
Garis polisi terpasang di sekitar Kawasan sengketa tanah Sukahaji, Jl. Terusan Pasir Koja, Kota Bandung, Kamis (10/4/2025). (Foto: M. Ardio Nauly/Suaka).
SUAKAONLINE.COM – Pengadilan Negeri (PN) Bandung menggelar sidang perdana atas kasus konflik tanah Sukahaji di PN Bandung Kelas 1A Khusus, Kota Bandung, Kamis (10/4/2025). Dalam sidang ini menghadirkan puluhan warga Sukahaji yang sepuluh diantaranya adalah sebagai Penggugat dalam Nomor Perkara 119/Pdt.G/2025 PN Bandung yang terdaftar sejak 19 Maret 2025 lalu.
Gugatan tersebut berisikan tuntutan atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Tergugat, yakni Junus Jen Suherman (Tergugat I) dan Juliana Kusnandar (Tergugat II) untuk membongkar pagar seng di tanah yang warga tempati serta menuntut pemberhentian atas segala tindakan yang dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Sidang berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit. Kuasa Hukum Warga Sukahaji, Freddy Panggabean mengatakan agenda sidang perdana ini hanya menyerahkan legal standing Kuasa Hukum Warga kepada Hakim saat persidangan berlangsung. “Hal tersebut untuk membuktikan apakah kami sebagai kuasa hukum yang memang diakui atau tidak,” ucapnya saat diwawancara, Kamis (10/4/2025).
Ia berpendapat pemagaran tanah warga yang tidak melalui jalur putusan pengadilan merupakan tindakan yang sewenang-wenang. Ia bersama tim sebagai Kuasa Hukum warga Sukahaji menggugat agar tanah yang warga tempati memiliki kepastian hukum. “Jangan seenaknya saja mereka melakukan pemagaran, kemudian mengklaim bahwa itu milik mereka,” tambahnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang diharapkan oleh salah satu warga, Hotdameh Sagala juga mengatakan ia dan warga sepakat untuk mengajukan gugatan kepada Tergugat agar mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang ia bersama warga tinggali. “Jadi warga jangan sampai seolah-olah ibarat kambing yang bisa diusir dengan seenaknya,” ujarnya.
Menurut keterangan salah satu Penggugat, Apit Suryana, pemagaran dilakukan sejak tanggal 24 Februari 2025 lalu. Hal ini merupakan kali kedua wilayah tersebut dipagari, yang sebelumnya telah terjadi pada tahun 2018. Ia menilai bahwa tindakan yang dilakukan terhadap warga Sukahaji tidak melalui jalur hukum sehingga legalitasnya masih dipertanyakan.
“Sebenarnya warga tidak akan menolak jika bukti dari legalitasnya dilengkapi dan melalui pengadilan, bukan memakai cara premanisme melalui ormas-ormas yang mengintimidasi kami, menakut-nakuti kami,” katanya pada Suaka.
Latar Belakang Konflik dan Kronologi
Menurut salah satu warga, Ronald yang menjadi pembicara saat konferensi pers di salah satu rumah warga, Sukahaji, Kota Bandung, Kamis (10/4/2025). Ia menceritakan awal mula konflik tanah terjadi sejak Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar mencoba melakukan pengosongan dan penggusuran dengan klaim atas tanah yang ditempati warga.
Tanah yang diklaim sebagai milik Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar awal mula hanya jongko-jongko kayu yang juga menjadi bagian dari wilayah Terusan Pasir Koja, yang kemudian melebar ke belakang, yakni wilayah RW 01 hingga RW 04 dengan melampirkan bukti sebelas fotokopi sertifikat.
Namun saat ia melakukan pengecekan keaslian sertifikat, ia menemukan hal yang janggal, yakni posisi yang ditunjukan oleh sertifikat tersebut berbeda-beda. “Sebelas sertifikat saya hafal nomornya, karena semua sudah saya crosscheck di aplikasi Sentuh Tanah. Semua plottingnya beda lokasi,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).
Upaya pengosongan pemukiman warga telah dilakukan beberapa kali, yakni pada tahun 2011 dan tahun 2013 jalur negosiasi dengan warga. Mereka menawarkan kompensasi senilai 750 ribu untuk setiap kepala keluarga. Warga pun berusaha untuk melakukan perlawanan secara hukum, warga berupaya untuk melakukan mediasi. Namun hal tersebut menjadi malapetaka.
Setelah penolakan, warga mendapat berbagai intimidasi dari kelompok yang selalu mendatangi tempat tinggal warga di tengah malam serta mendatangkan bulldozer atau alat berat sebagai bentuk ancaman. Beberapa kelompok yang mengatasnamakan bagian dari Junus Jen Suherman dengan menggunakan pengacara yang menurut ia tidak jelas statusnya.
Setelah jejaknya menghilang selama lima tahun, pada tahun 2018 warga didatangi kembali dengan membawa bukti sertifikat atas nama Junus Jen Suherman, sertifikat yang sama, nomor yang sama namun luasnya berbeda. Kemudian warga berupaya menghubungi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuktikan keaslian sertifikat tersebut namun tujuannya tidak tercapai. “Seorang BPN tidak dapat menyebutkan lokasinya dimana. Sehingga saya ragu,” lanjutnya.
Warga Sukahaji masa itu mengalami dilema yang panjang, sebab terjadinya negosiasi dan berbagai pengancaman. Warga yang menerima kompensasi harus segera meninggalkan tempat tinggalnya bersisa warga yang bertahan. Banyaknya warga yang menolak kerohiman menyebabkan mereka harus mengalami pembakaran massal, sebanyak delapan puluh rumah tersulut oleh api.
“Kejadiannya tengah malam, saat kami sedang beristirahat di rumah. Jadi saat terjadi kebakaran kami hanya bisa menonton. Kami mencoba mengambil air untuk memadamkan api namun kekuatan kami terbatas. Dalam waktu yang singkat, habislah semua,” jelasnya.
Rintangan terus dialami oleh warga korban kebakaran, mulai dari memasang tenda evakuasi yang diperoleh dari dana patungan warga, tidak maksimalnya bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, serta sulitnya membangun kembali tempat tinggal yang sempat dihalang oleh polisi membuat warga Sukahaji mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. “Bekerja susah, dagang susah, makanan susah. Lurah, camat, polsek, mereka semua penjahat,” katanya.
Sulitnya kehidupan yang dialami warga saat itu, tidak memastikan berakhirnya hal yang tidak baik bagi warga. Pada tahun 2025, dengan penawaran yang sama. Warga yang bertahan harus meninggalkan tempat tinggalnya sebelum tanggal 7 April dengan mendatangkan tiga pengacara yang melakukan sosialisasi dengan nilai kerohanian sebesar 5 juta setiap KK.
Namun setelah peristiwa tersebut, persentase warga tersisa sebesar delapan puluh persen warga atau sekitar sembilan puluh dua kepala keluarga yang masih bertahan, sehingga hal ini di luar daripada target mereka.
Api Menyulut Jongko Kayu pada Satu Malam sebelum Sidang
Kebakaran terjadi tepat sehari sebelum sidang perdana atas gugatan warga Sukahaji. Tiga bangunan jongko kayu yang berlokasi di Jalan Terusan Pasir Koja, Sukahaji terjadi saat tengah malam (9/4/2025). Menurut warga, api mulai padam saat fajar menyisakan seonggok kayu yang hitam tanda pernah terbakar api.
Saat Suaka berkunjung ke lokasi kebakaran, tampak asap tipis masih mengepul di udara. Terlihat garis polisi membentang di sekitar lokasi, area tersebut masih dalam penyelidikan dan belum aman untuk didekati. Meski demikian, beberapa warga terlihat masuk ke lokasi mereka mencari barang-barang yang mungkin masih bisa diselamatkan.
Salah satu warga Sukahaji, Tina menceritakan kronologi terjadinya kebakaran, ia menjelaskan bahwa pada saat kebakaran tiba-tiba api besar muncul di atas langit, api tersebut berada di tengah deretan jongko, dalam waktu singkat, api cepat membara menghanguskan beberapa jongko dikarenakan lokasi tersebut merupakan penjual kayu bekas. Material yang mudah terbakar membuat cepat menyebar dan susah dikendalikan.
“Pas kebakarannya mah kita, tahu-tahunya udah besar aja, gak ada kecil-kecil tu langsung. Si api bukan di bawah dan cepat menyebar karena kebanyakan jongko kayu. Lokasi api berada di tengah-tengah jongko kayu” jelas Tina pada Kamis (10/4/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada korban jiwa pada saat kebakaran tersebut. Namun dilaporkan ada beberapa warga yang mengalami luka akibat semburan api pada saat membantu memadamkan api. Korban langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan. Sebagian mengalami luka bakar ringan,
“Kalau korban sih enggak ada. Korban aya nu kehabisan, dibawa ke rumah sakit. Cuman kahebos udara, Ada yang sesak, ada yang itu kebakar juga, langsung dibawa ke Bandung Kiwari.” Ungkapnya.
Salah satu pemilik jongko, Kang didin yang menjadi salah satu korban kebakaran menjelaskan bahwa kebakaran jongko kayu di Kawasan Sukahaji bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, kebakaran serupa sudah pernah terjadi beberapa kali, yaitu pada tahun 1998, 2008, dan 2018 – sama seperti yang terjadi sekarang.
Pola yang berulang ini memunculkan dugaan adanya unsur kesengajaan. Pasalnya, kebakaran yang terjadi di tengah konflik yang memanas terkait tanah yang terjadi di kawasan Sukahaji. Namun hingga saat ini, belum diketahui pasti penyebab dari peristiwa kebakaran yang terjadi.
Reporter: M. Ardio Nauly/Suaka & Mujahidah Aqilah/Suaka
Redaktur: Guntur Saputra/Suaka