SUAKAONLINE.COM, Infografis – Peristiwa 11 Maret 1966 menjadi titik balik sejarah Indonesia yang penuh kontroversi. Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang dikeluarkan Presiden Soekarno, secara resmi memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna memulihkan keamanan dan ketertiban negara pasca G30S 1965.
Menjadi tanda awal peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, di mana Soeharto mulai mendapatkan legitimasi politik yang semakin kuat. Secara tekstual, Supersemar hanya mengamanatkan pemulihan keamanan, sebaliknya, surat ini malah menjadi senjata politik Soeharto untuk melemahkan posisi Soekarno secara sistematis.
Pembubaran PKI pada 12 Maret 1966 dan perombakan kabinet Dwikora pada 18 Maret 1966 bukan sekadar langkah pemulihan keamanan, melainkan bukti bahwa Supersemar telah berfungsi lebih dari sekadar mandat sementara, ia menjadi pintu masuk bagi peralihan kekuasaan yang kian tak terelakkan.
Dalam waktu yang relatif singkat, Soeharto memanfaatkan Supersemar sebagai dasar hukum untuk mengamankan posisinya dan dominasi militer. Puncaknya, pada Juli 1966, MPRS menetapkan TAP No. IX/MPRS/1966 yang mengukuhkan Supersemar dan membuatnya tidak dapat dicabut oleh Soekarno.
Disebutkan juga bahwa salah satu langkah penting dalam penghapusan kekuatan politik Soekarno, dengan menyingkirkan para pendukungnya dari kabinet dan mengontrol media untuk membangun citra positif Orde Baru.
Dilansir dari kompas.com, Soekarno menegaskan dalam Surat Perintah Tiga Belas Maret (Supertasmar), bahwa Supersemar bukanlah bentuk penyerahan kekuasaan kepada Soeharto.
Selain itu, dalam pidatonya pada 17 Agustus 1966, Soekarno mengatakan bahwa Supersemar merupakan perintah untuk menjaga stabilitas keamanan di tengah gejolak politik saat itu, bukan transfer of authority.
Kekuasaan Soeharto terus menguat sementara posisi Soekarno melemah. Pidato Nawaksara pada 22 Juni 1966 ditolak MPRS karena Soekarno menolak membubarkan PKI, semakin memperlemah posisinya. Pada 7 Maret 1967, ia resmi melepas jabatan, dan Soeharto ditunjuk sebagai Pejabat Presiden, lalu dikukuhkan sebagai Presiden pada 27 Maret 1968.
Peneliti: Zahra Zakkiyah/Magang
Redaktur: Sabrina Nurbalqis/Suaka
Sumber: kompas.com dan repositori.kemdikbud.go.id