Hukum dan Kriminal

Perayaan IWD : Stop Diskriminasi Buruh Perempuan

Puluhan massa aksi berkeliling membentuk lingkaran dalam perayaan International Women’s Day (IWD), di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (8/3/2023). (Foto: Yopi Muharam/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Suara lantang menggemakan pelataran Gedung Sate, saat buruh tani, Surpinah menyampaikan aspirasinya terkait kondisi buruh tani perempuan di Lembang, pada perayaan International Women’s Day (IWD), di pelataran Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung pada Rabu (8/3/2023). Aksi ini menjadi sebuah momen bagi para buruh perempuan di Indonesia untuk menyuarakan keresahan-keresahan terhadap ketidakadilan yang dihadapinya.

Surpinah dengan suara khasnya menyampaikan alasan turut memperingati IWD. Ia mengatakan bahwa dia mengikuti acara tersebut karena banyak perempuan yang menekuni profesi sebagai buruh tani. Profesi yang diberi upah untuk merawat lahan milik orang lain. Tetapi hal itu dilaksanakan karena tuntutannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Nah, kenapa saya ikut memperingati hari International Women’s Day, karena buruh tani di sana itu kebanyakan perempuan. Perempuan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya,” ujarnya dalam orasi yang disampaikan.

Ia mengklaim bahwa negara Indonesia adalah negara patriarki yang sudah mendarah daging sejak zaman penjajahan, karena sejak lama perempuan dididik untuk tidak mandiri dan patuh terhadap para lelaki. Sehingga hidup yang mereka miliki bergantung pada sosok laki-laki.

“Negara kita itu adalah negara patriarki yang sudah mendarah daging dari zaman penjajahan. Memang perempuan di nomor duakan, perempuan dibentuk untuk bergantung kepada suami. Dari zaman dahulu kala, zaman penjajahan, mana ada perempuan yang dididik untuk mandiri. Perempuan dididik untuk patuh, untuk bergantung pada suami, untuk patuh pada pasangan walaupun belum jadi suami,” ujarnya dengan lantang.

Surpinah pun mengeluhkan perlakuan tidak adil yang ia dapatkan ketika menjadi buruh tani. Ia merasa didiskriminasi karena upah yang diberikan kepadanya berbeda dengan upah yang diberikan kepada para lelaki. Pada tahun ini ia dibayar dengan upah Rp40.000 per hari, sedangkan para lelaki diberi upah Rp60.000 per hari, meskipun dengan pekerjaan yang sama.

“Nah untuk tahun sekarang, itu ada kenaikan yang perempuan itu jadi Rp40.000, laki-laki berapa? Rp60.000, tapi pekerjaan perempuan sama pekerjaan laki-laki itu hampir sama di sana. Apa yang dikerjakan oleh buruh tani laki-laki, itu sama dengan yang dikerjakan oleh buruh tani perempuan. Tapi gaji buruh tani perempuan itu jauh di bawah laki-laki. Itu adil gak? Ga adil kan?,” tandasnya.

Ketua Umum Aliansi Sebumi, Aminah mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) merupakan hal yang sangat penting, karena peraturan ini akan melindungi hak-hak pekerja rumah tangga (PRT) yang sempat terabaikan, seperti upah yang layak dan peraturan jam kerja. Aminah menambahkan urgensi dari percepatan pengesahan RUU ini karena banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada PRT, sehingga keselamatan PRT dalam bekerja seharusnya diprioritaskan.

“Kenapa harus disahkan? Karena untuk perlindungan terhadap perempuan yang bekerja di rumah. Karena selama ini enggak ada yang peduli terhadap si pembantu rumah tangga, padahal mereka tenaganya dibutuhkan tapi orangnya diabaikan,” ujar Aminah ketika diwawancarai di sela-sela aksi, Rabu (8/3/2023).

Aminah membagikan pengalamannya selama bekerja menjadi PRT. Ia menceritakan bahwa selama tujuh tahun bekerja menjadi PRT, ia sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak nyaman. Ia pun mengaku diperlakukan selayaknya sampah karena tidak memiliki waktu istirahat yang cukup.

“Saya sendiri juga mengalami jadi PRT 7 tahun dan itu saya merasa dianggap sampah. Karena apa? Yang seharusnya kita sudah tidur, kerjaan masih tetap ada. Kalo di pabrik kan jelas, ada jam kerja walaupun mereka juga dituntut untuk produksi yang lebih banyak. Tetapi PRT ini tidak. Mereka mau mengadu ke siapa? Makanya harus disahkan PPRT itu,” lanjutnya.

Aminah berharap pun di hari peringatan perempuan se-dunia ini, RUU PPRT segera disahkan, agar PRT tidak lagi di-diskrimasi dan tidak diperlakukan semena-mena oleh majikan. “Harapan saya segera disahkan. Toh, di situ juga diatur hak dan kewajiban PRT dan hak dan kewajiban si majikan, seperti itu. Hari ini kalo PRT yang salah dihukum, ditindas, tapi kalo majikan yang salah dibiarkan,” tutupnya.

Reporter: Yopi Muharam/Suaka & Ighna Karimah Nurnajah/Magang

Redaktur: Muhammad Fajar Nurrohman/Suaka

1 Comment

1 Comments

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Ke Atas