SUAKAONLINE.COM – Sejumlah gabungan solidaritas Bandung mengadakan rangkaian acara dengan judul Menyimak September Hitam di Taman Cikapayang, Bandung, Selasa (1/9/2020). September Hitam ini dipelopori oleh gerakan Aksi Kamisan Bandung. Acara juga ini merupakan bentuk refleksi bagi masyarakat Bandung atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di bulan September.
Salah satu inisiator acara, Feru mengatakan bahwa September Hitam adalah sebuah jalan untuk terus merawat ingatan masyarakat Kota Bandung terutama untuk generasi muda agar lebih peka lagi terhadap isu-isu pelanggaran HAM berat yang kerap terjadi. Menurutnya, pemerintah masih belum mampu dan terbilang abai untuk mengusut dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi saat ini.
“Kami sebagai generasi muda yang tergabung dalam Aksi Kamisan Bandung jengah banget sih, satu pun pelanggaran HAM engga ada yang tuntas. Jadi proses konstitusi di negara Indonesia itu bagaimana sih menanganinya. Padahal HAM itu kunci dalam bernegara. Beberapa kali negara ditekan kayaknya abai banget sih. Jokowi pada tahun 2014 memasukan dalam salah satu nawacitanya untuk menuntaskan pelanggaran HAM tapi engga selesai juga kan,” ujarnya, Selasa (1/9/2020)
Acara September Hitam ini akan terus berlangsung untuk beberapa hari ke depan. Khususnya pada tanggal-tanggal terjadinya pelanggaran HAM di bulan September. Seperti tanggal 7 nanti, untuk memperingati kematian salah satu aktivis HAM Munir Said Thalib maka akan digelar diskusi dan screening film tentang rangkaian kematian Munir. Kemudian tanggal 10 akan diadakan Aksi Kamisan di depan Gedung Sate untuk memperingati Tragedi Tanjung Priuk dan juga lainnya.
Feru juga menyebutkan alasan mengapa peringatan hanya dikhususkan di bulan September saja. Menurutnya pada bulan September terlalu banyak pelanggaran HAM berat yang terjadi. “Karena terlalu banyaknya pelanggaran HAM di bulan September makanya kami rangkum dalam September Hitam. Jadi ini sudah menjadi momentum beberapa tahun belakangan Aksi Kamisan Bandung melaksanakan September Hitam, dalam artian untuk mempertemukan orang yang mau belajar dan orang-orang yang terus memperjuangkan hak-hak korban,” katanya.
Tak hanya berbentuk seremonial saja untuk memperingati pelanggaran HAM, dalam acara ini pun terdapat pasar gratis, lapakan buku, cukur gratis, pembacaan puisi, dan performance art yang diselenggarakan oleh beberapa kolektif dan solidaritas Bandung. Salah satu pengunjung, Bobby Willi sangat mengapresiasi dengan baik acara September Hitam ini. Menurutnya ini adalah momentum untuk terus merawat ingatan dan bersuara atas pelanggaran HAM yang terjadi dan agar negara segera menyelesaikan beragam pelanggaran HAM.
Anggota Masyarakat Adat Independen itu menyebutkan bahwa acara September Hitam ini masih awam di mata masyarakat. Menurutnya ada gap pemahaman yang berakibat munculnya sikap apatis dan pasif dari masyarakat, sehingga enggan untuk ikut berpartisipasi dalam mengingat pelanggaran HAM yang terjadi. Kemudian karena masih banyak terjadi pelanggaran HAM di tanah kelahirannya Papua, maka kehadirannya dalam acara September Hitam ini merupakan bentuk kepedulian bersama kawannya agar fokus memperjuangkan HAM bagi masyarakat tertindas.
“Kita adalah korban, korban dari hal apapun, dari eksploitasi sumber daya alam, keluarga pernah dibunuh, mengalami agresi militer dan berbagai macam hal. Jadi ada trauma masa lalu yang menjadi sebuah ingatan yang terus dirawat. Kami harus peduli terhadap kawan-kawan yang lain karena di situ timbul rasa solidaritas untuk sama-sama membangun keselarasan di sini. Jadi kita tidak boleh pasif, kita harus aktif. Saya berharap pemerintah Indonesia harus berani mengungkap pelaku pelanggaran HAM yang terjadi dari kurun waktu 1960-an sampai sekarang.” Tutup Bobby.
Reporter: Fuad Mutashim
Redaktur: Hasna Fajriah