TABLOID 18/ TAHUN XXVI/ EDISI OKTOBER/ NOVEMBER 2014
EDITORIAL
Lima Tahun
Titel “Mahasiswa Abadi” bersiap lengser dari kampus mahasiswa. Pasalanya, peraturan mengenai masa studi kini sudah dibatasi maksimal 5 tahun. Lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014, dua tahun mendatang Kampus Hijau tidak bisa tidak melayangkan surat Drop Out.
Selalu ada pro dan kontra. Pun soal pembatasan masa kuliah. Pihak yang pro, tentu mengartikannya sebagai tantangan bagi mahasiswa. Bahwa mahasiswa harus lulus tetap waktu, bawha yang melewati waktu 8 semseter adalah yang tak ideal dan berleha-leha.
Yang perlu menjadi pertanyaan kini: betulkah penghakiman kita pada “Mahasiswa Abadi” tetap kondisi dan situasi? Betulkah mereka berleha-leha hingga kuliahnya tak rampung-rampung juga?
Melalui riset sebab keterlambatan kelulusan mahasiswa, 64% responden justru mengatakan sebabnya bukan leha-leha. Melainkan berkarya di luar bidang akademik, bekerja serta memilai rumah tangga. Pihak pro boleh berpendapat bahwa hal-hal tersebut hanya alibi, tapi melihat kenyataan yang terjadi, tak sedikit mahasiswa yang mesti membiayai kuliahnya sendiri. Tak sedikit mahasiswa yan gberjuang mengharumkan nama kampus lewat organisasi yang ia tekuni selami ini.
Lain lubuk, lain ikannya. Pepatah itu yang mestinya dijadikan acuan para birokrat dalam membuat peraturan. Pihak birokrat, yang membuat aturan dan merekuh mahasiswa dengan segala aturan-aturan itu, mestinya tak menutup mata dan lebih peka pada keadaan mahasiswa Kampus Hijau. Mereka tak boleh lupa soal lokalitas. Apa yang diterapkan pada mahasiswa mestinya berdasar keadaan mahasiswa. Ironis memang, pihak yang dulunya mahasiswa malah tak bisa mengerti mahasiswa. Alih-alih memberi empati, simpatipun rasanya minim.
Memang tak mudah mengubah aturan yang sudah disahkan. Kini mahasiswa dengan embel-embel “abadi” di belakangnya, hanya punya dua pilihan: berlari kencang atau berhenti untuk menepi. Namun selalu ada harapan di setiap lorong yang sempit, ada cahaya sesudah gelap yang meraja. Semoga kita tetap berlari dan berdia. Pun semoga tumbuh kesadaran di benak birokrat, untuk lebih bijak dalam berbuat.