
Pembicara sedang memaparkan materi Diskusi Kebangsaan:
Membincang Kembali Toleransi Beragama di Aula Multipurpse, Kamis
(19/11/2015). Dari kiri ke kanan, moderator, Imron Rosyadi, Miftah
Fauzi Rakhmat, Abdul Syukur. (SUAKA/M. Faisal).
SUAKAONLINE.COM — Pembinaan umat sangat penting sekali kaitannya dalam toleransi beragama. Selain itu, empati merupakan faktor lainnya yang mendorong toleransi dalam beragama. Toleransi beragama tidak hanya berlangsung di ranah wacana, tapi harus dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah benang merah dalam Diskusi “Kebangsaan: Membincang Kembbli Toleransi Beragama” yang digelar oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ushuludin di Aula Multipurpose UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Kamis (19/11/2015).
Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber; Kepala Kemenag Kabupaten Bandung Barat Imron Rosyadi; Kepala Sekolah Cerdas Muthohari Miftah Fauzi Rakhmat; dan dosen Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuludin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Abdul Syukur.
Menurut Miftah, memiliki bingkai empati merupakan langkah untuk mencegah terjadinya intoleransi dalam beragama. “Karena empati merupakan sifat Rasulullah yang utama dan diabadikan dalam Alquran,” ujarnya dihadapan audien. Menurutnya, sifat Rasulullah yang satu ini belum banyak diketahui oleh khalayak luas.
Sementara Imron menjelaskan bahwa kemajemukan dan pluralitas merupakan kenyataan yang dimiliki oleh Indonesia. Berkaca kepada sejarah Islam, Imron menyebutkan bahwa kemajuan pada jaman Rasulullah karena faktor toleransi dalam hal beragama. “Saya harap, mahasiswa UIN bisa mentransfer ilmu bagi umat dengan sikap toleran.”
Wacana toleransi dalam beragama sebaiknya tidak hanya berlangsung dalam diskusi, focus group discussion, dan seminar saja. Abdul Syukur mengajak seluruh audien untuk mempraktikan toleransi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Acara ini tidak hanya dihadiri mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung saja. Panitia juga mengundang beberapa kelompok dari berbagai golongan seperti jemaat Ahmadiyah, Sunda wiwitan, dan penganut Katolik. Hal ini untuk membuktikan bahwa orang-orang yang mempunyai perbedaan dalam pandangan agama bisa duduk bersama tanpa harus menimbulkan kekerasan.
Reporter: Muhamad Faisal A.
Redaktur: Robby Darmawan