Infografik

Ketidaklayakkan Alat Hingga Human Error Berakibat Rusak Ekosistem

SUAKAONLINE.COM, Infografis – Kementrian Kelautan dan Perairan (KKP) melakukan pertemuan dengan pihak Pertamina dan Pemerintah Daerah untuk membahas tindak-lanjut penanganan pasca kebocoran pipa minyak di perairan Karawang. Kebocoran tersebut mengakibatkan pencemaran yang mengancam keselamatan ekosistem serta aktivitas nelayan  maupun pembudidayaan biota laut disana.

Kebocoran yang terjadi Kamis (15/4/2021) sore hari itu menumpahkan ribuan liter kubik minyak yang berasal dari bocornya pipa di area BZZA. Meskipun pihak Pertamina telah memperbaiki kebocoran pipa tersebut, namun pembersihan tumpahannya memakan banyak waktu dan tenaga. Sekitar 1.206 terlibat dalam pembersihan tersebut terdiri dari pekerja offshore response, nelayan, dan masyarakat pesisir. Alat yang dipakai diantaranya 142 kapal termasuk kapal nelayan, 4 skimmer dan 600 moveable oil boom.

Kebocoran ini bukanlah yang pertama kali, sebelumnya pada 12 Juli 2019 hal yang sama menyapa perairan Karawang. Melansir dari cnbcindonesia.com, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan Samsu mengungkapkan kebocoran saat itu mengakibatkan wilayah operasi berhenti dan perlu dilakukan evakuasi pegawai.

Kemudian pada 15 Juli Pertamina menyampaikan keadaan darurat kepada SKK Migas dan Kementrian ESDM. Lalu pada 16 Juli ditemukan lapisan minyak di permukaan laut, dan esok harinya oil sheen tersebut terlihat di sekitar anjungan mencapai ke arah barat sejauh 2 KM pantai dan status menjadi darurat.

Satu tahun sebelumnya, tragedi minyak tumpah terjadi juga di Teluk Balikpapan. KNKT merilis insidennya berawal dari miskomunikasi antara pihak MV Ever Judger dengan 2 kapal pandu yakni Anggada dan Antasena. Komunikasi nahkoda ke kapal pandu menggunakan bahasa Inggris, sedangkan sesama awak kapal MV Ever Judger menggunakan Bahasa Cina.

KNKT menyimpulkan pencemaran laut itu juga akibat kurangnya penerapan Bridge Resource Management (BRM) untuk keselamatan navigasi di atas MV Ever Judger serta penanganan kedaruratan yang tidak tepat, serta tidak adanya prosedur spesisifik tentang pelayanan pemanduan terkait pertukaran informasi.

Kasus pertumpahan minyak di Laut Indonesia bukanlah hal yang sepele. Rusaknya hutan mangrove, matinya biota laut dengan skala besar, hingga terasa pengaruhnya pada mata pencaharian nelayan dan pemilik tambak tak bisa diabaikan. Meskipun pihak terkait telah melakukan ganti rugi yang besar namun pemulihan ekosistem yang tercemar membutuhkan waktu menahun. Ketidaklayakkan alat hingga human error mesti diantisipasi sedini mungkin supaya hal yang sama tak terjadi lagi dan membunuh jutaan kehidupan di laut juga memutus kehidupan di darat.

Peneliti            : Putri Saiba//Magang

Desain             : Karina Amartia/Magang

Sumber           : Cnbcindonesia.com, Mongabay.co.id, BBC.om

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas