Fokus

Menakar Arah Gerak Organ Ekstra di UIN Bandung

Dok. Suaka

Berbicara tentang pergerakan mahasiswa, maka perbincangan tak bisa lepas dengan organisasi – organasi ekstra kampus. Sebagai organisasi yang besar karena tersebar hampir di seluruh kampus di Indonesia, organisasi ekstra benar – benar sudah menunjukan konsistensinya sebagai organisasi pengkaderan dan pergerakan.

Tak terkecuali di UIN SGD Bandung, organisasi ekstra benar – benar ada (dan berlipat ganda) di kampus hijau. Pada Sejarah dan perkembangannya, ada dua basis organisasi besar yang ‘mewarnai’ pergerakan mahasiswa UIN SGD Bandung, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dua organisasi mahasiswa ektra tersebut kerap mewarnai peta politik organisasi mahasiswa intra di lingkungan kampus UIN SGD Bandung.

Disusul juga dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan  Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang juga hadir di kampus hijau. Tidak berhenti sampai di sana, Organisasi masyarakat (Ormas) berbasis Islam pun mendirikan orgnasasi mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), serta Himpunan Mahasiswa Persatuan Umat Islam (Hima PUI)

Politik Mahasiswa dan Arah Gerak HMI

Menurut ketua HMI Cabang Kabupaten Bandung, Bambang Pontas Rambe, prinsip gerak HMI itu hanya dua, yaitu keindonesiaan dan Keislaman. Namun ketika berbicara bagaimana HMI mengatur strategi untuk mencapai tujuan – tujuan, Ia menjabarkan HMI tak terfokus pada pembicaraan penyusunan startegi. “Karena natural teman-teman sudah bisa gerak di strategi, kita hanya bisa berbicara soal prinsip. Strategi kita punya kepercayaan besar kepada para individu – individu. Sepanjang tidak bertentangan dengan itu (nilai – nilai HMI-Red),” ucapnya saat ditemui Suaka, Jumat, (8/9/2017).

Ketika ditanyai mengenai proses politik praktis di kampus, Mahasiswa jurusan Tafsir Hadist ini pun mengatakan bahwa pada prakteknya politik praktis adalah suatu yang mutlak yang harus dijalani oleh mahasiswa, namun yang harus digaris bawahi, politik seperti apa dulu yang sedang dijalani mahasiswa saat ini. “Hari ini mahasiswa tenggelam dalam diwiliyah poltik tidak sehat, politik elit. Di sana ada tawar menawar, apakah ada kebjijakan yang bisa dibeli atau tidak, di sana ada itu, itu ga sehat. Itu melumpuhkan gerakan. Mahasiswa harus berpolitik dengan gaya politik mahasiswa. Yakni politik gagasan,” paparnya.

Ia pun kembali menjelaskan, bahwa politik mahasiswa berarti Memperjuangkan apa yang mereka yakini, tanpa tawar menawar. Kompromi diperbolehkan sepanjang bukan menyandera pikiran. Kompromi itu untuk memuluskan tujuan – tujuan mahasiswa. “Penghiatan politik yang dilakukan mahasiswa yang paling dzalim dan yang paling udzhur adalah ketika mereka rela dibeli , rela disandera, itu yang kemudian, yang teman-teman non orgniasasi ekrtra itu berpikir politik yang dilakuakn estra itu ga sehat. Aku juga akui itu,” terangnya.

Kemudian mengenai kader – kader HMI yang berkiprah di organisasi intra kampus, seperti HMJ atau Dema-F/Sema F, Bambang menjelaskan bahwa dirinya selalu menghimbau rekan – rekannya saat sudah menjadi bagian dari organisasi intra kampus, diharuskan untuk melepaskan atribut ke HMI-anya. “Kami selalu bilang ke kader kami yang mau berpikrah di intra kampus, lepaskan itu atribut-ekstra ekstra, kami selau bilang itu selalu diingatkan. Kepentingan identitas – identitas di kebelakangkan dulu, yang paling penting misi kelembagaan kalian di masing – masing tempat,” ucapnya.

Ia pun menambahkan bahwa jika pada prosesnya kami mendukung salah satu kader kita dalam pencapaiannya di organisasi intra, itu bukan karena kepentingan HMI, namun sebagai dukungan atas nama solidaritas. Bambang mengatakan bahwa berkiprahnya para kader HMI yang menjadi bagan di organisasi intra itu sebagai jalan mencetak kader – kader yang  berbakti, tempat dia belajar, tempat dia mengabdikan dirinya dengan Ilmu yang sudah diberikan di HMI.

Politik Mahasiswa dan Arah gerak PMII

Menurut Ketua PMII Kabupaten Bandung, Agus Taufik Habibi, PMII memiliki cita – cita memperjuangkan Indonesia dalam ranah – ranah pendidikan intelektual dan kesejahteraan sosial dari mulai kontroling sistem, pengupayaan dari segi solusi dan kapasitas moral. Lebih jelasnya lagi, sesuai yang terhimpun di AD/ART Bab 4 pasal 4, PMII bertujuan untuk membentuk pribdi muslim Indonesia yang bertaqwa pada Allah SWT, bercakap, berbudi luhur, berilmu,  serta mengamalkan ilmunya demi memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Juga secara langsung, salah satu tujuan adalah mengontrol sistem yang ada dengan tetap memiliki kontroling idealis. “Kalau saya membicarakan dari komisariat UIN ya mengontrol bagian instansi lembaga kemahasiswaan UIN, wajib mengontrol sistem yang ada. Mahasiswa tetap memiliki kontroling idealitas. Tergantung dari pengupayaannya pengakomodasi hari ini. ketika hal itu hanya jadi follower dan tarap standarisasi popularitas kuantitas, itu hanya propolis. Tapi kalo pengakomodari di bawa ke ranah pengadilan itu yang menjadi ranah aktifis, hal itu yang menjadi tujuan PMII pada masing-masing daerah,” jelasnya.

Sedangkan dalam lingkup kampus, Ketua PMII Kota Bandung, Fardan el Basith mengatakan  tujuan PMII itu selalu hadir dan ikut mengawal mahaasiswa-mahasiswa terbuka dalam ilmu pengetahuan, hadirnya PMII di kampus itu sebagai penyambung ataupun penyangga kampus. Artinya bahwa kemudian sejauh mana PMII ini berkontribusi dan berperan aktif bisa dilihat dalam poros kaderasai perfakultasnya.

“Pandangan saya, selama kita berangkat dari asumsi-asumsi pengetahuan yang fokusya pada para filsuf, karena memang saya yakin dari buku Das Kapital yang dipelajari, itu tidak muncul sejauh mana pemegang kebijakan tertinggi untuk melihat proses kesejahteraan dan perubahan kearah yang lebih baik itu menyatu dan melebur ke masyarakat,” pungkas Fardan ketika ditanya perihal politik praktis di lingkungan kampus.

Orientasi yang Tidak Tepat

Salah satu anggota komunitas Rumah Diskusi (RD), Restu Nugraha, juga berpendapat bahwa kehadiran organisasi ekstra kampus (dalam hal ini PMII, HMI, KAMMI, GMNI, dll) bukanlah sesuatu yang mesti dilarang, karena bagaimanapun kita tidak boleh anti terhadap kebebasan berserikat, kebebasan berorganisasi dan bentuk dan cara apapun. Ia pun memaparkan pandangannya tentang semangat awal berdirinya organisasi ektra kampus itu sebagai sebuah kontrol kebijakan baik untuk kampus juga pemerintah. “Karena memang organisasi ektra dahulu lebih kritis terhadap pemerintah, pada semangatnya organisasi ekstra baik semangat awal menjadi pemberi kontrol sosial, baik untuk kampus juga kritis terhadap pemerintah,” ucapnya.

Namun seiring berjalannya watku dan ketika kebebasan berdemokrasi dibuka lebar pada era sekarang, muncul distorsi orientasi yang menjangkit organisasi ektra masa kini. Salah satunya, menurut Restu, adalah memudarnya gerakan sosial untuk masyarakat sebagai khittah awal berdirinya organisasi tersebut dan terkesan terlalu fokus pada perebutan kekuasaan di intra.

Meski demikian, pun tidak bisa dielakan bahwa keberadaan organisasi ektra kampus adalah sesuatu yang bernilai. Namun yang harus disoroti, masih menurut Restu, adalah penanaman nilai ekstra nya yang salah. “Manipulasi – manipulasi. baik bersifat gengsi, perebutan gengsi siga dema, antar organisasi, atau kepentingan politik. Itulah yang menjadikan saya jadi kritis terhadap perilaku ekstra, karena cara yang dilakukan juga jadi salah, nanamkeun nilai ekstra kana intra kampus dengan cara yang salah. Itu yang di kritisi, bukan keberadaanya,” jelas pegiat buletin Loper koran tersebut.

Tak ada Perempugan Pendapat

Menurut salah satu mahasiswa yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Kajian Ilmu Keislaman (LPIK), tak bisa dipungkuri bahwa sangat ada banyak gerak perubahan yang terjadi di Indonesia itu diinisiasi oleh Mahasiswa, salah satu contoh yang besarnya adalah peristiwa 98, ketika mahasiswa ‘dapat’ menggulingkan Presiden Soeharto.

Gerakan mahasiswa yang terjadi massal dan berkala besar tersebut bisa terjadi karena adanya perempugan pendapat dan kejelasan arah gerak. “Dalam contoh kasus 98, yang melatar belakangi terjadi aksi adalah karena suatu respon, yaitu kebijakan pubik yang dibuat oleh Suharto yang tidak bersifat menopang, atau buruk pada masyarakat, karena itulah mahasiswa hadir. Dan tujuannya sama satu yaitu menggulingkan Suharto,” papar mahasiswa Sosiologi tersebut.

Jadi tanpa memandang latar belakang organisasi, kampus dan pengelompokan – pengelompokan lainnya, selama mereka adalah mahasiswa, telah melakukan perempugan pendapat yang memiliki tujuan dan arah gerak yang sama, maka itulah yang dinamakan dengan pergerakan mahasiswa. Dan ini yang tak terlihat di kampus Hijau.

“Nah, sekarang tidak ada tujuan, merembukan pendapat, walaupun dalam skala kecil (skala UIN). Kan dulu membicarakan dalam skala nasional perembukan tujuan, sekarang dalam skala kecil saja tujuan tersebut berbeda. Maka bisa disebut perbedaan tujuan tersebut sebagai kepentingan politik, di satu sisi.”

Perembukan tujuan, masih menurut Yuris, adalah hal yang tidak nampak di kampus UIN SGD Bandung, karena pada praktiknya klaim tujuan – tujuan baik itu dari organisasi yang satu dengan yang lain itu berbeda. “Misalnya klaim baik HMI bahwa kedudukan Dema harus dipegang HMI. Klaim baik PMII kedudukan Dema harus diisi oleh PMII. Jadi ketika klaim baik tersebut masuk ke dalam ranah kampus, Maka yang terjadi bentrokan antar klaim,”paparnya.

Efek dari ketiadaan perembukan tujuan ini adalah adanya klaim  yang berbeda tentang ‘UIN yang baik’ dari organisasi – organisasi mahasiswa ekstra kampus yang padahal mewadahi suara yang sama : suara mahasiswa. Hingga Ia menelisik, bahwa yang dibawa oleh organisasi ektra itu tak melulu dinamakan dengan tujuan, namun sebuah kepentingan. Seharusnya, tambah Yuris, yang terjadi dalam perumusan – perumusan kebijakan di ramah mahasiswa yaitu adanya perempugan tujuan untuk ‘UIN yang baik’ yang dilakukan oleh mahasiswa dalam lingkup intra dengan melepaskan atributnya sebagai bagian dari organisasi ekstra. Sehingga setelah didapatkan tujuan yang sama dalam lingkup dalam (internal-red), barulah tujuan itu dibawa keranah luar (ekstrenal-red) sebagai penopang arah gerak.

 

*Informasi ini tidak dimaksudkan untuk tidak mengakui organisasi ektra lainnya. LPM Suaka menilai beberapa kategori untuk meliput soal HMI dan PMII

 

Reporter : Nizar Alfadilah

Redaktur : Hasna Salma

 

1 Comment

1 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas