancarai.
Menurut Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Akmaliyah, seharunya kajur yang mampu menyelesaikan masalah terkait pelecehan seksual yang dialami mahasiswanya. Di mana kajur menjadi penengah dan membawa kasus tersebut pada rapat dekanat fakultas.
“Dari fakultas atau jurusan setempat yang berhubungan langsung dengan dosen dan mahasiswa tersebut, yang dekat dengan mahasiswa dulu. Lalu disampaikan ke pimpinan fakultas dan jurusan mereka masing-masing yang menindak lanjuti. Nanti kalau ada aturan yang resmi baru ditindak lanjut,” katanya.
Terkait aturan, menurutnya belum ada aturan yang jelas. Sebelumnya ada pembahasan terkait kode etik dosen, saat ia menjadi anggota Senat Universitas, namun ia belum tahu perkembangan terkait aturan tersebut.
Menyoal masalah kajur yang mencoba menahan Suaka untuk menerbitkan tabloid dinilai tidak tepat. Menurut Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung, Iqbal Tawakal mengatakan, siapa pun yang mencoba menahan penerbitan produk jurnalistik dikatakan menghalang-halangi proses jurnalistik. “Tidak ada yang boleh mencoba menghalang-halangi tugas jusnalistik. Apalagi melarang untuk menerbitkannya. Apabila merasa dirugikan oleh pemberitaan pers nanti ada jalurnya melalui mekanisme Dewan Pers,” ungkapnya (29/5).
Apalagi menggunakan salah satu narasumber sekaligus korban untuk menahan penerbitan, ia pun menilai bahwa yang dilakukan oleh kajur tidak tepat. “Seharusnya, kajur menghubungi langsung kepada wartawan Suaka,” pungkasnya.
Redaktur : Dadan M. Ridwan
*Keterangan: Artikel ini merupakan Laporan Utama 3 di Tabloid LPM Suaka Edisi April 2018.
Baca Fokus lainnya.
Fokus 1 : Akrobat Nakal Oknum Pengajar
Fokus 2 : Rasa Takut Berujung Trauma
Fokus 3 : Kala Tumpuan Terakhir Menjadi Batu Pengganjal
Fokus 4 : Menelaah Tindak Asusila di Kampus Hijau
E-paper : Tabloid Suaka Edisi April 2018