Infografik

Kronologi Kematian Marsinah 1993

 

SUKAONLINE.COM – Infografis, Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih dari Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal oleh ibunya karena sakit yang tidak diketahui. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya Pu’irah yang tinggal bersama bibinya Sini di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.

Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Sedangkan pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Semasa kecil, gadis berkulit sawo matang itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan mencari kebutuhan sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan kecil.

Di lingkungan keluarganya, ia dikenal anak rajin. Jika tidak ada kegiatan sekolah, ia biasa membantu bibinya memasak di dapur. Sepulang dari sekolah, ia biasa mengantar makanan untuk pamannya di sawah. “Dia sering mengirim bontotan ke sawah untuk saya. Kalau panas atau hujan, biasanya anak itu memakai payung dari pelepah pisang,” kenang Suradji, pamannya Marsinah sambil menerawang.

Berbeda dengan teman sebayanya yang lebih suka bermain-main, ia mengisi waktu dengan kegiatan belajar dan membaca. Kalaupun keluar, paling-paling dia hanya pergi untuk menyaksikan siaran berita televisi.

Ketika menjalani masa sekolah menengah atas, Marsinah mulai mandiri dengan mondok di kota Nganjuk. Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswi yang cerdas. Semangat belajarnya tinggi dan ia selalu mengukir prestasi dengan peringkat juara kelas.

Jalan hidupnya menjadi lain ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, seperti juga nasib jutaan anak sekolah di Indonesia yang tidak mampu menyelesaikan sekolahnya karena tidak punya biaya.

Kondisi keluarga yang miskin membuat Marsinah meninggalkan desanya, sebuah langkah hidup yang sulit terelakan. Kesempatan kerja di pedesaan semakin sempit. Kerja sebagai buruh tani makin kecil peluangnya.

Ujungnya adalah tidak ada pilihan lagi selain pergi ke kota. Maka ia berusaha mengirimkan sejumlah lamaran ke berbagai perusahaan di Surabaya, Mojokerto, dan gresik. Akhirnya ia diterima di pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989 dan memulai kehidupannya sebagai buruh seperti halnya jutaan kaum tani yang terseret ke pabrik-pabrik karena kemiskinan yang parah di pedesaan.

Setahun kemudian ia pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri, sebelum akhirnya ia pindah mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo.

Marsinah adalah generasi pertama dari keluarganya yang menjadi buruh pabrik. Kegagalan meneruskan ke perguruan tinggi bukannya membuat semangat belajarnya padam. Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib seseorang.

Semangat belajar yang tinggi tampak dari kebiasaannya menghimpun berbagai informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Minat bacanya juga tinggi. Pada waktu-waktu luang, ia seringkali membuat kliping koran.

Malahan untuk kegiatan yang satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli koran dan majalah bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup.

Ia dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, ringan tangan dan setia kawan. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk.

Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani. Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut pemberani dan setia kawan inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan.

Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya) pabrik tempat kerja Marsinah menyambut dengan senang hati kabar kenaikan upah menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Timur.

Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok, namun himbauan ini tidak digubris oleh PT. CPS karena jelas akan membuat rugi perusahaan dan ini menimbulkan keresahan di antara para buruh.

Peneliti : Rezky Nabil Adam H.

Sumber Internet :
www.vhrmedia.com, www.tempo.com

Buku :
1. Marsinah “Nyanyian Dari Bawah Tanah” Oleh Ratna Surampaet.
2. Kasus Pembunuhan Munir Kejahatan Yang Sempurna? Oleh Wendratama.

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas