Kampusiana

Mengandalkan Imbauan, Kampus Menilai Sudah Memenuhi Kewajiban

Salah seorang petugas parkir sedang merapikan motor di depan Masjid Kifayatul Akhyar samping Kampus 1 UIN SGD Bandung, Rabu (27/8/2025). (Foto: Intan Nurfatimah/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Serupa agenda tahunan, penyambutan mahasiswa baru UIN SGD Bandung diiringi dengan padatnya kendaraan yang hendak melintas di sekitaran jalan Cibiru. Seolah menjadi ciri khas bagi UIN SGD Bandung, kemacetan serupa rangkaian acara dalam kegiatan akademik seperti wisuda dan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

Melalui akun instagram @uinsgd.official, pihak kampus menyerukan surat edaran dari rektor mengenai larangan bagi seluruh civitas akademika UIN SGD Bandung membawa kendaraan ke Kampus 1 ketika kegiatan PBAK berlangsung dari 26 sd. 28 Agustus 2025. Imbauan tersebut merupakan bentuk antisipasi terjadinya kemacetan dari pihak kampus. Namun tetap saja, akses jalan yang melalui Kampus 1 UIN SGD Bandung selalu mengalami kemacetan sepanjang pelaksanaan PBAk berlangsung, terkhusus pada pagi dan sore hari.

Meskipun sudah mendapatkan larangan, mahasiswa kerap kali tetap membawa kendaraan ke Kampus 1 ketika PBAK dengan berbagai alasan, salah satunya adalah biaya tranportasi dari daerah sekitar Bandung menuju UIN SGD Bandung. Mahasiswa baru Program Studi Ilmu Hukum, Fari Kinata Sabiq dan Rafi Aziz Riyanja, mengaku bahwa perjalanan mereka dari rumah ke UIN SGD Bandung itu harus menggunakan dua jenis tranportasi yaitu angkot dan ojek.

“Kalau pakai ojek sama angkot itu habisnya Rp15.000 sekali berangkat, jadinya kalau pulang-pergi pemborosan. Terus biar lebih cepet enggak makan waktu mending bawa kendaraan pribadi aja dan di parkir sekitar kampus 1 biar simpel soalnya enggak ada arahan (jelas dan tegas) harus parkir di mana kalau bawa kendaraan,” ujar Fari.

Pelarangan penggunaan kendaraan ke kampus 1 selama PBAK mengakibatkan seluruh civitas akademika UIN SGD Bandung tidak diperbolehkan untuk memasukkan kendaraannya ke dalam kampus 1. Mahasiswa yang terlanjur membawa kendaraan pun harus meninggalkan kendaraannya di depan gerbang kampus 1. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya kemacetan di ruas jalan sekitaran Cibiru.

Menyaksikan dan mengalami kemacetan yang selalu ditimbulkan oleh UIN SGD Bandung, masyarakat sekitar pun resah dan akhirnya memilih membantu merapikan kendaraan yang di parkir di pinggiran jalan, area parkir toko-toko, dan Masjid Kifayatul Achyar yang berada tepat di samping gedung Kampus 1 UIN SGD Bandung.

Salah satu warga yang menjadi relawan parkir, Rio mengaku tindakannya membantu memarkirkan kendaraan merupakan bagian dari kepedulian sosial. “Kita sebagai warga mah mendukunglah kegiatan kampus, kegiatan belajar-mengajar, kegiatan mahasiswa, pendidikan. Nah makannya kita juga membantu mahasiswa, kampus, diantara dengan menjaga lalu lintas, ketertiban, kendaraannya juga dibantu ditata aja gitu. Jadi sebabnya bukan komersilah, lebih ke sosial,” ungkap Rio.

Hal serupa disepakati oleh Petugas Parkir Masjid Kifayatul Achyar, Iyan, yang sudah bekerja selama lima tahun dan selalu membantu mahasiswa UIN SGD Bandung yang membawa kendaraan ketika adanya larangan membawa kendaraan di suatu acara. Meskipun tidak ada kesepakatan kerja sama antara pihak masjid dan kampus, Iyan tetap bersikukuh membantu dan membiarkan mahasiswa parkir di area Masjid Kifayatul Achyar.

“Kalau kerja sama mah enggak. Tapi kalau setiap ada acara, kata satpamnya ‘Motor enggak bakalan masuk ke kampus, motor pasti penuh’, sedangkan di sini kosong. Daripada jauh dan di pinggir jalan juga makan tempat, di sini aja. Otomatis membantu kampus,” ujarnya.

Harga Parkir Melambung Naik sedangkan Keamanan Terlihat Pelik

Meskipun masyarakat sekitar memiliki tujuan membantu kampus mengamankan kendaraan milik mahasiswa, pada dasarnya keamanan yang berkaitan dengan kendaraan tersebut tidak ada yang menanggung jawabi secara resmi. Hal ini menjadi salah satu kehawatiran mahasiswa yang membawa kendaraan ketika PBAK.

“Awalnya enggak takut parkir di luar kampus, cuman tadi pas kating jurusan ngomong, kalau tahun sebelumnya ada yang kehilangan motor. Jadi khawatir. Tapi kata ibu, yaudahlah enggak apa-apa, bawa motor aja daripada duit keluar, sama aja,” ungkap Fari.

Diakui juga oleh Mahasiswa Semester 3 Program Studi Manajemen, Fahmi Nurfajri, yang tahun ini bertugas sebaagai panitia dan selalu membawa kendaraan ketika PBAK semenjak menjadi mahasiswa baru, meskipun merasa khawatir tetap berusaha berpikiran positif dan menyerahkan tanggung jawab kepada petugas parkir.

“Alhamdulillah enggak pernah ada pengalaman buruk selama bawa motor ketika PBAK, paling lecet-lecet karena kan berdempetan gitu. Sebenernya parkir di luar kampus itu enggak aman dan menghambat pengguna jalan yang lain juga, cuman kan kita udah nyerahin tanggung jawab sama petugas parkirnya gitu,” ujarnya.

Harga parkir ketika PBAK tahun ini yang menyentuh angka Rp10.000 cukup membuat mahasiswa terkejut sebab tahun kemarin harga parkir hanya Rp5.000 saja. Meskipun demikian, mahasiswa tetap membayar biaya parkir sebesar Rp10.000 per hari selama PBAK, sembari berharap mengenai kemanannya. Iyan pun mengaku bahwa kenaikan harga parkir tersebut dihitung berdasarkan waktu penitipan motornya yang rata-rata ketika pelaksanaan PBAK ini kegiatan dimulai dari pagi hingga sore hari.

“Kalau masalah ospek (PBAK), dari pagi-pagi sampai sore kan ya Rp10.000. Tapi kalau setengah hari, sampe jam 2 siang Rp5.000. Kemarin waktu PBAK hari pertama Rp5.000. Ini juga ada motor yang udah parkir dari jam 4 subuh, Bapak juga lagi tidur kan. Kaget ini udah banyak gitu. Kalau parkir biasa mah cuman Rp2.000,” ujar Iyan pada Rabu (27/8/2025).

Iyan juga merasa bahwa motor yang ada di area parkir Masjid Kifayatul Achyar merupakan tanggung jawabnya. Sehingga harus selalu mengontrol motor-motor takutnya ada kekurangan. Karena disitulah titik terberatnya, ketika nanti ada yang kurang dari motor tersebut ia yang harus menggantinya. Jadi pembayaran pun dilakukan di muka, dan Iyan mengaku tidak mengetahui mengenai parkir yang ada di pinggir-pinggir jalan Kampus 1 UIN SGD Bandung.

“Bapak mah parkirnya di area sini aja (Masjid Kifayatul Achyar), yang di luar bapak enggak tahu dan enggak mau ikut campur,” ungkapnya.

Imbauan Sudah Diberikan, Kampus Angkat Tangan

Kemacetan ketika PBAK, menjadi agenda tahunan beriringan dengan penyambutan mahasiswa baru UIN SGD Bandung, meskipun pihak kampus sudah mengeluarkan surat edaran kepada mahasiswa, masyarakat sekitar melalui RT, RW, kelurahan, kecamatan, hingga polsek, tetap saja kemacetan tersebut tidak dapat dihindari ataupun dihilangkan.

Pemilik Warung, Beni, menyebutkan bahwa dirinya tidak mendapatkan informasi mengenai imbauan pelarangan bagi civitas akademika UIN SGD Bandung membawa kendaraan ke kampus 1 ketika PBAK. Beni hanya mengetahui bahwa di sekitar halaman rumah dan warungnya ada anak-anak muda yang membuka lahan parkir. Sehingga Beni pun menyimpulkan bahwa mereka sedang membantu mahasiswa mengamankan kendaraannya.

“Biasanya suka ada sosialisasi dari pihak kampus sama pengurus setempat. Tapi buat permasalahan PBAK mah setau saya engga ada (imbauan), dari RW juga enggak ada, enggak dengar, soalnya dari pengurus juga engga ada yang ngomongin (imbauan) itu,” ungkap Beni.

Kendaraan yang dibawa oleh mahasiswa selama PBAK ke kampus 1 dan di parkirkan di daerah sekitar Kampus 1 itu bukan bagian dari keringanan yang diberikan oleh pihak kampus. Perwakilan Bagian Umum UIN SGD Bandung, Cahyanto, menyebutkan tidak pernah memberikan toleransi kepada mahasiswa lama maupun baru untuk membawa kendaraan ke kampus 1 ketika pelaksanaan PBAK,

“Toleransi dari siapa? Gak ada toleransi, semua sama. Kita (pegawai) aja semua enggak bawa kendaraan, semua kendaraan di simpan di kampus 2. Kita (pegawai) disediakan bis dan mobil kecil, kalau banyak pakai bis, kalau sedikit bulak balik (pakai mobil kecil). Jadi diimbau itu tidak dibawa ke kampus 1. Pernah lihat dan baca surat edaran imbauannya? Jelas sekali disitu,” tegas Cahyanto.

Meskipun keberadaan surat edaran berupa imbauan tersebut dinilai efektif jika dilaksanakan dengan masif oleh seluruh civitas akademika terkhusus mahasiswa. Pihak kampus bersikukuh memberikan imbauan kepada para mahasiswa baru melalui grup Whatsapp. Selain itu pihak kampus juga menyediakan lahan parkir di kampus 2, apabila mahasiswa tetap ingin membawa kendaraan ke kampus selama PBAK.

“Harusnya di parkirnya di kampus 2, informasinya di-share loh di grup-grup mahasiswa baru (maba). Kalau itu dilakukan pasti efektif, harusnya semua elemen kampus ikut menyebarkan imbauan ini. Padahal ada lahan parkir di kampus 2 loh, tetap aja banyak yang parkir motor di depan,” ujarnya.

Akan tetapi pada kenyataannya mahasiswa baru mengaku tidak pernah mendapatkan surat edaran berupa himbauan tersebut di grup Whatsapp hanya di instagram saja. Mengakibatkan ketidaktahuan mereka mengenai lahan parkir yang tersedia di kampus 2, “Enggak ada informasi di grup sih, enggak tahu juga kalo harus parkir di kampus 2. Adanya kating ngasih tau mending parkir motornya dititip ke temen yang kos,” ujar Fari.

Fari dan Fahmi selaku mahasiswa di UIN SGD Bandung pun menyuarakan solusi berupa pembentukan lahan parkir di sekitaran kampus 1. Serupa kampus lain yang memiliki gedung-gedung parkir. Sedangkan solusi yang diberikan oleh pihak kampus hanya meminta kesadaran mahasiswa dan juga harus selalu membaca imbauan dengan teliti.

“Enggak cukup dengan imbauan itu? Harusnya cukup dong, kampus 2 kita juga luas. Kalau bikin lahan parkir di kampus 1 dimana? Harus beli lahannya, kan kita udah ada kampus 2. Tinggal kesadarannya aja dan itu tugas kita semua (seluruh elemen kampus dan civitas akademika), bukan hanya tanggung jawab rektor,” tutup Cahyanto.

 

Reporter: Intan Nurfatimah/Suaka

Redaktur: Rafi Taufiq/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas